Padang (ANTARA) - Pernah mendengar “Trust Issue” atau krisis kepercayaan ?. Dalam dunia psikologi krisis kepercayaan saat ini menjadi salah satu topik yang cukup sering dibahas.
Apalagi saat ini, kesadaran atau awareness terhadap kondisi kesehatan mental menjadi tren dalam kehidupan nyata dan di media sosial.
Krisis kepercayaan merupakan suatu kondisi seseorang memiliki masalah kepercayaan dengan orang lain, dalam hal ini penderita menjadi sulit membangun rasa percaya dengan orang di sekitarnya, baik kepada orang tua, teman, mau pun pacar.
Krisis kepercayaan disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kejadian di masa lalu yang menyakitkan, dikhianati, dikecewakan diabaikan, dan masih banyak lagi faktor lainnya.
Kejadian tidak mengenakkan di masa lalu, terkadang menimbulkan traumatis. Rasa trauma ini yang kemudian menjadikan si penderita sulit untuk percaya dengan orang lain, bahkan bisa menjadi krisis kepercayaan.
Tentu saja, hal ini dapat mempengaruhi bahkan mengganggu kualitas hubungan antara si penderita dengan orang-orang di sekitarnya. Para penderita krisis kepercayaan akan menjadi ragu, tidak aman, tidak percaya, dengan orang-orang di sekitarnya, dan sering berpikir negatif atau berasumsi bahwa orang lain tidak baik dan dapat membahayakan dirinya.
Saat ini, tren terhadap kesehatan mental marak digembor-gemborkan. Dapat dilihat bahwa para artis dan influencer mulai bersuara untuk menyadarkan orang-orang mengenai pentingnya rasa peduli dan peka terhadap kondisi mental diri sendiri dan orang sekitar, contohnya penyanyi Raisa ikut menyanyikan lagu “Trust Again” dalam project Disney.
Raisa menyatakan lagu tersebut amat berarti untuknya dan memiliki makna yang dalam, karena isu kepercayaan yang diangkat dalam lagu itu relevan dengan kondisi dunia saat ini.
Menurut penulis tren untuk meningkatkan kepedulian terhadap krisis kepercayaan ini memang menjadi langkah yang bagus dan tepat. Dengan adanya tren seperti ini yang diangkat oleh para tokoh publik, maka akan dapat membantu mengedukasi masyarakat terkait pentingnya peka terhadap kondisi mental seseorang.
Hal ini dikarenakan, masih banyak sekali masyarakat yang menganggap penyakit mental itu bukan hal yang serius.
Berangkat dari pengalaman pribadi, penulis pun pernah mengalami cemoohan ketika berbicara soal krisis kepercayaan. Kalimat yang dilontarkan orang-orang sekitar terkadang berbunyi seperti “Ahh.. itu mah karena kurang ibadah aja”, “Terlalu lebay sampai bilang itu penyakit!”, dan masih banyak lagi kalimat-kalimat cemooh yang menganggap krisis kepercayaan itu sebagai hal sepele bahkan hal yang dibuat-buat.
Dilansir dari Alodokter dijelaskan krisis kepercayaan banyak dianggap orang sebagai rasa sedih biasa, padahal sebenarnya jauh lebih rumit dari pada itu. Ini menunjukkan masih ada orang yang menyepelekan hal ini.
Cuitan twitter dari @tubirfess menyatakan faktor utama munculnya trust issue karena masa lalu. Tanpa disadari ternyata sebegitu kuatnya efek masa lalu yang jelek.
Di luar sana ada banyak orang-orang yang mengalami krisis kepercayaan dan diantaranya masih berjuang untuk mengatasinya, dan rata-rata penyebabnya adalah karena memiliki masa lalu yang buruk, seperti dikhianati dan dikecewakan.
Krisis kepercayaan perlu untuk diatasi, agar tidak menjadi penghalang bagi si penderita ketika membangun hubungan dan komunikasi dengan orang-orang di sekitarnya.
Dilansir dari sehatq.com salah satu cara untuk mengatasi krisis kepercayaan adalah dengan mengikuti terapi perilaku kognitif (CBT), pada terapi ini penderita akan diajak untuk mengidentifikasi faktor-faktor pemicu.
Selain itu, pentingnya untuk belajar mengikhlaskan masa lalu menjadi faktor untuk dapat pulih dari krisis kepercayaan ini. Dengan mengikhlaskan, maka diri kita akan lebih lega dan berdamai dengan rasa sakit yang ada di masa lalu.
Oleh karena itu penting sekali untuk selalu peduli dan peka terhadap kondisi orang-orang sekitar, dengan begitu, akan tumbuh relasi yang baik antara sesama.
Kualitas komunikasi yang baik serta terbuka, juga menjadi hal yang tak kalah penting, dengan ini akan meminimalkan timbulnya kesalahpahaman bahkan berujung konflik yang menimbulkan kecewa, dikhianati sehingga, fenomena krisis kepercayaan dapat diminimalkan.
Melakukan pendekatan komunikasi secara interpersonal juga menjadi langkah yang baik dalam meminimalkan krisis kepercayaan . Komunikasi interpersonal (antar pribadi) merupakan bentuk komunikasi yang dijalin antara dua orang atau lebih, yang biasanya tidak diatur secara formal. Komunikasi interpersonal merupakan jenis komunikasi yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, karena pada hakikatnya kita manusia adalah makhluk sosial yang pasti akan selalu berkomunikasi dengan orang lain.
Komunikasi interpersonal yang baik, diantaranya memiliki ciri keterbukaan antar sesama, terciptanya kesamaan makna antara si komunikator dan komunikan, adanya kesetaraan atau saling menghargai antar sesama ketika berkomunikasi, dan adanya empati yang terbangun. Apabila ciri-ciri ini sudah ada dalam komunikasi antar sesama (interpersonal), maka akan timbul rasa percaya yang kuat yang pastinya akan meminimalkan perasaan ragu dan tidak percaya (trust issue).
Maka dari itu, penting sekali untuk memperhatikan dan meningkatkan kualitas komunikasi interpersonal dengan orang lain untuk menjalin hubungan yang lebih baik lagi, menumbuhkan rasa percaya dan kesamaan makna, dan mampu meminimalkan krisis kepercayaan.
Penulis adalah mahasiswa Prodi Komunikasi Unand