Tuapejat, (Antara) - Kapal perang dari berbagai negara yang tergabung dalam Multilateral Naval Exercise Komodo (MNEK) 2016, menggelar latihan penyelamatan (SAR) bersama di perairan Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Jumat.
"Kegiatan SAR dilakukan pada hari ini, berawal dengan menyebar replika korban pada pukul 04.15 WIB," kata Exerciest Controller MNEK 2016, Letkol Laut (P) Nurlan di Tuapejat.
Ia menambahkan korban tersebut disebar pada tiga sektor yang telah dibagi yaitu Barat, Timur, dan Utara.
"Masing-masing sektor ada enam korban, jadi jumlah keseluruhan sebanyak 18 korban," ujarnya.
Ia mengatakan dalam tahap awal setelah menyebar korban, dilanjutkan dengan menyebar informasi kepada seluruh kapal sekitar pukul 08.30 WIB.
"Diinformasikan kepada seluruh kapal seolah telah terjadi gelombang tsunami yang menenggelamkan beberapa kapal. Sejumlah korban berhasil diselamatkan oleh nelayan setempat, namun tersisa 18 orang belum ditemukan," sebutnya.
Setelah mendapatkan informasi itu, lanjutnya lalu dilanjutkan dengan menurunkan pesawat untuk pendeteksian keadaan 18 korban.
"Setelah ditemukan lokasi, dilanjutkan dengan helikopter yang akan menandai lokasi korban dengan penanda asap. Baru setelah itu unit sekoci diturunkan ke asap untuk mengangkut korban," tambah dia.
Ia mengatakan, untuk sektor utara dengan markas KRI Makasar menurunkan satu sekoci yang di dalamnya terdapat tiga penyelam dari Korea Selatan.
"Setelah serangkaian upaya dan proses, akhirnya 18 korban dari tiga sektor telah berhasil ditemukan pada 10.30 WIB. Semuanya lalu dibawa ke kapal markas masing-masing sektor, untuk diteruskan ke rumah sakit menggunakan helikopter," sebutnya.
Ia menjelaskan simulasi itu adalah latihan yang dilakukan untuk persiapan dalam penanganan bencana secara bersama.
Pada bagian lain, MNEK diikuti 32 negara, di antaranya sebanyak 19 negara mengirimkan kapal perang, sementara Republik Indonesia (RI) mengirimkan 13 kapal perang.
Sebelumnya, Presiden Jokowi saat membuka Latihan Multilateral Komodo 2016 menyebutkan salah satu perang yang paling berat adalah untuk memenangkan kemanusiaan.
Karena itu operasi bantuan kemanusiaan, khususnya untuk penanganan bencana alam di laut dan SAR, membutuhkan kesigapan, membutuhkan kecepatan, membutuhkan totalitas sumberdaya, ujar dia. (*)