Lonjakan harga beras belum berdampak positif terhadap kesejahteraan petani

id harga beras sumbar,berita sumbar,berita pessel, (HKTI) Kabupaten Pesisir Selatan

Lonjakan harga beras belum berdampak positif terhadap kesejahteraan petani

Salah seorang petani di Kecamatan IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan sedang menggarap lahan pertaniannya.

Painan (ANTARA) - Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Pesisir Selatan, Sumbar Eri Nofriadi mengungkapkan lonjakan harga beras belum berdampak positif terhadap kesejahteraan petani.

Kondisi itu akibat nilai yang diterima petani, khususnya di sub-sektor tanaman pangan lebih rendah dari yang dibayarkan. Artinya pendapatan dari hasil produksi yang mereka dapat jauh lebih kecil dari biaya kebutuhan hidup, maupun modal tanam.

"Harga pupuk subsidi misalnya yang jauh di atas HET. Sementara harga gabah di tingkat petani hanya naik tipis," ujarnya di Painan, Kamis (7/9)

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Barat indeks Nilai Tukar Usaha Pertanian (NUTP) untuk sub-sektor tanaman pangan periode Agustus hanya 97,11 atau terendah dari sub-sektor lainnya.

Capaian tersebut ternyata jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan periode Juli yang mencapai 112,90. Artinya, terjadi penurunan kesejahteraan petani pada sub-sektor tanaman pangan.

Sementara untuk sub-sektor hortikultura mencapai 106,81. Sub-sektor peternakan 113,57, sub-sektor perikanan 100,00 dan yang tinggi adalah sub-sektor tanaman perkebunan 124,35, sub-sektor.

Eri melanjutkan pemerintah pusat seperti tidak berdaya dengan ketetapan harga yang telah dibuatnya. Kondisi itu diperparah lemahnya pengawasan daerah, sehingga harga pupuk subsidi kian tak terkendali.

Pada akhirnya beban tersebut harus dipikul petani sebagai pengguna, meski itu berat. Padahal biaya pupuk merupakan salah satu komponen paling besar dalam struktur modal usaha tanaman pangan.

"Keteraturan harga pupuk subsidi ini tidak pernah jelas. Ia selalu seperti bola salju yang kemudian menggelinding menghimpit ekonomi petani," tuturnya.

Tak hanya pada modal usaha, beban biaya yang ditanggung petani bertambah besar menyusul naiknya harga kebutuhan pokok lainnya, seiring pergerakan harga beras di pasaran.

Di Pesisir Selatan misalnya, harga beras terus naik sejak Juni. Varietas PB 42, anak daro dan bujang marantau dari Rp12.000 per Kilogram, kini Rp14.500 per Kilogram, naik di atas 10 persen.

Begitu juga untuk varietas beras Solok dan Cisokan Kubang yang kini sudah menyentuh Rp16.500 per Kilogram dari yang awalnya hanya Rp14.500 per Kilogram, naik sekitar tujuh persen.

Laju kanaikan harga beras bahkan telah melampaui HET. Sementara harga gabah kering panen atau di tingkat petani hanya naik sebesar 2,06 persen, sehingga tidak seimbang.

Kenaikan harga beras terpantau lebih dinikmati pedagang. Mereka cenderung tidak terpengaruh anomali harga, karena hanya bermain di selisih pembelian dan penjualan.

"Nah, dengan adanya selisih yang cukup timpang antara kenaikan harga beras dan harga gabah itu adalah gambaran anomali harga ini menjadi beban baru bagi petani," terangnya.

Karena itu dirinya berharap ada solusi berupa kebijakan yang memihak pada perlindungan terhadap harga gabah yang dihasilkan petani, baik jangka panjang maupun jangka pendek.

Sebab bicara pengentasan kemiskinan adalah soal peningkatan kesejahteraan dan petani, karena sebagian beras populasi penduduk miskin di daerah ini adalah keluarga petani.

Pemerintah kabupaten mesti menyiapkan upaya terpadu melalui sinergitas sejumlah perangkat daerah guna melindungi harga gabah salah satunya dengan optimalisasi lumbung pangan masyarakat.

Alokasi Cadangan Beras Pemerintah (CBP) hendaknya dipasok melalui gabah lokal yang dikelola dan diaimpan pada lumbung pangan. Langkah ini sekaligus menjaga harga gabah petani tidak anjlok saat panen raya.

"Panen raya justeru petaka bagi petani, karena tata kelola pangan sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar. Jadi, jika panen melimpah, otomatis harga murah. Nah, lagi-lagi yang korban petani," jelasnya.

