Padang (ANTARA) - Hampir dua tahun sejak Februari 2020 pandemi COVID-19 tak juga selesai. Entah kapan akan selesai. Entah. Mungkin juga tak akan kunjung selesai. Hampir dua tahun pula kegiatan-kegiatan seni budaya terkungkung oleh segala pembatasan. Mengeram seperti bara dalam sekam.
Seperti ikan tanpa air, seniman sudah megap-megap di garis takdir. Segala yang terpikir diotak-atik, dibolak-balik mencari sedikit sisi yang mungkin bisa dieksploitasi untuk menjaga periuk nasi.
Teknologi kemudian menjadi solusi. Segala kegiatan, pertunjukan dan penampilan digelar meski tergagap-gagap. Di satu sisi teknologi membuat jangkauan penonton makin luas. Tak berdinding pembatas. Dari sudut dunia belahan mana saja bisa, asal bergawai dan berkuota.
Tapi di sisi lain pertunjukan sunyi tanpa interaksi seperti sayur tanpa garam. Hambar. Tak ada gezah yang terasa. Tapi setidaknya tak ada rasa masih lebih baik daripada sama sekali tak ada.
Pertengahan akhir 2021, "kran" sedikit terbuka. Seolah embun di gurun. Tak banyak tapi cukup untuk jadi penyejuk. Beberapa kegiatan seni budaya mulai digelar. Beberapa agak sembunyi-sembunyi, khawatir sanksi pandemi. Namun beberapa digelar terbuka dengan syarat penerapan protokol kesehatan.
Pameran dibuka meski dengan banyak pembatasan. Kegiatan-kegiatan pendampingan untuk seni budaya mulai berjalan meski masih lamban. Anggaran fasilitasi kebudayaan mengucur, menemukan 10 individu atau kelompok seni di Ranah Minang.
Serasa ada yang mulai bertunas dan berkecambah di dada para seniman. Bara dalam sekam terpantik menjadi api. Api harapan.
Api yang kemudian menemukan wadah, mengejawantah dalam Pekan Kebudayaan Daerah (PKD) Sumatera Barat 1-5 Oktober 2021.
Pekan Budaya Sumatera Barat sesungguhnya adalah frasa yang telah "mati". Sejak 2012 orang tidak lagi melihat wujudnya. Ia hanya muncul dalam perbincangan seniman. Di sudut-sudut panggung, di lepau-lepau dan tentu saja saat disekat PPKM.
Sejauh mana seniman muda mengingat peristiwa 12 tahun lalu itu? Maka tepatlah tagline kegiatan itu, " Festival Merawat Ingatan". Ingatan tentang kebudayaan. Ingatan tentang kebersamaan, lepas dari sekat. Dari kotak-kotak dari kelompok-kelompok.
Ya. PKD Sumbar 2021, yang dibangkitkan dari kematian mencoba lepas dari tudingan kegiatan kelompok tertentu. Kelompok Si Ana atau Si Anu. "Image" yang terus melekat setiapkali acara dibuat.
"Kita upayakan bisa menjangkau lebih luas. Semua seniman melalui jalur kurasi. Artinya mereka yang bisa tampil adalah yang lolos dari penilaian kurator, tanpa pandang apa dan siapa," tegas Kadis Kebudayaan Sumatera Barat, Gemala Ranti di Padang, Jumat (1/10/2021).
Semua seniman kontemporer dan seni rupa bisa mengajukan karya terbaik. Nantinya tim kurator akan menilai konsep yang diajukan, disesuaikan dengan tema. Mereka yang lulus kurasi akan tampil pada Pekan Kesenian Daerah Sumatera Barat 2021.
Belum sempurna, tentu. Tetapi setidaknya ada usaha untuk berubah, menjadi agak lebih baik.
Selain kurasi, ada pula sistem lomba diantaranya berbalas pantun, lomba baju kuruang basiba, lomba silek bagalombang, lomba sipak rago, serta lomba tari piring kreasi.
Disiapkan pula jalur undangan atau invitasi dari utusan kabupaten kota, lembaga serta perseorangan untuk beberapa agenda seperti Focus Grup Discussion.
Dengan banyaknya jalur keterlibatan, diharapkan dapat menumbuhkan semangat kebersamaan. Tidak lagi terkotak-kotak.
Satu lagi yang membuat iven itu berbeda adalah dengan memberi ruang untuk kebudayaan yang tumbuh di Sumbar, alih-alih hanya menonjolkan Budaya Minangkabau yang menjadi mayoritas.
Itulah pertunjukan multikultur. Selain seni tradisi Minang, juga ditampilkan seni tradisi Nias, Mentawai, Mandailing, India dan Tionghoa.
Lagi-lagi tentu saja belum sempurna. Masih ada etnik lain yang tumbuh dan berkembang di Sumbar dan belum mendapatkan tempat. Tapi lagi-lagi harus dikatakan bahwa sudah ada yang berubah.
