Said Didu: Pertamina Tidak Monopoli Bisnis Elpiji

id Said Didu: Pertamina Tidak Monopoli Bisnis Elpiji

Said Didu: Pertamina Tidak Monopoli Bisnis Elpiji

Ilustrasi. (Antara)

Jakarta, (Antara) - Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu mengatakan, PT Pertamina (Persero) tidak memonopoli bisnis elpiji nonsubsidi 12 kg. "Tidak ada larangan bagi pelaku usaha lain untuk masuk dalam bisnis elpiji 12 kg. Mereka tidak masuk, karena ini bisnis rugi," katanya saat dihubungi di Jakarta, Senin. Ia melanjutkan lagi, produksi elpiji di Indonesia hanya dilakukan Pertamina, karena tidak ada badan usaha lain yang mau masuk di bisnis ini akibat harga masih murah atau jual rugi. "Jadi, tidak benar jika harga naik karena monopoli Pertamina. Bahkan bisa dibalik, masih untung ada Pertamina yang mau jual rugi," ucapnya. Said juga menyesalkan, komentar politisi yang mencari muka saat kisruh harga elpiji. "Padahal, mereka tahu elpiji 12 itu tidak disubsidi. Hanya 3 kg yang disubsidi. Dengan demikian, kenaikan harga 12 kg tidak perlu lapor pemerintah dan DPR. Hanya 3 kg yang perlu lapor," tuturnya. Menurut dia, jika penguasa bisa memaksa BUMN berbisnis rugi karena tekanan politik, maka BUMN bisa habis. "BUMN adalah milik negara dan bukan pemerintah atau yang sedang berkuasa," tukasnya. Ia juga mengatakan, bahan baku produksi elpiji sekitar 60-70 persen adalah impor, sehingga perubahan nilai tukar rupiah sangat berpengaruh pada harga pokok. Impor elpiji juga disebabkan komposisi gas domestik tidak cocok dan sudah terikat kontrak dengan asing. Said menambahkan, kenaikan harga elpiji 12 kg sudah tertahan selama lima tahun, karena dilarang pemerintah. Kerugian signifikan Pertamina di bisnis elpiji dimulai 2008, saat kurs melemah 25 persen. "Saat itu, Pertamina minta naik, tapi dilarang pemerintah dengan alasan dekat Pemilu 2009. Demikian pula, usulan kenaikan selalu ditolak dan akhirnya kerugian makin besar," ungkapnya. Sementara, komponen biaya gas naik sekitar 250-300 persen sejak lima tahun lalu. Ia juga menyoroti Pertamina yang merugi karena elpiji 12 kg dinikmati kalangan mampu. "Bayangkan perusahaan asing, kafe, hotel, dan restauran mewah disubsidi Pertamina. Ini tidak adil bagi rakyat. Apakah ini juga dipikirkan politisi," katanya, menegaskan. (*/jno)