Listrik, petani adaptif dan Asta Cita Presiden Prabowo

id Asta Cita Presiden Prabowo,Huler Nadira t, Kota Padang, Pekanbaru, Jambi, Bengkulu ,Alahan Panjang,PLN UP3 Solok,PT PLN,PLN UID Sumbar

Listrik, petani adaptif dan Asta Cita Presiden Prabowo

Padang (ANTARA) - Angin yang turun dari lereng-lereng bukit barisan berhembus sedikit kencang. Membentuk riak yang menari di permukaan Danau Diateh, Alahan Panjang, Kabupaten Solok.

Angin itu lalu membubung, menyentuh pucuk-pucuk cemara yang kemudian meliuk. Latar kerlip lampu-lampu kafe yang semakin menjamur dan rona langit senja menciptakan lukisan alami yang tidak akan terlupakan.

Dipinggiran danau, ladang-ladang daun bawang terhampar hijau. Luas membentuk mozaik-mozaik unik yang memanjakan mata.

Sungguh, Tuhan sepertinya sedang tersenyum saat menciptakan Alahan Panjang. Nagari dingin tanpa salju itu.

Meski terlihat menghijau, namun tanah tempat daun bawang itu tumbuh sesungguhnya tengah mengering, nyaris kerontang. Hujan sudah lama tidak turun di Alahan Panjang hingga ladang menjadi kritis.

Ada danau, tapi letaknya lebih rendah dari ladang pertanian. Tidak mungkin mengharapkannya melawan hukum alam untuk naik mengaliri lahan pertanian secara alami.

Sebagian daerah di Sumatera Barat mengalami persoalan yang sama. Sumber air, sungai dan danau berada lebih rendah dari lahan pertanian. Jaringan irigasi yang dibangun belum bisa menyentuh semua lahan pertanian itu sehingga banyak muncul lahan tadah hujan, meski letaknya di dekat sumber air.

Salah seorang petani daun bawang di Alahan Panjang, Amri Ismail juga mengalami hal yang sama. Tetapi alih-alih menyerah dengan kondisi, ia memutar otak untuk bisa memanfaatkan sumber air sekitar danau untuk bisa menyirami ladang bawangnya.

Solusi itu muncul dengan adanya program electrifying agriculture dari PT PLN (Persero).

Program electrifying agriculture ini merupakan salah satu inovasi PLN dengan pemanfaatan energi listrik di bidang agrikultur seperti pertanian, perikanan, perkebunan serta peternakan yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi operasional.

Dengan dukungan itu, ia menerapkan sistem pengairan sprinkler. Dengan memasang pipa di kebun, air dipompa dari pinggiran danau untuk menyiram tanaman bawang.

Bersamaan dengan itu ia juga memanfaatkan listrik yang tersedia untuk mengembangkan inovasi dengan sistem "light trap". Dengan sistem ini, belasan titik lampu dipasang di ladang daun bawang miliknya. Cahaya lampu bisa menarik hama daun bawang untuk mendekat.

Sementara itu, di bawah lampu itu diletakkan wadah yang diisi air yang berfungsi untuk menjebak hama.

Dengan sistem itu ia mengklaim bisa mengurangi pemakaian insektisida sekitar 50 persen bahkan lebih dari kondisi biasa sehingga biaya produksi berkurang sangat signifikan.

Pengurangan penggunaan insektisida itu sekaligus membuat produk pertaniannya menjadi lebih sehat dan lebih aman dikonsumsi karena paparan bahan kimia telah ditekan.

Pembangunan jaringan lampu itu awalnya memang membutuhkan anggaran cukup besar. Namun anggaran itu terkompensasi dari penurunan biaya pembelian insektisida. Jaringan juga bisa bertahan lama dengan biaya listrik yang sangat hemat. Karena itu, jika dihitung-hitung sistem yang dibangun dengan pondasi program electrifying agriculture dari PT PLN (Persero) sangat menguntungkan bagi petani.

Hal yang sama dirasakan oleh Agus Susiloadi, mantan pegawai Balai Perakitan dan Pengujian Tanaman Buah Tropika di Aripan Bawah, Nagari Aripan, Kecamatan X Koto Singkarak, Kabupaten Solok yang saat ini mengelola kebun buah naga.

