Unand-Universiti Kebangsaan Malaysia adakan pengabdian masyarakat

id Universitas Andalas

Unand-Universiti Kebangsaan Malaysia adakan pengabdian masyarakat

Kegiatan pengabdian masyarakat yang diselenggarakan Departemen Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas bersama Universiti Kebangsaan Malaysia. (Antara/HO-Istimewa).

Padang (ANTARA) - Departemen Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (Unand) bersama Universiti Kebangsaan Malaysia mengadakan pengabdian masyarakat bersama Perguruan Thawalib, Padang Panjang, Sumatera Barat.

Tim dari dua kampus mengadakan pelatihan konselor sebaya untuk santri-santri sekolah yang berdiri sejak awal abad ke-20 tersebut. Dosen di Universitas Kebangsaan Malaysia Nor Ba’yah Abdul Kadir membuka pelatihan dengan memaparkan materi tentang pengertian perilaku berisiko pada remaja dan berbagai jenisnya.

Menurut perempuan yang menyelesaikan studi doktoral di Royal Holloway, University of London itu, perilaku berisiko pada remaja merupakan perilaku yang mengarah kepada tindakan yang menyakiti ataupun berbahaya, seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks bebas dan perilaku lainnya.

Hal tersebut bisa terjadi karena faktor psikologis, sosial, dan lingkungan remaja. Beberapa cara untuk mencegah perilaku berisiko pada remaja adalah dengan menciptakan lingkungan yang suportif, membuat kebijakan yang tepat untuk perilaku berisiko, serta pemberian edukasi mengenai hal tersebut.

Acara kemudian dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Ranisa Kautsar Tristi, yang membahas pengenalan konselor sebaya. Dosen Departemen Psikologi FK Universitas Andalas menjelaskan konselor sebaya merupakan individu-individu dari kelompok yang sama (seusia) dan bukan professional.

Tugas mereka adalah membantu teman-teman sebayanya dalam memahami masalah dan mencari solusinya. Caranya adalah dengan mendengarkan secara aktif, memberikan klarifikasi, dan memberikan umpan balik ketika teman-temannya saat membicarakan masalah mereka.

Selain itu, konselor sebaya perlu mengembangkan sikap yang positif, mendukung, serta bisa membantu teman-temannya dalam merencanakan, mengatur dan mengatasi masalah. Agar peserta dapat menginternalisasi materi yang telah dipaparkan, sesi pelatihan diakhiri dengan latihan peran (role play) yang dipandu oleh Septi Mayang Sarry.

Dalam role play ini, santri-santri mempraktikkan beberapa keterampilan konseling teman sebaya. Mereka beerlatih melakukan observasi, mendengarkan aktif, keterampilan bertanya, dan cara memberikan feedback. Dengan cara ini, peserta lebih paham dan terampil terhadap micro skill yang dibutuhkan konselor sebaya.

Terkait acara pengabdian tersebut, ketua Departemen Psikologi Universitas Andalas, Yantri Maputra, mengutarakan bahwa kegiatan ini didorong oleh kesadaran bahwa komunitas akademik perlu terhubung dengan masyarakat, bukan hanya berdiam di "menara gading."

Kegiatan ini juga melibatkan mahasiswa, tujuannya untuk mengembangkan soft skill yang akan berguna bagi masa depan mereka.

“Kami berharap, kegiatan ini mampu menjadi proses pembelajaran bagi kami untuk meningkatkan pengajaran menjadi lebih baik dengan turun ke lapangan langsung”, tutur pria yang menyelesaikan studi program doktoral di Malaysia tersebut.

Sementara itu, Buya Irwandi, pimpinan Perguruan Thawalib Padang Panjang, menyatakan bahwa konselor sebaya sebenarnya sudah menjadi bagian dari budaya Thawalib. Namun, dengan adanya kerja sama dan pelatihan ini, mereka memperoleh pengetahuan baru yang bermanfaat.

Muhammad Al-Aziz, guru di Perguruan Thawalib, juga berpendapat bahwa kegiatan ini bermanfaat bagi para santri pesantren. Ia berharap kegiatan serupa dapat diadakan di pesantren-pesantren lainnya, karena dampaknya yang sangat positif.

Selaku ketua pelaksana ia mengucapkan terima kasih kepada Departemen Psikologi Universitas Andalas dan Universiti Kebangsaan Malaysia yang telah berbagi ilmu dengan santri-santri Thawalib.

Para santri, sebagai peserta pelatihan, juga merasa senang dan memiliki kesan positif terhadap pelatihan ini. Mereka merasa bahwa pelatihan ini sangat bermanfaat, terutama bagi remaja generasi Z yang kadang over thingking, sehingga membutuhkan teman yang bisa membantu dan menjadi konselor. Salah satu peserta, Salwa berharap kegiatan ini akan terus berlanjut dan melibatkan lebih banyak santri sehingga semakin banyak yang mendapatkan pengalaman serupa.