Sementara rangkiang atau lumbung padi merupakan lambang daerah Kabupaten Pesisir Selatan yang merupakan simbol ketahanan dan kemandirian pangan. Namun kenyataannya lumbung tidak berisi.

Alokasi anggaran penyediaan CBP hingga kini belum menjadi prioritas pembahasan dalam penyusunan APBD. Padahal pangan adalah kunci ketahanan negara. Kedaulatan negara sangat bergantung pada pangan.

Bahkan Presiden Soekarno menyebutkan petani sebagai akronim 'Penjaga Tatanan Negara Indonesia.' Di Pesisir Selatan sektor pertanian tercatat sebagai penyumbang utama pertumbuhan ekonomi.

"Tapi menjadi sebuah ironi, karena sebagian besar masyarakat miskinnya justeru petani dan rentan dengan gejolak harga komoditi produksinya sendiri. Memang, di dunia ini ada sejumlah penemu yang mati akibat temuannya"

Dirinya optimis jika pemerintah kabupaten memperbaiki tata kelola dan tata niaga pangan gejolak harga dapat dikendalikan dengan baik, mengingat Pesisir Selatan penghasil beras kedua tertinggi di Sumbar.

Kemudian di sisi hulu pemerintah kabupaten mempercepat penyediaan irigasi berkondisi baik sebagai infrastruktur dasar pertanian. Melakukan aksi nyata penertiban harga jual pupuk bersubsidi.

Keduanya adalah faktor penentu tingkat produktifitas lahan. Dengan produktifitas yang relatif lebih tinggi tentu memberikan dampak positif terhadap pendapatan petani dan kemajuan daerah.

Pendistribusiqn APBD hendaknya bukan soal untung rugi, tapi lebih pada upaya menstimulan segala potensi yang dimiliki daerah demi sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat.

"Jadi, bukan soal PAD yang lebih utama. Bukan soal apa yang didapat daerah, tapi tentang bagaimana APBD mampu menjadi instrumen pengungkit kesejahteraan rakyat menuju kemandirian daerah," tegasnya.

Apresiasi Hilirisasi

Namun begitu dirinya secara pibadi dan Ketua HKTI mengapresiasi komitmen bupati soal kebijakan pembangunan infrastruktur seperti jalan kabupaten yang fokus pada daerah sentra produksi pertanian.

Keberadaan jalan yang memadai bakal memangkas biaya distribusi, sehingga penerimaan petani dari penjualan hasil pertaniannya menjadi bertambah.

Betapa tidak, jalan merupakan penunjang utama kegiatan perekonomian. Lebih dari itu masyarakat sekitar juga terbebas dari ekonomi biaya tinggi, seiring lancarnya distrubusi.

HKTI kata Eri juga mendukung penuh kebijakan hilirisasi sektor pertanian yang kini digencarkan bupati seperti pada pembangunan sentra atsiri di Kecamatan Lunang dan gambir di Kecamatan Batang Kapas.

"Kami HKTI tentu berharap kebijakan politik anggaran Pemkab Pesisir Selatan melihat petani dan sektor pertanian sebagai sebuah kebutuhan demi kemajuan daerah," ulasnya.

Secara terpisah Kepala Dinas Pertanian Pesisir Selatan Madrianto mengaku terus menyuarakan persoalan harga pupuk subsidi yang tidak sesuai HET dalam berbagai kesempatan.

Persoalan tidak disampaikan pada Komisi Pengawas Pupuk dan Petstisida Provinsi semata, tapi pihaknya juga sudah pernah menyampikannya pada pemerintah pusat melalui Kementerian Pertanian.

"Ini sebenarnya adalah persoalan klasik yang tak kunjung usai. Meski begitu, kami dari pemerintah kabupaten akan mencari solusi," ujarnya.

Sedangkan untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan petani pemerintah kabupaten tahun ini menyalurkan bantuan peralatan produksi. Melabel sejumlah varietas padi sebagai kearifan lokal.

Memfasilitasi akses permodalan petani secara individu atau kelompok pada lembaga pembiayaan bank dan non-bank, sehingga petani tidak bergantung pada tengkulak.

"Tahun ini Pesisir Selatan juga dapat satu unit pabrik minyak goreng mini dengan kapasitas produksi 1,5 ton per hari. Nah, ini tentu menjawab persoalan harga TBS dari kebun masyarakat," sebutnya. (Teddy Setiawan)