Warga Pariaman, Sumatera Barat, tak pernah melupakan tradisi Tabuik yang diadakan pada bulan Muharam.

        Tradisi Tabuik ini telah terpelihara sejak 1829 itu berlangsung dari tanggal 1 hingga 10 Muharam. Masyarakat Minangkabau mengenal Tabuik sebagai pesta rakyat yang tiap tahun digelar di Kota Pariaman.

         Kata Tabuik aslinya berasal dari kata Tabut; akar bahasa Arab yang berarti peti atau kotak kayu.

        Dalam ensiklopedia Islam, Tabut pada mulanya berarti sebuah peti kayu yang dilapisi dengan emas sebagai tempat penyimpanan manuskrip kita Taurat yang ditulis di atas lempengan batu.

         Bila dulu Tabuik sebagai symbol ritual bagi pengikut Syi''ah dalam upaya mengumpulkan potongan-potongan tubuh Imam Husein dan selama ritual itu para peserta berteriak "Hayya Husein, hayya Husein, (hidup Husein)".

         Tapi kini di Pariaman teriakan tersebut telah berganti, para pengusung dan peserta Tabuik akan berteriak "Oyak Husein, oyak Husein," sembari menggoyang-goyangkan menara Tabuik yang berbentuk menara dengan sayap dan sebuah kepala manusia.

         Tapi sampai sekarang belum ada sebuah penelitian yang resmi terhadap kebudayaan ini. Sehingga sejarah tentang Tabuik masih sekadar asumsi; belum ke tingkat ilmiah.

         Tinggi "Tabuik" dapat mencapai 12 meter. Bagian atas yang mewakili keranda berbentuk menara yang dihiasi dengan bunga dan kain beludru berwarna-warni.

        Beberapa sisi menara hiasan berbentuk payung-payung kecil juga terpasang berjuntai.

         Sementara bagian bawah berbentuk tubuh kuda, bersayap, berekor dan berkepala manusia.

        Bagian bawah ini mewakili bentuk burung Buraq yang dipercaya membawa Imam Hosein ke langit menghadap Yang Kuasa.

        Kedua bagian ini nantinya akan disatukan dengan cara bagian atas diusung secara beramai-ramai untuk disatukan dengan bagian bawah.

         Setelah itu, berturut-turut dipasang sayap, ekor, bunga-bunga salapan dan terakhir kepala.

        Untuk menambah semangat para pengusung tabuik biasanya diiringi dengan musik gendang tasa.

         Di Pariaman, awalnya Tabuik diselenggarakan oleh Anak Nagari dalam bentuk Tabuik Adat.

        Namun, seiring dengan banyaknya wisatawan yang datang untuk menyaksikannya, pada tahun 1974 pengelolaan Tabuik diambil alih oleh pemerintah daerah setempat dan dijadikan Tabuik Wisata.

         Perayaan Tabuik merupakan budaya tahunan yang kini menjadi agenda wisata utama di Pariaman.

        Tabuik sendiri awalnya adalah perayaan Asyura, 10 Muharam, yang diperingati kaum Syiah setiap tahun sejak 1831.

         "Acara Tabuik di Parimanan ini adalah budaya, dan kini dijadikan wisata, tetapi tidak ada hubungan lagi dengan Syiah, karena tidak ada Syiah di Pariaman," kata Kepala Dinas Pariwisata Pariaman Tundra Laksamana.

         Setiap tahun, pesta Tabuik selalu berlangsung meriah dan puluhan ribuan orang akan datang ke Pariaman untuk menyaksikan prosesi pembuangan Tabuik ke laut.

         Pesta Tabuik selalu menjadi acara paling ramai di Sumatera Barat. Acara yang sudah berlangsung sejak 1831 di Pariman ini merupakan peringatan Asyura atau hari kematian Imam Hosein, cucu Nabi Muhammad SAW yang merupakan pemimpin kaum Syiah di Padang Karbala.

