Akademisi, Pemerintah, Swasta Bertemu dalam "Triple Helix" di Bali

id kampus

Akademisi, Pemerintah, Swasta Bertemu dalam "Triple Helix" di Bali

Ilustrasi - Kampus. (Antara)

Depasar, (Antara Sumbar) - Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr Bambang Wibawarta, SS MA menyebutkan "Forum Triple Helix 2017" merupakan pertemuan dengan menghadirkan pembicara dari tiga lembaga, yakni akademisi, pemerintah dan industri (swasta).

"Pertemuan kali ini menghadirkan pembicara dari tiga lembaga, yaitu kalangan akademisi, pemerintah dan swasta. Karena dalam konsep 'Triple Helix' mengandung tiga elemen dasar, pertama peran universitas dalam inovasi, sejajar dengan industri dan pemerintah dalam masyarakat berbasis pengetahuan, kedua sebuah gerakan menuju hubungan kolaboratif di antara tiga institusi utama," kata Bambang Wibawarta di sela acara "Triple Helix Forum 2017" di Nusa Dua, Bali, Sabtu.

Ia mengatakan pertemuaan ini membahas isu sentral berbasis Ilmu pengetahuan, sehingga diharapkan akan menghasilkan kebijakan inovasi. Oleh karena itu masing-masing institusi juga mengambil peran dari lain yang berbeda.

"Sebagai sumber potensial utama inovasi-inovasi Universitas Indonesia berinisiatif sebagai pelopor forum ini untuk memperkuat kerja sama antara Indonesia dan Asia Timur di bidang budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi Universitas Indonesia berkomitmen untuk tetap berada di posisi terdepan," katanya.

Tidak hanya dalam memimpin pengembangan inovasi saja, kata Bambang Wibawarta, tetapi juga kerja sama kolaboratif dengan industri dan pemerintah dengan pemikiran ini, sebagai upaya untuk mengorganisir forum itu yang membawa tiga landasan terakhir untuk bekerja bersama.

"Kerja sama itu melalui penelitian dan proyek-proyek lain sehingga diharapkan nantinya bermanfaat bagi sektor industri karena sejak itu akan tercipta kontak dekat dengan masyarakat," ujarnya.

Sementara itu, pemaparan materi oleh Aldrin Pasha dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia menyebutkan Laut China Selatan (SCS) telah menjadi daerah yang sangat penting dari daerah karena perselisihan mencakup klaim teritorial dan maritim di antara beberapa negara yang membebani tahun-tahun terakhir ketegangan di kawasan tersebut meningkat.

Ada dua faktor kunci dari ketegangan tinggi di kawasan tersebut, yaitu Filipina, Malaysia, Indonesia. Vietnam dan Brunei menyusul berdirinya sembilan garis oleh RRC.

Ia mengatakan aksi uji coba rudal balistik Korea Utara baru-baru ini yang meningkatkan eskalasi aktivitas militer yang melibatkan dua pelaut utama AS dan China yang pada akhirnya menghasilkan kompleksitas baru di SCS.

Sementara itu, Peran dari kepala domain maritim sangat penting karena lebih dari 90 persen perdagangan dunia melintasi laut atau lautan karena sangat strategisnya SOS, hal itu mengembangkan isu penting yang disebut keamanan maritim secara global dan dianggap sebagai pihak yang berkepentingan.

Keduanya berdaulat aktor negara dan non-negara aktor non-negara sebagai asuransi pelayaran, industri perbankan dan juga berbagai industri lain yang secara langsung atau tidak langsung terkait dengan keamanan maritim untuk kepentingan mereka sendiri berhadapan dengan aliran distribusi semua produk.

Domain maritim adalah lokus kompetisi dan juga kerja sama antarnegara, sementara masalah keamanan maritim sebagai bagian dari kepentingan nasional Selama tahun 2017 beberapa perselisihan muncul dari masalah keamanan domain maritim di SCs seperti klaim bersama di antara China. Lapan Vietnam Dan Filipina, atau antara kedua Korea dan beberapa negara Asia Tenggara membahas masalah garis batas: keamanan maritim, enero dan militer secara merata.

Dengan meningkatnya kelangkaan sumber energi dari waktu ke waktu, maka banyak negara yang terdesak untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi ekonomi atau energi di laut.

Sementara itu, kata dia, Korea Utara terus menguji rudal balistik mereka sendiri yang membawa situasi ini menjadi lebih kompleks dan tidak dapat diprediksi.

"Karena itu, sebagai perubahan pengalaman (game changer) apa yang bisa dilakukan Indonesia untuk melindungi, melestarikan dan membela kepentingan nasional dan berkontribusi dalam menjaga keamanan daerah, hal ini menjadi pemikiran semua elemen masyarakat dan negara," katanya. (*)