Pemprov Sumbar raih 85 persen capaian indikator MCP KPK RI

id MCP, KPK RI, Firli Bahuri

Pemprov Sumbar raih 85 persen capaian indikator MCP KPK RI

Gubernur Sumbar Mahyeldi mendampingi Sekda Hansastri menerima penghargaan dari KPK RI. (ANTARA/ist)

Padang (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Pemprov Sumbar) berhasil meraih 85 persen nilai capaian indikator pada seluruh area intervensi Monitoring Center for Prevention (MCP) dari KPK RI tahun 2021.

“Dengan dipenuhinya seluruh area intervensi tersebut, berarti kita telah melakukan pencegahan korupsi di lingkungan pemerintah daerah," kata Gubernur Sumbar, Mahyeldi dalam Rapat Koordinasi Ketua KPK RI, Firli Bahuri dengan kepala daerah se-Sumbar, Selasa.

MPC merupakan aplikasi terintegrasi yang dikembangkan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) guna memudahkan monitoring upaya koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi yang dioperasikan salah satunya oleh pemerintah daerah.

Sementara itu, nilai rata-rata MCP Provinsi Sumbar mencapai sebesar 73 persen atau lebih tinggi dari capaian nasional sebesar 71 persen.

Meski telah memenuhi sebahagian besar indikator area intervensi MCP, namun Gubernur Mahyeldi mengingatkan agar jangan berpuas diri atas capaian ini dan akan terus bekerja lebih maksimal guna memenuhi seluruh area intervensi MCP.

Ia mengatakan pada tahun 2022, Pemprov Sumbar berkomitmen akan memberikan perhatian khusus terhadap indikator penilaian yang capaiannya belum maksimal. Sehingga perlu dipikirkan langkah kesiapannya dalam menuntaskan rencana aksi yang telah ditetapkan.

Pada kesempatan itu, juga diserahkan penghargaan kepada pemerintah daerah yang meraih skor MCP tertinggi di Sumbar. Di mana skor tertinggi diraih oleh Pemko Bukittinggi, kedua, Kota Padang Panjang dan ketiga, Pemprov Sumbar.

Selain itu juga penyerahan penghargaan kepada kepala daerah dengan skor peningkatan MCP. Peringkat pertama diraih Pemkab Kabupaten Solok Selatan (Solsel), peringkat kedua, Pemko Pariaman, peringkat ketiga, Pemkab Tanah Datar.

Juga ada penghargaan kategori penyerahan sertifikat tanah pemerintah daerah terbanyak, realisasi capaian piutang tertagih tertinggi di Sumbar, kantor pertanahan dengan penerbitan sertifikat tanah pemerintah terbanyakdan survey penilaian integritas (SPI) tertinggi.

Penghargaan diserahkan langsung oleh Ketua KPK RI, Firli Bahuri dan Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah kepada kepala daerah masing-masing.

Khusus Pemprov Sumbar penghargaan diserahkan Firli kepada Sekdaprov Sumbar disaksikan oleh Mahyeldi.

Ketua KPK RI, Firli Bahuri mengapresasi pencapaian MCP Pemprov Sumbar dan rata-rata Provinsi Sumbar.

Sementara itu Ketua KPK RI Firli Bahuri mengungkapkan Pemprov Sumbar meraih peringkat ketujuh dalam SPI tahun 2021 yang digelar oleh KPK yang bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS).

"Provinsi Sumbar berada pada peringkat ketujuh dengan memperoleh poin 75,44. Peringkat pertama diraih oleh Yogyakarta, kedua, Jawa Tengah, ketiga Jawa Barat, keempat Bali, kelima, Sulawesi Selatan, keenam Gorontalo dan ketujuh diraih oleh Sumbar," ujarnya.

"Capaian SPI diharapkan bukan hanya untuk mengukur individu, namun juga mengukur integritas antar individu dengan institusi pemerintahan seperti kementerian dan lembaga," lanjutnya.

Firli juga mengungkapkan, dari data yang ditemuinya, Provinsi Sumbar termasuk kecil kasus korupsinya dengan urutan nomor 27 dari 34 provinsi di Indonesia. “Itu membuktikan masyarakat Sumbar betul-betul mencintai bangsa Indonesia,” ucapnya.

Firli mengingatkan, pemberantasan korupsi menjadi penting di setiap negara. Karena sulit rasanya tujuan negara akan tercapai, apabila masih ada tindakan korupsi.

Korupsi dirumuskan dalam 30 jenis Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan dikelompokkan menjadi tujuh jenis besar Tipikor.

Tujuh jenis besar tersebut, yaitu kerugian keuangan negara, penggelapan dalam jabatan, perbuatan curang, pemerasan, gratifikasi, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan suap menyuap.

Salah satu pemberantasan korupsi dilakukan KPK yakni melakukan pencegahan. Pencegahan itu dilakukan tentang pendekatan kepada masyarakat.

Faktor penyebab korupsi juga didukung oleh buruk dan lemahnya sistem sehingga membuat orang ingin berbuat korupsi, hal tersebut terjadi karena kurangnya etika dan integritas.

“Membangun anti korupsi itu tidak mudah tetapi kita ingin Indonesia memiliki budaya dan peradaban anti korupsi. Karena itu, saya mengajak seluruh lapisan masyarakat juga membangun kelompok-kelompok anti korupsi,” katanya.***2***