Lupakan dulu soal kecelakaan di lereng Gunung Lawu Sabtu sore lalu. Meski mobil Tucuxi yang saya kemudikan hancur, saya baik-baik saja. Lecet sedikit pun tidak. Ketika bangun pagi Minggu kemarin memang badan terasa "njarem" dan ubun-ubun "kemeng", tapi rasanya itu hanya karena dampak benturan yang hebat.
Minggu pagi itu saya sudah bisa ke Nganjuk, Jawa Timur, untuk bertemu masyarakat di dalam hutan jati milik Perum Perhutani. Saya memang lagi belajar apa yang bisa saya lakukan untuk pengentasan kemiskinan di sekitar hutan. Sebelum kecelakaan itu saya keliling hutan di Randublatung, Blora, dan Purwodadi, Jawa Tengah, untuk mendalami persoalan masyarakat sekitar hutan.
Lupakan dulu kecelakaan itu. Memang begitu banyak pelajaran yg saya peroleh dari keputusan saya menabrakkan mobil listrik itu ke tebing, tapi baiknya kita bahas lain kali saja. Lebih baik kali ini kita bicarakan apa yang akan hebat tahun ini.
Akan ada kejutan dari Universitas Padjadjaran, Bandung. Khususnya dari Fakultas Farmasi. Di universitas itu baru saja ditemukan dua macam obat yang sangat penting bagi dunia: obat kolesterol dan diabetes!
Tim Unpad yang menemukan obat kolesterol dan diabetes pertama yang berbasis non-chemical itu dipimpin oleh seorang ahli yang mumpuni, peneliti yang tangguh, doktor yang cum laude, wanita yang sangat cantik bernama: Keri Lestari Dandan.
Tim Unpad sudah sepakat untuk bersama BUMN mewujudkan penemuan tersebut menjadi kenyataan untuk Indonesia dan dunia.
Berita penemuan penting ini sudah menyebar luas ke kalangan farmasi dunia. Sejak itu Doktor Keri diincar banyak negara. Yang paling serius adalah Korea Selatan. Maklum obat yang ditemukan Dr Keri bukan saja termasuk yang paling banyak diperlukan masyarakat, tapi juga yang pertama yang tidak menggunakan bahan kimia.
Mereka berebut mendapatkan hak paten dari Dr Keri. Memang sudah banyak beredar obat untuk dua jenis penyakit itu, namun semuanya berbasis kimia. Padahal dunia kian menghindari yang serba kimia. Mulai dari obat kimia, makanan yang mengandung kimia, sampai kosmetik yang berkimia.
Obat temuan Dr Keri ini berbasis alami. Bahan bakunya buah pala.
Hebatnya, Dr Keri tidak hanya bisa mengubah pala menjadi obat-obatan herbal, tapi sudah langsung memprosesnya sebagai obat fitofarmaka: obat tradisional dari bahan alam yang dapat disetarakan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia. Pemberiannya kepada pasien harus melalui resep dokter.
Biasanya bahan-bahan alami hanya diolah sebatas untuk jamu atau herbal dan paling tinggi herbal terstandar. Tapi Dr Keri menemukannya untuk obat fitofarmaka.
Mengingat uji klinis sudah berhasil dilakukan, disepakatilah 17 Agustus tahun ini sudah harus diproduksi. BUMN sudah menugaskan PT Kimia Farma (Persero) Tbk untuk memproduksi dan memasarkannya. Direktur Utama Kimia Farma yang baru, Rusdi Rosman, yang juga lulusan Fakultas Farmasi Unpad, sudah menyanggupinya.
"Akan kami produksi di pabrik kami yang di Bandung," ujar Rusdi. "Agar lebih dekat dengan Unpad," tambahnya.
Tentu saya sangat bangga pada kerjasama BUMN dengan Unpad ini. Begitu gigihnya pihak luar negeri ingin mendapatkan penemuan ini. Tapi Unpad dan Dr Keri tetap mempertahankannya untuk merah-putih.
