Padang, (Antara Sumbar) - Bank Indonesia membantah informasi  beredar di masyarakat dan media sosial yang  menyatakan uang rupiah tahun emisi 2016  di cetak di luar Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri).

         "Selama ini BI tidak pernah sama sekali  mencetak uang di luar Peruri, jadi informasi yang menyatakan rupiah di cetak di China itu tidak benar," kata Deputi Gubernur BI, Hendar di Padang, Jumat.

         Ia menyampaikan hal itu pada diseminasi kebijakan BI kepada pemangku kepentingan terkait dengan tema "Perkembangan Ekonomi Global dan Domestik serta Respon Kebijakan".

        Menurut dia BI  mencetak rupiah lewat  Peruri sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang  sehingga  isu diterbitkan di China itu  tidak ada.

        Ia menilai perkembangan di media sosial  saat ini tidak proporsional dan aneh sehingga muncul informasi yang keliru soal rupiah baru.

         Hendar menceritakan saat pertemuan dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sejumlah tokoh bertanya apakah benar rupiah di cetak di China, menggunakan lambang palu arit serta setiap dicetak satu lembar ditambah satu lagi untuk kepentingan politik.

         "Soal jumlah uang yang dicetak ditambah setiap lembarnya itu tidak benar karena setiap uang yang dicetak itu berdasarkan perhitungan yang jelas dan diawasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan," ujarnya.

         "Jadi kalau uang ditambah-tambah cetakannya untuk kepentingan politik jelas tidak mungkin," lanjut dia.

         Kemudian terkait gambar  pahlawan yang dipasang di rupiah sudah dikonsultasikan lewat lembaga yang memiliki otoritas serta diskusi dengan pakar sejarah hingga bertemu dengan ahli waris.

         "Misal ada yang meributkan mengapa Cut Meutia tidak pakai kerudung, dulu juga begitu jadi tidak mungkin ditambah karena pemilihan gambar dilakukan sangat selektif," katanya.

         Ia menyampaikan gambar pahlawan yang ada dalam uang rupiah ada unsur keterwakilan daerah hingga gender serta diterima oleh seluruh pihak.

         "Ada gambar pahlawan yang kami usulkan ternyata tidak diterima di daerahnya akhirnya tidak jadi karena bisa menjadi kontroversi," katanya.

         Ia mengatakan setelah dilakukan seleksi sedemikian rupa untuk kemudian ditetapkan lewat keputusan Presiden.

         Kalau ada yang bertanya mengapa Imam Bonjol hanya uang Rp5.000 apakah artinya harganya Rp5.000 buan itu maksudnya, namun  substansinya adalah penghargaan pada pahlawan di mata uang bukan soal nilai yang tertera, katanya. (*)

Pewarta : Ikhwan Wahyudi
Editor :
Copyright © ANTARA 2024