Buah Bengkuang yang oleh orang minang lebih sering disebut Bingkuang telah lama dikenal sebagai oleh-oleh khas kota Padang. Bengkuang bukan buah asli dari kota Padang ataupun wilayah Indonesia lainnya, namun bengkuang berasal dari daerah Amerika Tengah dan Selatan terutama didaerah Mexico. Suku Aztec menggunakan biji tanaman bengkuang ini sebagai obat- obatan. Kemudian pada abad ke-17, Spanyol menyebarkan tanaman ini ke daerah Philipina sampai akhirnya menyebar ke seluruh Asia dan Pasifik. Tanaman ini masuk ke Indonesia dari Manila melalui Ambon, dan sejak saat itu bengkuang dibudidayakan diseluruh negeri.
Bengkuang sekarang ini lebih banyak dibudidayakan didaerah Jawa dan Madura atau didataran rendah, sedangkan di pulau Sumatera banyak di temukan di Sumatera Barat terutama di Kota Padang.Bengkuang bukan tanaman yang sulit untuk ditumbuhkan dan tidak perlu perawatan yang terlalu rumit hingga waktu yang lama untuk memanennya.
Banyak daerah lain di Sumatera Barat yang juga menanam bengkuang sebagai tanaman sela atau selingan sesudah tanaman padi. Namun bengkuang yang berasal dari kota Padang yang lebih populer dan banyak dikenal oleh orang di luar kota Padang. Alasan mengapa bengkuang kota padang lebih populer dari bengkuang daerah lainnya di Sumatera Barat yaitu disebabkan karena bengkuang yang ditanam di kota ini menghasilkan buah yang renyah, berukuran lebih besar daripada bengkuang yang dihasilkan daerah lain, manis, dan daging buahnya tidak berserat sehingga tidak akan tersangkut di gigi saat dimakan.
Anehnya, walaupun berasal dari bibit yang sama, tetapi bengkuang khas dari kota Padang tetap menghasilkan buah yang lebih unggul, hal ini konon karena dipengaruhi jenis tanah dan iklim di wilayah Padang. Terkenalnya kota Padang sebagai kota Bengkuang tidak lepas dari peran masyarakat yang membudiyakan buah ini. Daerah penghasil bengkuang super ini yaitu terdapat di empat kecamatan adalah Kuranji, Pauh, Koto Tangah, dan Nanggalo.
Pada beberapa tahun terakhir terlihat bahwa kepopuleran bengkuang sebagai oleh-oleh khas Padang sudah terkalahkan oleh berbagai jenis kerupuk yang dijual di outlet penjualan khas oleh-oleh Sumatera Barat . Kebanyakan dari pengunjung kota Padang lebih tertarik membawa berbagai jenis kerupuk yang terbuat dari ubi yang sebenarnya merupakan khas untuk daerah Bukittinggi yang dikenal dengan kerupuk sanjai. Kerupuk sanjai ini dikemas dalam kemasan yang menarik dan berbagai pilihan rasa, sehingga lebih menarik minat pengunjung.
Lunturnya pesona maskot kota Padang ini dapat mempengaruhi perekonomian kota Padang di bidang pertanian dan budaya. Hal ini telah terlihat berkurangnya petani bengkuang di kota Padang. Para pedagang bengkuang yang terpusat di beberapa lokasi seperti di persimpangan lampu merah jalan Bypass Lubuk Begalung mengatakan bahwa bengkuang yang mereka jual dipasok dari daerah luar kota Padang, seperti dari Lubuk Alung dan Pariaman.
Rasa bengkuang Padang yang khas tidak terasa lagi sehingga banyak pelanggan merasa kecewa dan hal ini berdampak dari kurangnya peminat pembelinya yang akan menyebabkan bengkuang hanya sebagai maskot yang terabaikan.Meningkatkan nilai tambah dari bengkuang dengan cara mengolahnya menjadi jenis makanan ringan ataupun bahan kosmetik menjadi soslusi yang bagus untuk mengatasi masalah tersebut. Usaha untuk mengolah bengkuang menjadi bahan makanan ringan seperti keripik bengkuang dan dodol dan juga dapat diolah menjadi nata bengkuang. Nata bengkuang atau yang lebih dikenal dengan Nata de Pachy ini lebih baik karena rasa bengkuangnya tidak akan hilang dan dapat dicampur dalam minuman ataupun dikreasikan dengan puding. Selain itu pengelohan bengkuang menjadi alat kosmetik herbal yang tentu jelas khasiatnya dan keamanannya lebih terjamin.
Dalam meningkatkan nilai tambah dan memperkenalkan bengkuang bukanlah hanya tugas pemerintah tetapi juga masyarakat. Ketika pemerintah telah mempromosikan bengkuang sebagai maskot kota Padang, masyarakat tentunya juga harus mendukung dengan melakukan pengolahan dan pengembangan nilai tambah dari bengkuang tersebut. Tidak hanya sampai disana, masyarakat tentu harus juga ikut mengkonsumsi bengkuang segar ataupun hasil olahan yang menunjukkan kebanggaan dan usaha promosi terhadap produk daerah sendiri. Hal ini tentunya dapat meningkatkan minat pengunjung kota padang terhadap buah bengkuang serta menjadikan bengkuang tidak hanya sebagai simbol di perbatasan kota Padang.
Penulis Adalah Mahasiswa Pascasarjana Unand Penerima Bakrie Graduate Fellowship 2013