Kimia Farma kini memang sudah lebih kuat. Harus mampu mewujudkannya. Labanya tahun 2012 sudah berhasil meningkat menjadi lebih dari Rp 200 miliar. "Memang, kalau temuan ini kita lepas, banyak yang memperebutkannya," komentar Rusdi Rosman.
Obat anti kolesterol adalah obat kedua yang paling banyak dibutuhkan masyarakat. Mencapai 15 persen. Sedang obat diabetes berada di urutan ketiga yang mencapai 12 persen. Urutan pertama adalah obat kanker, 18 persen.
Mengingat pasar obat-obatan di Indonesia sangat besar (mencapai Rp 50 triliun tahun ini), tentu kita tidak rela kalau pasar tersebut tersedot ke luar negeri. Pabrik-pabrik obat di dalam negeri, termasuk pabrik obat tradisional, harus berjuang mati-matian untuk merebutnya. Temuan Dr Keri adalah salah satu senjata penting untuk pertempuran itu.
Setelah sukses memproduksi temuan Dr Keri dalam bentuk fitofarmaka, Kimia Farma juga akan memproduksinya dalam bentuk herbal terstandar. Tapi demi Indonesia, saya minta Kimia Farma memprioritaskan yang fitofarmaka dulu.
Kerjasama BUMN-Unpad tersebut bermula pada pertengahan tahun lalu. Waktu itu saya diminta memberikan "keynote speech" di acara besar di Fakultas Farmasi. Hari itu saya tidak mau memberikan pidato. Dari atas podium saya langsung saja menantang para farmasis yang hadir di aula besar itu: apa yang diinginkan dari saya.
Ternyata banyak yang angkat tangan. Dalam hati saya berpikir: lebih penting para farmasis itu bicara daripada saya yang pidato. Belum tentu saya bisa pidato bagus mengenai obat-obatan. Saya tidak tahu banyak bidang itu. Dan lagi, di zaman twitter ini, siapa yang masih mau mendengarkan pidato?
Ternyata betul. Semua yang angkat tangan itu mengemukakan masalah yang penting di dunia pengobatan. Terutama menghadapi akan berlakunya BPJS: dokter galau, farmasis galau, rumah sakit galau, dan pedagang obat juga galau.
Termasuk para peneliti di universitas pun galau. Temuan-temuan mereka kurang mendapat perhatian.
Saat itu juga, I Gede Subawa, Dirut PT Askes (Persero) yang juga hadir, saya minta maju. Saya minta untuk dibentuk tim kecil antara BUMN bidang kesehatan dan ahli-ahli farmasi dari Unpad. Saya beri batas waktu dua minggu untuk merumuskan: apa yang bisa dilakukan bersama.
Kurang dari dua minggu Dr Keri dan tim dari Unpad ternyata sudah datang ke ruang kerja saya membawa konsep lengkap apa yang harus dikerjakan. Saya juga menghadirkan para dirut BUMN bidang kesehatan.
Ada Dirut Kimia Farma Rusdi Rosman, Dirut PT Indofarma (Persero) Tbk Djakfaruddin Junus, Dirut PT Bio Farma (Persero) Iskandar, Dirut PT Phapros Tbk, anak perusahaan PT RNI (Persero) Erlangga Tri Putranto, dan juga Dirut Askes I Gede Subawa.
Mendengar paparan Dr Keri yang begitu hebat saya langsung berunding dengan tim BUMN kesehatan tersebut. Saat itu juga kita putuskan penemuan Dr Keri ini tidak boleh lari ke luar negeri!
BUMN kesehatan mampu mewujudkan jerih payah tim Unpad ini menjadi kenyataan yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Apalagi uji klinik fase pertama sudah berhasil dilakukan. Dan uji klinik terakhir sudah hampir selesai, yang nadanya juga sangat positif.
Kami bertekad tidak perlu lagi impor obat kolesterol dan diabetes yang begitu besar. Bahkan kita harus ekspor. Maka kami putuskan, Agustus tahun ini jadi tonggaknya! (*)