         Pelaksanaan Hoyak Tabuik ini dari tahun ke tahun terus dievaluasi dan diperbarui, sehingga pelaksanaannya makin sempurna dan makin menarik untuk disaksikan. Kegiatan Hoyak Tabuik ini tambah dikenal oleh wisatawan, baik lokal maupun mancanegara.

         "Pesta budaya pernah tampil di Batam, Kepulauan Riau pada tanggal 7 Mei 2006, di Medan, Jakarta, dan Pekanbaru. Tabuik Pariaman juga  ditampilkan di Berlin Jerman pada kegiatan International Tourism Bourse (ITB) bulan April 2011," ujar Tundra Laksamana.

Prosesi Pembuatan

    Ada prosesi yang akan dilakukan masyarakat Pariaman dalam pembuatan tabuik yakni tradisi, maambiak tanah (mengambil tanah) dilakukan dua kelompok Tabuik Pasar dan kelompok Subarang, kata Tuo (sesepuh) Tabuik Nasrul Syam.

         Pada tanggal 1 Muharam, dilakukan prosesi mengambil tanah. Dua kelompok yaitu Sabarang dan Pasa mengambil tanah di tempat yang berbeda. Lalu memasukkan tanah tersebut dimasukkan ke dalam daraga yang menggambarkan kuburan Hasan dan Husein yang wafat di Perang Karbala.

         Prosesi ini dilakukan oleh seorang laki-laki dari keluarga pengurus Tabuik dengan memakai pakaian putih sebagai lambang kejujuran kepemimpinan Husein cucu Nabi Muhammad SAW.

         Prosesi tersebut dilakukan dalam dua kelompok yaitu kelompok Tabuik Pasa dan kelompok Tabuik Subarang yang akan diiringi oleh arakan serta ditemani dengan dentuman ''gandang tasa'' sebagai hiburan dari kesenian daerah.

         Pengambilan tanah tersebut harus dilakukan dari dasar sungai yang berbeda dan berlawanan arah antara dua kelompok tersebut.

         "Ritual ini tidak hanya sekedar pengambilan tanah saja, tetapi merupakan simbol dari pengambilan jasad Husein yang mati syahid dalam perang Karbala melawan penguasa Yazid Bin Muawiyah," tutur Nasrul Syam.

         Pengambilan tanah tersebut mengandung makna simbolik bahwa manusia berasal dari tanah.

        Setelah diambil, tanah tadi diarak oleh ratusan orang dan akhirnya disimpan dalam daraga yang berukuran 3x3 meter, kemudian dibalut dengan kain putih.

    Dalam perjalanan ke rumah Tabuik kedua kelompok Tabuik berpapasan dan saat bertemu masing-masing kelompok berselisih dan bertempur, yang menggambarkan perang Karbala.

         Menyertai acara pembukaan pada hari pertama juga digelar Festival Anak Nagari (permainan tradisional Pariaman/Sumbar), festival Tabuik Lenong dan diakhir pawai Muharam mengelilingi Kota Pariaman.

        Malam harinya digelar hiburan musik gambus di Lapangan Merdeka yang dihadiri ribuan penonton.

         Di hari kedua, pembuatan Tabuik dimulai dengan pembuatan kerangka dasar Tabuik dari bahan kayu, bambu, dan rotan. Malam harinya, digelar kesenian tradisional Randai.

        "Hari ketiga pengerjaan kerangka dasar. "Pada 4 Muharam selain melanjutkan pembuatan kerangka dasar Tabuik juga mulai dipersiapkan pembuatan kerangka Bouraq," katanya.

         Kemudian, pada tanggal 5 Muharam, seseorang berpakaian putih akan melakukan prosesi tabang pisang. Ini dilakukan dengan menebang satu batang pisang dengan sekali tebas.

        Lalu pada 9 Muharam dilakukan Ma`arak Panja yaitu mengarak jari-jari dari Tabuik.

         Maka di saat subuh, pada 10 Muharam dimulailah menghias Tabuik. Tabuik tersebut terdiri atas dua Tabuik yaitu Tabuik Surabarang dan Tabuik Pasa. Usai dua Tabuik dihoyak (diguncang, red) di tengah keramaian, pada senja harinya Tabuik tersebut diarak dan dihanyutkan ke Pantai Gandoriah.

