Kota Padang (ANTARA) - Kamis siang, langit di Tanah Minangkabau menangis, seolah turut mengiringi penghormatan terakhir bagi 24 jenazah tanpa identitas, korban banjir bandang dan tanah longsor yang meluluhlantakkan daerah itu.
Langit gelap, hujan tak henti-hentinya terus mengguyur Kota Padang, sejak pagi, hingga siang itu. Sumatera Barat berduka. Satu persatu ambulans silih berganti berdatangan ke Masjid Syekh Al Minangkabawi yang berada di jantung Kota Padang.
Satu demi satu jenazah tanpa identitas yang sudah dimandikan itu digotong dengan hati-hati ke dalam masjid untuk dishalatkan. Tidak ada yang tahu siapa mereka, tapi yang pasti mereka ialah korban bencana hidrometerologis yang wajib diselenggarakan, sebagaimana ketentuan dalam Islam.
Puluhan jenazah yang tak diketahui siapa sanak familinya itu dijejer dalam peti mati yang dibalut kain putih. Hanya ada nomor, jenis kelamin, tahun dan daerah asal yang tertulis jelas pada papan nisan berukuran sekitar 40X20 sentimeter. Kelak, tanda itulah yang bisa menjembataninya dengan kerabat yang mungkin masih mencarinya.
Selepas azan berkumandang, ratusan orang memadati Masjid Syekh Al Minangkabawi untuk menunaikan Shalat Zuhur. Usai menunaikan kewajiban empat rakaat itu, masyarakat, polisi, TNI dari berbagai kesatuan, aparatur sipil negara, pegawai BUMN, relawan dan para tokoh agama berbondong-bondong ke lantai dasar untuk menyelenggarakan shalat jenazah.
Shalat dipimpin langsung oleh Kapolda Sumbar Irjen Polisi Gatot Tri Suryanta. Usai menyelenggarakan shalat, jamaah turut mengirimkan doa-doa agar mereka yang berpulang mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya. Kekhusyukan terlihat jelas dari raut wajah mereka yang sudah ikhlas melepas kepergian korban.

Berbagai upaya dilakukan, yakni pencocokan visual, seperti ciri-ciri korban dan pakaian yang digunakan ketika kejadian, hingga pengumpulan sampel deoxyribo nucleic acid (DNA).
Sayangnya, hal itu belum berbuah positif, karena hingga jenazah dishalatkan tak ada satupun pihak keluarga korban yang bisa mengenali di antara 24 korban tersebut. Meskipun demikian, polisi memastikan hal itu tidak menutup kemungkinan bagi siapa saja yang ingin mencari tahu sanak keluarganya, di kemudian hari.
"Bagi masyarakat yang merasa kehilangan keluarganya, silakan datang ke posko DVI terdekat untuk melapor," ujar kapolda.
Pihaknya menegaskan petugas telah bekerja keras dan akan terus bekerja maksimal 24 jam untuk membantu masyarakat, terutama ahli waris, yang hingga kini belum menemukan kerabatnya.
Selain membuka posko pengaduan di tempat, Polri juga membuka layanan daring melalui sambungan telepon di nomor 110. Cara ini diharapkan bisa memberikan kepastian informasi bagi orang-orang yang terus berharap pada sebuah keajaiban dari Tuhan.
Ia menyebutkan 24 jenazah tanpa identitas lengkap itu masing-masing 17 orang berasal dari Kabupaten Agam, enam dari Kabupaten Padang Pariaman dan satu lainnya berasal dari Kota Padang Panjang.
Seluruh korban dimakamkan secara massal di Tempat Pemakaman Umum Bungus, Kecamatan Bungus Teluk Kabung, Kota Padang. Di perbukitan itu, di hadapan Samudera Hindia, mereka beristirahat dalam kedamaian.
Kapolda menjelaskan apabila nantinya setelah dimakamkan ada pihak keluarga yang DNA-nya cocok dari 24 jenazah, maka diizinkan jika ingin memindahkannya ke tempat lain.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Provinsi Sumbar Syaifullah mengatakan pemakaman massal terhadap jenazah tanpa identitas ini dilakukan, setelah para pemangku kepentingan melakukan rapat gabungan.
"Teknis pelaksanaan dan pembiayaannya akan menjadi tanggung jawab Dinas Sosial Provinsi Sumbar," ujar Syaifullah.
Bencana banjir bandang dan tanah longsor ini telah mengubah wajah Sumatra. Sebab, kejadian serupa tidak hanya terjadi di Ranah Minang, tetapi juga melanda Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara. Setidaknya, 960 lebih orang meninggal dunia dan 200 lebih hingga kini belum ditemukan. Angka ini tentu saja dinamis karena hingga kini pencarian terus dilakukan.
Pemerintah Provinsi Sumbar sendiri telah memperpanjang masa tanggap darurat bencana hingga 22 Desember 2025. Langkah ini dilakukan mengingat perkembangan penanganan dampak bencana hidrometeorologi yang melanda daerah tersebut.
Selama periode perpanjangan masa tanggap darurat, penanganan dampak bencana akan terus dimaksimalkan, terutama memulihkan sejumlah akses utama yang rusak parah atau sama sekali sudah tidak bisa digunakan.
Dalam kurun perpanjangan masa tanggap darurat, Gubernur Sumbar meminta dan mengingatkan setiap kepala daerah untuk melengkapi pendataan, baik itu kerusakan rumah warga, fasilitas umum serta data lainnya yang berkaitan dengan kerusakan yang ditimbulkan bencana alam.
Kelengkapan dan keakuratan data ini sangat penting dan vital karena berkaitan langsung dengan upaya rehabilitasi maupun rekonstruksi terhadap kerusakan yang terjadi. Laporan itu nantinya juga akan diteruskan kepada pemerintah pusat agar proses pemulihan bisa dipercepat.
Duka hari ini seakan mengoyak luka lama Tanah Minangkabau yang sejatinya belum pulih dari trauma bencana alam. Pada Sabtu, 11 Mei 2024, Kabupaten Agam, Kota Padang Panjang, dan Kabupaten Tanah Datar luluh lantak dihantam banjir bandang dan banjir lahar dingin Gunung Marapi yang menewaskan puluhan jiwa.
Sebelum peristiwa ini terjadi, alam juga telah menunjukkan kuasanya lewat letusan Gunung Marapi, tepatnya Minggu, 3 Desember 2023. Erupsi besar ini menyemburkan abu vulkanik setinggi 3.000 meter yang turut menewaskan para pendaki.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Lantunan doa untuk mereka yang berpulang tanpa sempat memberi salam
