Indonesia-Sri Lanka sepakat dorong perundingan perjanjian dagang istimewa
Jakarta (ANTARA) - Duta Besar RI untuk Sri Lanka Dewi Gustina Tobing dan Menteri Perdagangan Sri Lanka Bandula Gunawardane sepakat untuk mendorong segera dimulainya perundingan perjanjian dagang istimewa (Preferential Trade Agreement/PTA) antara Indonesia dan Sri Lanka.
Hal itu dinyatakan dalam pertemuan antara keduanya di kantor Mendag Sri Lanka pada Jumat (11/2), menurut keterangan KBRI Colombo yang diterima di Jakarta, Minggu.
Perundingan PTA dinilai akan memberi banyak manfaat untuk peningkatan hubungan kerja sama ekonomi dan perdagangan kedua negara.
Dengan adanya PTA, menurut Dubes Dewi, nantinya diharapkan semakin banyak produk-produk Indonesia yang dapat masuk ke pasar Sri Lanka.
"Hal ini tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan domestik Sri Lanka, namun juga memaksimalkan potensi Sri Lanka sebagai hub (pusat kegiatan) perdagangan serta sebagai bagian dari perjanjian perdagangan bebas di kawasan Asia," ujarnya.
Terkait dengan kebijakan Sri Lanka yang membatasi dan melarang impor produk non-esensial ke Sri Lanka, Dubes RI mendorong Pemerintah Sri Lanka untuk mempertimbangkan mengangkat kebijakan tersebut sehingga tidak menghambat arus perdagangan antara kedua negara.
Menteri Bandula menyampaikan bahwa pelarangan dan pembatasan impor tersebut hanya diterapkan untuk sementara waktu dan diharapkan dapat segera diangkat dalam waktu dekat.
Dubes RI dan Mendag Sri Lanka juga membahas upaya peningkatan perdagangan yang dapat diperkuat melalui skema joint venture dan investasi.
Secara khusus Dubes Dewi meminta akses yang lebih terbuka bagi produk kelapa sawit Indonesia ke Sri Lanka.
Sebagaimana halnya Sri Lanka memberi perhatian kepada lingkungan berkelanjutan, dia menekankan bahwa pertanian dan perkebunan Indonesia menerapkan standar ramah lingkungan dan memberlakukan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk produk kelapa sawit.
Menanggapi hal tersebut, Mendag Bandula menyatakan keinginan untuk mengimpor kelapa sawit dari Indonesia dengan skema kredit.
Dubes RI menyatakan akan menindaklanjuti dengan menyampaikan keinginan Sri Lanka itu kepada pihak-pihak terkait di Indonesia, termasuk dengan EXIM Bank. Pola skema kredit juga akan dijajaki untuk produk-produk lainnya.
Dubes Dewi selanjutnya mendorong Menteri Bandula untuk berkunjung ke Indonesia guna menindaklanjuti potensi kerja sama perdagangan antara kedua negara.
Menteri Bandula menyambut baik usulan tersebut dan mempertimbangkan untuk melakukan kunjungan ke Indonesia pada tahun ini dengan membawa delegasi bisnis Sri Lanka.
Pada 2021, nilai ekspor Indonesia ke Sri Lanka mengalami kenaikan sebesar 42,83 persen dibandingkan pada 2020, menurut keterangan KBRI Colombo.
"Indonesia berpeluang untuk meningkatkan ekspor ke Sri Lanka untuk barang-barang konsumen maupun untuk industrinya. Saat ini produk-produk setengah jadi dan hampir jadi mempunyai peluang yang besar untuk memenuhi kebutuhan industri Sri Lanka," ucap Dubes Dewi.
"Saya sudah bicara dengan beberapa pengusaha di Sri Lanka dan sedang kita jajaki produk-produk yang dibutuhkan oleh Sri Lanka," lanjutnya.
Hal itu dinyatakan dalam pertemuan antara keduanya di kantor Mendag Sri Lanka pada Jumat (11/2), menurut keterangan KBRI Colombo yang diterima di Jakarta, Minggu.
Perundingan PTA dinilai akan memberi banyak manfaat untuk peningkatan hubungan kerja sama ekonomi dan perdagangan kedua negara.
Dengan adanya PTA, menurut Dubes Dewi, nantinya diharapkan semakin banyak produk-produk Indonesia yang dapat masuk ke pasar Sri Lanka.
"Hal ini tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan domestik Sri Lanka, namun juga memaksimalkan potensi Sri Lanka sebagai hub (pusat kegiatan) perdagangan serta sebagai bagian dari perjanjian perdagangan bebas di kawasan Asia," ujarnya.
Terkait dengan kebijakan Sri Lanka yang membatasi dan melarang impor produk non-esensial ke Sri Lanka, Dubes RI mendorong Pemerintah Sri Lanka untuk mempertimbangkan mengangkat kebijakan tersebut sehingga tidak menghambat arus perdagangan antara kedua negara.
Menteri Bandula menyampaikan bahwa pelarangan dan pembatasan impor tersebut hanya diterapkan untuk sementara waktu dan diharapkan dapat segera diangkat dalam waktu dekat.
Dubes RI dan Mendag Sri Lanka juga membahas upaya peningkatan perdagangan yang dapat diperkuat melalui skema joint venture dan investasi.
Secara khusus Dubes Dewi meminta akses yang lebih terbuka bagi produk kelapa sawit Indonesia ke Sri Lanka.
Sebagaimana halnya Sri Lanka memberi perhatian kepada lingkungan berkelanjutan, dia menekankan bahwa pertanian dan perkebunan Indonesia menerapkan standar ramah lingkungan dan memberlakukan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk produk kelapa sawit.
Menanggapi hal tersebut, Mendag Bandula menyatakan keinginan untuk mengimpor kelapa sawit dari Indonesia dengan skema kredit.
Dubes RI menyatakan akan menindaklanjuti dengan menyampaikan keinginan Sri Lanka itu kepada pihak-pihak terkait di Indonesia, termasuk dengan EXIM Bank. Pola skema kredit juga akan dijajaki untuk produk-produk lainnya.
Dubes Dewi selanjutnya mendorong Menteri Bandula untuk berkunjung ke Indonesia guna menindaklanjuti potensi kerja sama perdagangan antara kedua negara.
Menteri Bandula menyambut baik usulan tersebut dan mempertimbangkan untuk melakukan kunjungan ke Indonesia pada tahun ini dengan membawa delegasi bisnis Sri Lanka.
Pada 2021, nilai ekspor Indonesia ke Sri Lanka mengalami kenaikan sebesar 42,83 persen dibandingkan pada 2020, menurut keterangan KBRI Colombo.
"Indonesia berpeluang untuk meningkatkan ekspor ke Sri Lanka untuk barang-barang konsumen maupun untuk industrinya. Saat ini produk-produk setengah jadi dan hampir jadi mempunyai peluang yang besar untuk memenuhi kebutuhan industri Sri Lanka," ucap Dubes Dewi.
"Saya sudah bicara dengan beberapa pengusaha di Sri Lanka dan sedang kita jajaki produk-produk yang dibutuhkan oleh Sri Lanka," lanjutnya.