Mengurai Inflasi Kota Padang

id inflasi padang, berita padang, berita sumbar

Mengurai Inflasi Kota Padang

Pedagang menata telur ayam pada Bazar Sembako di halaman Kantor Gubernur Sumatera Barat di Padang, Selasa (20/9/2022). (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/tom).

Padang (ANTARA) - Baru-baru ini Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka inflasi September 2022 yang terjadi di tiga daerah di Indonesia nilainya melampaui angka inflasi di Amerika Serikat (AS) pada waktu yang bersamaan. Tiga daerah dengan nilai inflasi (year-on-year/yoy) tertinggi adalah Sampit (Kalimantan Tengah) 8,85 persen , kemudian Jayapura 8,62 persen , dan Kota Padang 8,54 persen . Angka inflasi ketiga kota ini semuanya lebih tinggi dari angka inflasi di AS 8,30 persen .

Tingginya angka inflasi yang dialami oleh hampir semua daerah di Indonesia, rupanya mengkhawatirkan Kepala Negara kita. Oleh karena itu beberapa waktu yang lalu Presiden memanggil semua Gubernur/Bupati/Wali Kota se Indonesia berkumpul di Jakarta untuk menerima pengarahan langsung dari beliau tentang langkah-langkah strategis yang harus dilakukan di masing-masing daerah untuk menekan laju inflasi.

Secara umum dapat dikatakan bahwa inflasi terjadi akibat tidak seimbangnya antara permintaan (demand) dan penawaran (supply) dari barang/jasa, jumlah uang yang beredar dan production cost. Kondisi seperti ini dialami oleh hampir semua daerah saat ini, walaupun dengan intensitas dan kadar yang berbeda.

Khusus di Kota Padang inflasi yang terjadi selama tiga bulan terakhir menunjukkan angka yang mengejutkan banyak pihak. Pada bulan Juli 2022 yang lalu statistik mencatat angka inflasi (yoy) di Kota Padang mencapai 8,07 persen . Kemudian pada bulan Agustus mengalami sedikit penurunan menjadi 7,14 persen, tetapi kembali naik lebih tinggi lagi bulan September 8,54 persen.

Pada bulan September andil terbesar penyebab terjadinya inflasi yang cukup tinggi di Kota Padang adalah kelompok pengeluaran Transportasi (7,23 persen), diikuti oleh kelompok Penyediaan Makan dan Minuman Restoran (1,29 persen), serta kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau (0,57 persen). Kenaikan BBM ternyata memberikan dampak yang berat bagi sistem perekonomian lokal, dan sekaligus menjadi trigger melambungnya tarif transportasi umum dan transportasi online.

Mengutip Berita Resmi Statistik tentang Perkembangan Indeks Harga Konsumen yang diterbitkan oleh BPS Kota Padang bulan Juli, Agustus dan September 2022, terdapat tiga kelompok pengeluaran yang sangat fluktuatif selama kurun waktu tiga bulan terakhir sebagai penyumbang terjadinya inflasi yang tinggi. Ketiga kelompok pengeluaran itu adalah ; 1) kelompok pengeluaran Makanan, Minuman dan Tembakau, 2) kelompok pengeluaran Transportasi, dan 3) kelompok pengeluaran Pendidikan.

Pada bulan Juli andil kelompok pengeluaran Makanan, Minuman dan Tembakau terhadap inflasi sebesar 2,36 persen. Kemudian terjadi deflasi pada bulan Agustus sebesar 3,2 persen, dan naik kembali menjadi 0,57 persen pada bulan September. Sementara itu pada kelompok pengeluaran Transportasi, andilnya pada bulan Juli sebesar 2,53 persen , lalu deflasi pada bulan Agustus sebesar 0,29 persen , dan meroket menjadi 7,23 persen pada bulan September.

Kemudian kelompok pengeluaran Pendidikan, memberikan andil sebesar 2,12 persen pada bulan Juli, kemudian turun menjadi 0,20 persen di bulan Agustus, dan 0 persen pada bulan September.

Fluktuasi andil ketiga kelompok pengeluaran ini terhadap inflasi menarik untuk dicermati dan sekaligus dapat dijadikan sebagai referensi bagi pemangku kepentingan untuk menyiapkan strategi yang lebih tepat guna mengantisipasi terjadinya fluktuasi sejenis.

Masih mengutip Berita Resmi Statistik tentang Perkembangan Indeks Harga Konsumen September 2022 yang diterbitkan oleh BPS Kota Padang, tercatat beberapa komoditi yang memberikan andil besar terhadap angka inflasi Kota Padang. Komoditi tersebut diantaranya adalah ; bensin, beras, angkutan dalam kota, ketupat/lontong sayur, angkutan antar kota, tarif angkutan online roda dua, tarif travel, solar, tarif angkutan online roda empat, daging ayam ras, dan beberapa komoditi lainnya.

Hampir semua komoditi tersebut berkorelasi langsung dengan distribusi serta perpindahan orang dan barang dalam suatu kurun waktu tertentu. Distribusi dan perpindahan orang/barang merupakan aktifitas transportasi yang pada saat ini terdampak cukup berat akibat kenaikan BBM beberapa waktu yang lalu, ditambah oleh faktor cuaca yang kurang menguntungkan.

Fluktuasi inflasi dan deflasi sebenarnya bukanlah sesuatu yang unpredictable. Proses perencanaan pembangunan yang berasaskan bottom-up dan top-down, masih memungkinkan adanya celah intervensi guna mengantisipasi terjadinya fluktuasi inflasi/deflasi. Bagian hulu perencanaan pembangunan merupakan key-point untuk menyiapkan amunisi dan kartu truf dalam merespon dan mengantisipasi inflasi/deflasi tersebut, sembari mencermati dinamika perkembangan kondisi eksisting.

Kombinasi Operasi Pasar dan pemberian BLT kepada masyarakat terdampak mungkin adalah solusi terbaik jangka pendek saat ini, tetapi bersifat instan. Justru dampak inflasi sebenarnya menyasar kepada masyarakat berpenghasilan tetap. Orang akan lebih selektif dalam membelanjakan uangnya dengan menekan serendah mungkin pengeluarannya, dan sebagian lagi melakukan saving dari pendapatan terbatas yang diperolehnya. Secara umum, terkadang ini yang selalu disebut sebagai rendahnya daya beli masyarakat sehingga menyebabkan terjadinya inflasi yang tinggi, atau sebaliknya.

Kebijakan penghematan anggaran khusus belanja jasa oleh sebagian Pemerintah Daerah justru menjadi senjata makan tuan pada saat ini. Apa lagi proyek-proyek padat karya dari Pemerintah yang berdampak langsung kepada masyarakat luas hampir tidak terlaksana akibat re-focusing anggaran yang dilakukan. Maka akan menjadi suatu hal yang mustahil ketika kita berharap terjadinya akselerasi government expenditure sebagai trigger menekan laju inflasi.

Masih segar dalam ingatan kita teori Keynes yang mengatakan bahwa inflasi bisa terjadi ketika suatu golongan masyarakat ingin hidup melebihi batas kemampuan ekonominya dengan membeli barang dan jasa secara berlebihan. Sesuai hukum ekonomi, semakin banyak permintaan tetapi penawaran tetap, maka harga-harga akan naik.

Kondisi kita saat ini mungkin sebaliknya. Maka yang terbaik adalah mempertahankan daya beli masyarakat (terutama yang berpenghasilan tetap) agar tercipta keseimbangan antara permintaan dan penawaran, sehingga inflasi dapat lebih terkendali.

Penulis merupakan ASN Pemkot Padang dan Dosen Politeknik Negeri Padang