Dharmasraya bertekad tekan angka stunting

id stunting,pemkab dharmasraya,sutan riska

Dharmasraya bertekad tekan angka stunting

Bupati Dharmasraya Sutan Riska Tuanku Kerajaan dalam kegiatan rembuk percepatan stunting di daerah itu, Selasa (27/9). (ANTARA/Ilka Jensen)

Pulau Punjung (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Dharmasraya, Sumatera Barat (Sumbar) bertekad menekan angka stunting atau keterlambatan tumbuh kembang bayi yang saat ini berada diangka 19,5 persen.

"Ini menjadi tanggungjawab yang besar kepada kita bersama, karena pada saat ini dari 16.888 balita di Dharmasraya, 1.404 anak dinyatakan stunting," kata Bupati Dharmasraya, Sutan Riska Tuanku Kerajaan, di Pulau Punjung, Rabu.

Ia mengatakan Dharmasraya bersama 154 kabupaten/kota telah ditetapkan sebagai daerah perluasan penurunan stunting terintegrasi 2022. Hal itu sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang penurunan angka stunting.

Menurut dia penanganan stunting tidak hanya menjadi tanggungjawab dinas kesehatan, namun ada instansi lain yang bahkan dapat penyumbang 70 persen upaya penurunan stunting.

Misalnya, lanjut dia peran Dinas PUPR dalam memenuhi akses senitasi dan pemenuhan air minum yang layak, Dinas Pangan dan Perikanan dalam pemenuhan konsumsi ikan, Dinas Sosial dalam pendataan keluarga berisiko stunting, dan instansi terkait lainnya.

"Ke depan diperlukan koordinasi dan kerjasama yang ekstra untuk bisa dilakukan dalam percepatan penurunan stunting. Hal ini sudah kita pertegas dengan membuat komitmen bersama yang ditandai penandatanganan kerjasama dalam kegiatan rembuk stunting yang digelar kemarin," ungkap dia.

Ia mengatakan bahwa sesuai dengan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 angka prevalensi kasus stunting di Dharmasraya adalah 19,5 persen.

Angka tersebut, kata dia berada di bawah angka prevalensi stunting Sumbar yaitu 23,5 persen. Berdasarkan instruksi Presiden, bahwa pada 2024 angka prevalensi stunting harus menyentuh diangka 14 persen.

Terpisah, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) membeberkan bahwa kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat menjadi akar utama dari masalah kekerdilan pada anak (stunting).

"Kalau kita perangi stuntingnya saja, maka kita akan lelah, jadi kita harus mengambil akar permasalahannya,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam acara penandatanganan MOU BKKBN bersama Mitra di Jakarta, Jumat (23/9).

Hasto menyatakan kurangnya kesadaran sebagian masyarakat Indonesia belum bisa memahami pentingnya lingkungan bersih dan layak huni bagi kesehatan keluarga.

Pengertian seperti buang air sembarangan, masih diartikan boleh dilakukan selain di atas permukaan tanah. Misalnya seperti danau atau sumber air lainnya. Padahal, kebiasaan tersebut akan memicu timbulnya bakteri E-coli penyebab diare.