Gemala menyebut PKD 2021 malah lebih luas lagi cakupannya. Tidak hanya ajang kesenian semata tetapi juga memberi ruang bagi permainan anak nagari baik berupa olahraga seperti sipak rago, sampai permainan tradisi untuk anak-anak.
PKD 2021 juga terkesan "lebih muda". Lihat saja penonton yang datang menikmati sajian malam pembukaan. Hampir 80 persen adalah generasi muda. Millenial.
Kepala UPTD Taman Budaya Sumatera Barat Hendri Fauzan mengakui hal tersebut karena menurutnya sasaran kegiatan itu memang generasi muda yang akan menjadi pewaris seni tradisi dan budaya yang tumbuh di Sumbar.
Karena itu nuansa teknologi juga terasa kental dalam pertunjukan malam pembukaan seperti dengan permainan piawai Visual Jockey (VJ) yang menjadi satu kesatuan dengan pertunjukan.
Pembukaan yang memukau
Pembukaan PKD Sumbar 2021 Jumat (1/10) pukul 20.00-23.00 WIB menjadi salah satu yang istimewa. Sebuah pertunjukan yang mengkolaborasi lima
bentuk kesenian dalam satu panggung pertunjukan. Sutradara, Komposer, Koreografer, Perupa dan Visual Jockey (VJ) secara kolektif
menciptakan karya pembuka yang menawan.
Pertunjukan yang secara gamblang memperlihatkan pertentangan pemikiran "kaum tua" yang kukuh pada keaslian seni tradisi dan "kaum muda" yang lahir dan tumbuh dalam perubahan zaman yang alangkah kencangnya. Yang tidak lagi memiliki sekat informasi. Yang telah terbiasa menikmati beragam budaya dari benua-benua berbeda.
Pertentangan itu adalah pertentangan klasik yang tidak akan pernah sudah. Tidak akan pernah selesai. Dan tidak pula akan menemukan sebuah kebenaran mutlak. Jikapun ada, itu tidak akan lebih dari sekadar pembenaran.
Mungkinkah memperluas ruang untuk berkreasi bisa menjadi jawaban? Memperkuat proses pada jalan yang diyakini untuk karya yang bisa diingat sepanjang masa? Setidaknya, Direktur PTLK Dirjen Kebudayaan, Judi Wahjudin, S.S., M.Hum mengisyaratkan hal itu.
Ke depan, katanya, Pekan Kebudayaan Daerah (PKD) akan lebih difokuskan. Lebih dimaksimalkan lagi sehingga ruang untuk berkreasi bagi seniman akan semakin luas. Ruang yang cukup bagi semua.
Dibuka Gubernur Mahyeldi
Komitmen Gubernur Sumbar Mahyeldi untuk memajukan kebudayaan daerah rasanya tidak perlu diragukan. Sebagai penghulu di kaumnya di Minangkabau, ia sudah pasti sangat memahami pentingnya kebudayaan yang berkelindan dengan syarak.
Kebudayaan adalah penyaring. Membiarkan yang baik-baik untuk lewat dan mungkin berasimilasi dengan tradisi, dan menyaring ampas yang bisa menyesatkan para pewaris kebudayaan.
Mungkin karena itu pula ia terlihat tak segan berpanas berhujan dengan para seniman dalam berbagai kesempatan. Pembukaan Festival Pekan Budaya Daerah (PKD) Sumbar 2021 juga dinikmatinya hingga pertunjukan berakhir.
“Jadikanlah Festival PKD sebagai wadah untuk mengangkat dan menggali potensi budaya yang ada di Sumbar beserta upaya merawat ingatan tentang eksistensi kebudayaan lintas generasi dan lintas etnis yang ada di Sumbar melalui tangan-tangan kreatif para seniman,” katanya.
Pada hari kedua, Sabtu (2/10) para pengunjung Festival PKD akan disiguhi Pameran Kuliner, Festival Tari Piring, FGD dan Pertunjukan Musisi Lokal, Pertunjukan Kontemporer, Pertunjukan Multikultur dan Seni Pendampingan.
Hari ketiga, Minggu (3/10) Festival Bagalombang, FGD, Diskusi Seni, Festival Sipak Rago, Pertunjukan Musisi Lokal, Pertunjukan Kontemporer dan Pertunjukan Multikultur.
Hari keempat, Senin (4/10) Lomba Baca Puisi Kreatif, Diskusi Seni, Festival Sipak Rago, Pertunjukan Musisi Lokal, Pertunjukan Kontemporer, dan Pertunjukan Multikultur.
Hari terakhir, Selasa (5/10) Lomba Baju Kuruang Basiba, Pertunjukan Musisi Lokal, Pertunjukan Kontemporer, dan penutupan.
Pada akhirnya, Festival PKD Sumbar telah dibangunkan dari mati suri. Layaknya orang yang baru dibangunkan, ia masih melayang-layang mencari jati diri. Ia bisa saja kembali "lelap" tapi ia juga bisa berlari. Nasibnya sekarang berada di tangan seniman.***3***