Menurutnya setelah memasang puluhan titik lampu untuk menerangi 1,5 hektare kebun buah naganya, proses pembuahan menjadi lebih cepat sehingga hasil kebunnya meningkat pesat.

Padahal awalnya, tujuan pemasangan lampu itu hanya untuk pengawasan agar pencuri tidak masuk ke kebun. Tetapi setelah dicoba ternyata memiliki efek positif untuk meningkatkan produksi. Karena itu ia menetapkan pilihan untuk memanfaatkan program Electrifying Agriculture PLN.

General Manager PLN UID Sumbar, Ajrun Karim mengatakan saat ini PLN memang tidak hanya hadir sebatas untuk memberikan penerangan, penyedia listrik tetapi juga ikut menjadi pendorong pergerakan ekonomi dari desa, salah satunya melalui elektrifikasi pertanian.

"Tidak hanya menggerakkan ekonomi dari desa, tetapi juga sekaligus mendukung pangan nasional sesuai dengan Asta Cita Presiden Prabowo,” katanya.

Sebagai penggerak ekonomi PLN juga menyasar usaha pertanian seperti huler (penggilingan padi) di desa-desa, salah satunya Huler Nadira Beras Solok di Jorong Batu Palano, Nagari Salayo, Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok.

Huler didorong menggunakan mesin bertenaga listrik, alih-alih menggunakan bahan bakar minyak (BBM) seperti sebelumnya.

Penggunaan alat giling dan pengering padi listrik mampu menurunkan biaya produksi cukup signifikan. Itu sekaligus menjadi solusi untuk sulitnya mendapatkan BBM jenis solar di daerah itu

Pemilik huler, Yon Harmen membenarkan penurunan biaya produksi dengan menggunakan mesin listrik itu. Saat ini huler miliknya melalui PLN UP3 Solok menggunakan penyalaan daya 53.000 VA. Itu dibantu dengan program Basolek (Bareh Solok Elektrik).

Biasanya ketika menggunakan solar, hulernya membutuhkan 33 liter solar per hari dengan biaya Rp330 ribu per hari atau Rp1.650.000 selama seminggu (lima hari kerja). Saat beralih ke listrik PLN, hanya Rp1 juta seminggu. Ada efisiensi Rp650 ribu per minggu.

Selain itu, kapasitas produksi juga meningkat mencapai 1 ton perhari dengan kualitas hasil produksi lebih maksimal. Biasanya dengan mesin penggerak BBM, kapasitas produksi hanya sekitar 4 ton. Dengan mesin listrik meningkat menjadi 5-6 ton per hari.

Mesin pengering padi menggunakan listrik juga memberikan solusi jika kondisi hujan sehingga tidak bisa menjemur padi di luar.

“Dengan menggunakan listrik hasil produksi mencapai 5-6 ton perhari. Sedangkan saat menggunakan solar hanya 4 ton sehari. Kualitas beras juga meningkat, karena putaran motor lebih stabil,” jelasnya.

Saat ini Huler Nadira tidak hanya menjual beras di Solok tetapi juga ke berbagai kota seperti Kota Padang, Pekanbaru, Jambi, Bengkulu dan lainnya.

Teknologi yang terus berkembang memang telah memberikan banyak kemudahan di berbagai bidang, termasuk pertanian. Namun, tidak semua petani yang adaptif terhadap perkembangan teknologi itu. Sebagian besar, bertahan dengan cara-cara yang konvensional, yang diturunkan oleh nenek moyang.

Tokoh petani yang pernah lama menjabat Kepala Dinas Pertanian Sumbar, Ir. Joni menyebut karakter petani di daerah itu memang cenderung puas dengan cara konvensional yang telah mereka warisi turun temurun.

Terlebih, hasil dari cara konvensional itu dinilai masih bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Ada semacam ketakutan untuk mengubah cara bertani. Takut gagal panen, lalu terjerumus ke lubang hutang.

Namun, jika nanti telah banyak petani yang adaptif terhadap perubahan, yang menggunakan teknologi seperti listrik PLN dan terbukti bisa meningkatkan hasil panen, sedikit demi sedikit akan ada yang mengikuti. Saat itu, pertanian di Sumbar bisa diharapkan lebih efektif, efisien dengan hasil berlipat ganda. Sehingga benar-benar bisa menopang cita-cita Presiden Prabowo untuk mencapai swasembada pangan.*

Pewarta :
Uploader: Jefri Doni
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.