Perpaduan Arsitektur dari Beberapa Negara

id Perpaduan Arsitektur dari Beberapa Negara

Perpaduan Arsitektur dari Beberapa Negara

Masjid Raya Ganting merupakan yang paling tua di Kota Padang. Pembangunan Masjid ini memadukan beberapa arsitek dari bangsa yang berkuasa ketika itu. "Arsitektur Masjid Ganting merupakan perpaduan dari berbagai corak arsitektur karena pengerjaannya melibatkan beragam etnis seperti Belanda, Persia, Timur Tengah, Cina, dan Minangkabau," ujar Imam Masjid Raya Ganting, Safrudi kepada antara-sumbar.com, Sabtu (22/8). Sementara itu, etnis Cina di bawah komando Kapten Lou Chian Ko (Kapten 10) ikut mengerahkan tukang-tukang Cina untuk mengerjakan atap kubah yang dibuat bersegi delapan mirip bangunan atap Vihara Cina. Begitu juga Mighrab tempat dimana Imam memimpin shalat dan menyampaikan khutbahnya juga dibuat ukuran kayu mirip ukiran Cina. Safrudin mengatakan, Masjid Raya Ganting berpusat di Kota Padang, diwilayah yang padat yang dikelilingi rumah-rumah penduduk yang tersesun. Masjid yang dibangun pada tahun 1700 M ini bersdiri atas tanah wakaf dari tujuh suku yang diserahkan melalui Gubernur Jendral Raden Bakh sebagai penguasa hindia Belanda di Sumatera Barat pada waktu itu. Pada mulanya, letak masjid berada dikaki Gunung Padang, kemudian dipindahkan ke tepi Sungai Arau, karena Belanda hendak membangun jalan ke Teluk Bayur. Terakhir masjid dipindahkan ke tempat yang sekarang dengan ukuran 30X30 meter. Sedangkan tokoh-tokoh masyarakat yang terlibat untuk membangun masjid ini, antara lain Angku Gapuk salah seorang saudagar di Pasar Gadang Padang, Angku Syehk Haji Umar yang menjabat sebagai kepala kampung Ganting dan Angku Syehk Kapalo Koto ulama yang sangat berpengaruh. Pada 1805 tiga pimpinan setempat, masing-masing seorang ulama, saudagar, dan pimpinan kampung di Ganting memusyawarahkan pendirian masjid. Mereka meminta bantuan saudagar-saudagar di Pasar Gadang dan ulama tak hanya di Sumatra Barat, tapi hingga ke Sumatera Barat dan Aceh. Bantuan datang tak hanya dalam bentuk uang, tapi juga tenaga tukang ahli dari pedalaman Sumatra Barat. Selama lima tahun, masjid ini siap pada 1810 dengan bahan kayu, batu kali, bata, dengan pengikat kapur dicampur putih telur. Bangunan yang dibangun bangunan utama sekarang ini. Pekerjaan dilakukan secara bergotong royong yang dipimpin oleh Korps Zeni. Safrudi Menambahkan, bahan-bahannya dipilih yang bermutu tinggi. Untuk bahan kayu didatangkan dari Bangkinang, Riau (kayu Ulin), Kayu Rasak dari Indrapura, Pesisir Selatan dan Kayu Kapur dari Pasaman. Sedangkan seng, ubin, semennya didatangkan dari Eropa. Kini, masjid tua yang eksotis ini terdiri atas dua bagian besar yakni bagian luar dan bagian dalam. Bagian luar Mesjid digunakan sebagai pelataran parkir, taman, perpustakaan masjid, ruangan wudhu, beduk, dan kamar tamir. Sementara, bagian dalam masjid berupa ruang lepas tempat shalat, mihrab di bagian barat sekaligus sebagai penentu arah kiblat, serta terdapat 25 tiang penyangga. Tiang sebanyak itu melambangkan 25 nabi atau rasul yang wajib diimani yang nama-namanya terukir indah dalam tulisan kaligrafi yang ada dalam masjid tersebut juga berisikan kaligrafi yang berisikan tentang ayat pendek dan nama para sahabat rasulullah. Sedangkan pada bagian luarnya terdiri dari pelataran parkir yang memadai, taman, perpustakaan masjid dan ruangan wudhu beduk. Di bagian tengah masjid juga dibangun sebuah panggung segi empat dan kayu ukuran 4 yarm dan diberi ukiran Cina, tempat ini digunakan oleh bilal untuk mengulang aba-aba Imam sewaktu shalat berlangsung. Waktu itu, pengeras suara dan listrik belum dikenal. Hanya sayang kedua bangunan itu tahun 1974 dibongkar oleh pengurus masjid yang bertugas pada saat itu. Tatanan atap Masjid Ganting berupa atap susun berundak-undak sebanyak 5 tingkat. Tingkat pertama bercorak tradisional segi empat mirip atap rumah adat tanpa gonjong. Sedangkan tingkat 2-4 berbentuk segi delapan seperti kelenteng. Ada celah di tiap bagian atap untuk pencahayaan. Masjid ini mempunyai 8 pintu pada bagian dalam dan 17 buah jendela bergaya Persia.(ari/RAR)