Surga Bawah Laut yang Tak Pernah Diperhatikan

id Surga Bawah Laut yang Tak Pernah Diperhatikan

Surga Bawah Laut yang Tak Pernah Diperhatikan

Monang Pasaribu (44), seorang pengrajin kelahiran Mentawai, setiap harinya mengelola jenis kerang.

Kekayaan laut Pulau Mentawai yang berpotensi itu sangat menjanjikan bagi kebutuhan masyarakat di "Bumi Sikerei." Hasil ikannya yang melimpah ruah mampu untuk mencukupi kebutuhan hidup bagi masyarakat Mentawai, Sumbar. Keindahan bawah lautnya bagaikan surga karena dihiasi dengan terumbu karang serta ikan hias yang memiliki nilai jual tinggi. Di samping itu, terumbu karang yang sudah mati pun bisa dijadikan hiasan perabot rumah tangga. Seperti yang dilakukan Monang Pasaribu (44), seorang pengrajin kelahiran Mentawai, setiap harinya mengelola jenis kerang (keong besar) dan terumbu karang untuk dijual. Pola pengelolaan kerang dan terumbu karang pun penuh dengan kreatifitas karena dilengkapi dengan cat, sehingga hasilnya menarik dan indah. Terumbu karang dan kerang itu diolah dalam berbagai jenis, mulai dari asbak rokok, gelang, bunga-bunga bahkan juga tasbih. Monang, begitu ia akrab disapa konsumennya mengakui, ilmu kerajinan pengelolaan keong dan terumbu karang ia peroleh dari pelatihan Coremap Phase II yang diselenggarakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Kepulauan Mentawai. Dalam pelatihan itu, ia mengikuti dan mempelajari secara tekun. Dari hasil pelatihan itulah, bapak yang masih dikaruniai satu anak ini terinspirasi untuk membuat kerjinan hias dari bahan baku kerang dan terumbu karang. Ia yakin, pekerjaan membuat membuat benda hias dari terumbu karang itu akan menghasilkan uang yang cukup besar. "Setelah ikut pelatihan kerajinan itu, saya terinspirasi untuk membuat benda hias yang unik dari terumbu karang dan keong. Tanpa membuang waktu, kemudian langsung belanja alat pembuat kerajinan," tuturnya. Sebelumnya, ia membuat barang kerajinan dengan bahan baku kayu, namun sekarang mulai tidak diminati masyarakat. Akhirnya, kerajinan membuat benda hias dibuat dengan bahan baku kerang dan terumbu karang. Untuk mencari bahan baku terumbu karang dan keong tersebut, ia menggaji anak-anak untuk mencarinya di laut. Kemudian, hasil terumbu karang dan kerang tersebut dibelinya Rp5.000 perbuah. "Bahan baku ini kita beli dari anak-anak yang mencari di laut, kemudian diolah sesuai dengan selera pasar," ujarnya. Jujur dikatakannya, untuk membuat kerajianan benda hias tersebut ia hanya mengeluarkan modal Rp1 juta. Modal itu hanya untuk membeli terumbu karang dan kerang serta cat. Setelah benda tersebut selesai diolah, kemudian ia sendiri bertindak sebagai penjual. "Saya sendiri bertindak sebagai pemasarannya, karena belum mampu untuk menggaji orang. Dan untuk pemasarannya masih dijual di Pulau Mentawai. Rencananya, pemasarannya juga akan dijual ke Kota Padang jika sudah banyak peminatnya di Pulau Mentawai," ujarnya. Telah dua tahun ia pekerjaan membuat dan menjual benda hias tersebut, dan hasilnya cukup memberi perubahan ekonomi keluarganya. Karena setiap bulan, ia mendapatkan hasil rata-rata Rp3 juta. Setiap bulannya, ia mampu membuat benda hias sebanyak 100 buah, dan harganya mulai dari Rp5.000 sampai Rp250 ribu. Sebab benda yang dibuat beragam bentuk dan nilainya juga berbeda. Namun masing-masing benda hias yang dijualnya memiliki keistemawaan serta kunikan tersendiri. (***)