Hizbut Tahrir Inisiasi Gerakan "Intellectual Awakening for Khilafah"

id Hizbut Tahrir Inisiasi Gerakan "Intellectual Awakening for Khilafah"

Jakarta, (Antara) - Hizbut Tahrir Indonesia menginisiasi gerakan bersama bernama "Intellectual Awakening For Khilafah" atau "Kebangkitan Intelektual Untuk Khilafah" yang digagas pada konferensi intelektual Muslim internasional, yang berlangsung di Jakarta, kata juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia di Jakarta, Minggu. "Ini adalah gerakan para intelektual Muslim seluruh dunia dalam konteks penerapan syariat Islam dan Khilafah," kata Ismail Yusanto. Konferensi bertema "The end of capitalism and the prospects of Islamic civilization under Khilafah" tersebut telah menghadirkan lebih dari 2000 intelektual Muslim dari beberapa negara yakni Aljazair, Jepang, Malaysia, Amerika Serikat, Australia, Libanon dan Inggris, termasuk Indonesia. "Pada hari pertama kita telah membahas beberapa isu utama yang juga menjadi topik utama dalam makalah-makalah ilmiah yang diterima komite intelektual konferensi," kata Ismail. Tujuh topik utama tersebut adalah perubahan politik global dan dampaknya pada negeri Muslim, tantangan tata kelola pemerintahan, tantangan ekonomi, kesehatan dan ketahanan pangan, manajemen energi dan sumber daya alam, perempuan dan keluarga, serta pendidikan dan iptek. "Kita sepakat bahwa semua masalah di dunia yang terjadi di seluruh bidang kehidupan bukan semata-mata soal teknis, tapi terkait satu sama lain dan berakar pada pemisahan agama dari kehidupan politik, sosial dan ekonomi," jelas Ismail. Menurut dia para intelektual Muslim yang hadir pada konferensi internasional tersebut sepakat bahwa jalan keluar dari masalah-masalah tersebut adalah menerapkan Khilafah berikut perangkat hukum dan aturannya yakni syariat Islam. "Islam jarang sekali dikaji dan digali secara ilmiah, seperti sistem ekonomi Islam. Banyak pihak yang mengaitkannya dengan studi Timur Tengah, padahal dua hal ini tidak ada kaitannya," ujar Ismail seraya menegaskan bahwa Khilafah dan syariat adalah gagasan rasional dan ilmiah yang patut diperhitungkan. "Masih ada 'psychological barrier' dalam diri kaum intelektual Muslim untuk menerima Islam sebagai gagasan ilmiah, tapi menganggap semua yang berasal dari barat adalah benar," kata Ismail. Dia menegaskan gerakan kebangkitan intelektual untuk Khilafah menerobos tembok kesombongan para intelektual Muslim, terutama di Indonesia sebagai negeri Islam terbesar di dunia, yang masih menolak pemikiran-pemikiran Islam tanpa mengkaji lebih dalam hal tersebut. (*/WIJ)