Legislator : Melestarikan nilai budaya harus di terapkan bukan teori

id Dialog Kebudayaan, hidayat

Legislator : Melestarikan nilai budaya harus di terapkan bukan teori

Dialog Kebudayaan angkatan VII di gelar di Palito Nyalo, Pauh Padang. (ANTARA/ist)

Padang (ANTARA) - Dinas Kebudayaan Sumatera Barat menggelar “Dialog Kebudayaan” Yang Muda Berbudaya" angkatan ke-tujuh di Galanggang Palito Nyalo, pada Sabtu (16/9)

Acara tersebut dihadiri 100 orang peserta yang terdiri dari perwakilan generasi muda, Bundo Kanduang, komunitas seni dan adat se Kecamatan Pauh.

Pelaksanaan kegiatan dialog yang bertajuk yang muda berbudaya ini mengangkat tema Penguatan Lembaga Adat dalam Rangka Mewarisi Nilai-nilai Adat dan Budaya Kepada Generasi Muda.

Kegiatan yang di mulai dengan menampilkan khasanah seni tradisi khas Pauh menampilkan narasumber Mak Katik Musra Dahrizal dan Hidayat.

Kabid Jalanitra Dinas Kebudayaan Provinsi Sumbar, Fadli Junaidi dalam sambutannya menyampaikan kegiatan ini terselenggara dari pokok pikiran anggota DPRD Sumbar Hidayat tahun 2023.

Ia menjelaskan tujuan dari agenda ini mewujudkan peranan pemerintah Provinsi Sumatera Barat dalam menggali menumbuh mengembangkan serta melestarikan nilai-nilai adat dan budaya Minangkabau.

"Kami sangat berterimakasih atas kehadiran bapak ibu serta generasi muda dalam agenda ini, kegiatan ini merupakan kali ke tujuh yang dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan melalui pokok pikiran anggota DPRD Sumbar, Hidayat. Tentu hal ini pencapaian yang luar biasa yang kami dapat, guna terwujudnya indeks kinerja kebudayaan Sumbar," ujarnya.

Fadli menambahkan pentingnya support dan dukungan anggota DPRD dalam hal kepastian anggaran program kebudayaan.

Salah satu generasi muda Palito Nyalo, Abdul Rajab Sani mengapresiasi acara “Dialog Kebudayaan” Yang Muda Berbudaya ini. Ia juga memberikan pertanyaan kepada narasumber tentang mengapa selalu generasi muda yang disalahkan terkait lunturnya nilai-nilai adat dan budaya Minang, serta mempertanyakan apa saja usaha yang dilakukan pemerintah dan pemuka-pemuka adat untuk mempertahankan nilai-nilai adat dan budaya tersebut agar generasi muda tetap mampu mengenali dan memahaminya.

“Kenapa selalu kami yang dari generasi muda yang disalahkan terkait punah atau lunturnya nilai-nilai adat dan budaya di zaman sekarang. Dari pemerintah dan pemuka adat sendiri apa usaha yang dilakukan untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai adat dan budaya agar kami generasi muda ini tetap mengenali dan melestarikannya? Tanya Abdul saat acara ”Dialog Kebudayaan” di Galanggang Palito Nyalo.

Pengurus Bundo Kanduang Limau Manih, Desi Fitria juga turut menyampaikan ucapan terimakasihnya kepada Hidayat karena telah mengusung program ini dengan harapan nilai-nilai adat dan budaya tetap terjaga terutama untuk generasi muda.

Desi juga mengajukan pertanyaan kepada narasumber tentang permasalahan adanya perbedaan paham terhadap Bundo Kanduang dan menurutnya pemerintah kerap terkesan menyalahkan hal tersebut.

"Kenapa ada perbedaan paham dan pendapat tentang Bundo Kanduang? Saya juga melihat pemerintah terkesan menyalahkan. Apa yang harus dilakukan pemerintah untuk menanganinya?" ujar Desi.

Menurut Desi, pertanyaan ini hadir karena ada beberapa kelompok organisasi Bundo Kanduang seperti di tingkat Kota, Kecamatan, Kelurahan bahkan juga ada bundo kanduang menurut limbago atau lembaga adat.

Salah seorang anggota Kampung Wisata Budaya, Laraprosa, juga mengapresiasi adanya program ini. Lara berharap Pemerintah Provinsi dan Kab/Kota merancang program adat dan budaya ini agar tidak monoton sehingga berdampak positif kepada generasi muda.

"Ko yo segeh acara ko mah pak Hidayat. Saya sangat mengapresiasi sekali adanya acara “Dialog Kebudayaan” Yang Muda Berbudaya ini. Harapan terakhir saya yaitu kepada Pemerintah Provinsi maupun Kab/Kota agar bisa merancang program-program adat dan budaya seperti ini dan berusaha agar programnya tidak monoton sehingga generasi muda bisa senang mengikuti program tersebut dan memberikan dampak positif," ucap Lara.

Hidayat dalam pemaparan nya selaku narasumber dalam kegiatan tersebut, mengajak lembaga adat seperti bundo kanduang, kelompok seni dan komunitas generasi muda untuk kembali menerapkan nilai-nilai adat dan budaya Minangkabau dalam menjalankan aktivitas sosial masyarakat.

Hal ini ditekankan Hidayat, karena melihat fenomena aktivitas masyarakat Sumbar cenderung terkontaminasi oleh budaya asing. Hidayat mencontohkan dalam pemanggilan nama kerabat seperti mamak, mak etek, mak angah dan lain-lain sudah jarang digunakan dan digantikan dengan om, tante dan sebagainya, atau penggunaan bahasa daerah lain dalam sebutan pranata sosial, seperti penggunaan istilah teteh untuk memanggil uni.

Hal tersebut membuktikan bahwa budaya Minangkabau kerap tergantikan oleh budaya asing, sehingga melunturkan adat dan budaya Minang itu sendiri.

Jadi intinya untuk melestarikan nilai nilai budaya minangkabau agar jangan sampai punah harus kita terapkan nilai nilai tersebut dalam kehidupan sehari hari tanpa harus mengikuti perkembangan zaman. *