        "Sebagai tanda berakhirnya prosesi tabuik di tanggal 10 Muharram," kata Nasrul Syam.

         Setelah waktu Ashar, di tengah ratusan ribu orang, kedua tabuik itu diarak keliling Kota Pariaman. Masing-masing tabuik dibawa oleh delapan orang pria. Menjelang senja, kedua tabuik dipertemukan kembali di Pantai Gandoriah.

         Pertemuan kedua Tabuik di Pantai Gondariah ini merupakan acara puncak dari upacara Tabuik, karena tidak lama setelah itu keduanya akan diadukan (sebagaimana layaknya perang di Karbala). Menjelang matahari terbenam kedua tabuik dibuang ke laut.

         Prosesi pembuangan Tabuik ke laut merupakan suatu bentuk kesepakatan masyarakat untuk membuang segenap sengketa dan perselisihan antar mereka. "Selain itu, pembuangan tabuik juga melambangkan terbangnya buraq yang membawa jasad Husein ke Surga," kata Nasrul Syam.

         Masyarakat Pariaman agar tidak salah dalam memahami ritual Tabuik, mengingat mengingat hanya sebuah tradisi yang tidak terkait dengan hukum Islam.

         "Ritual Tabuik (tradisi masyarakat untuk memperingati wafatnya Hasan dan Husein, cucu Nabi Muhammad SAW dalam perang Karbala) merupakan ritual budaya yang hidup di tengah masyarakat, bukan berarti disamakan dengan ritual keagamaan," kata Wali Kota Pariaman, Mukhlis Rahman.

         Ritual budaya Tabuik merupakan ritual atau kebiasaan masyarakat dalam memperingati wafatnya Hasan dan Husein yang merupakan cucu Nabi Muhammad SAW dalam perang Karbala.

         Dilihat dari sisi sejarahnya, ritual Tabuik merupakan nilai-nilai tradisi kebudayaan yang sampai saat ini masih hidup di tengah-tengah masyarakat.

         Tabuik juga merupakan acara yang mengajarkan nilai kemanusiaan kepada semua masyarakat. "Budaya yang ada dalam masyarakat Pariaman tersebutlah yang kemudian dikemas menjadi ikon pariwisata budaya yang sudah menjadi agenda budaya nasional," tuturnya.    

    Tabuik Pariaman perlu dipromosikan lebih luas untuk menjadikan daerah tersebut tujuan wisata internasional. 

"Promosi wisata budaya daerah perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah, baik daerah maupun pusat untuk memperkaya potensi wisata agar dapat memacu pertumbuhan perekonomian masyarakat," kata Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Sumatera Barat Yulmanhadi.

         Berbagai upaya yang dapat mendukung promosi Tabuik yang sudah menjadi ikon pariwisata budaya Sumbar itu, seperti dengan membuatkan sebuah dokumentasi baik berupa tulisan maupun dalam bentuk video yang dapat diperkenalkan melalui Kedutaan Besar Indonesia di negara-negara sahabat.

         Selain dengan terus berupaya memperkenalkan kebudayaan tersebut melalui kedutaan, juga dengan mengundang kedutaan negara sahabat yang ada di Indonesia. "Hal tersebut tentu akan sangat menunjang promosi wisata daerah ini di mata wisatawan," kata dia.

         Untuk pengembangannya secara menyeluruh pemerintah juga harus berani menganggarkan lebih maksimal untuk kegiatan seperti Tabuik.

         Apabila hal itu dapat dilakukan tentu peningkatan kesejahteraan masyarakat yang saat ini sudah ada akan dapat ditingkatkan semaksimal mungkin.

         "Adanya program seperti itu tentu pemerintah harus dapat menjelaskan secara baik seperti apa pertumbuhan perekonomian yang ditimbulkan dengan kegiatan tersebut sehingga apabila dianggarkan lebih besar juga akan dapat dipertanggungjawabkan," kata politik Golkar itu. (*/jno)


Pewarta : Derizon Yazid
Editor :
Copyright © ANTARA 2024