Bingung memilih obat hingga IGD dadakan di rumah isolasi mandiri
Jakarta (ANTARA) - Satu per satu rumah tinggal di sejumlah blok Perumahan Pondok Mitra Lestari, Kota Bekasi, Jawa Barat, kini difungsikan sebagai tempat isolasi bagi penghuni yang terkonfirmasi positif COVID-19.
Tidak hanya mereka yang bergejala ringan dan sedang, ada pula rumah yang menjadi ruang perawatan darurat dadakan bagi penghuni bergejala berat.
Dalam sepekan, sudah 22 rumah penduduk yang tersebar di sembilan RT dilaporkan menampung tidak kurang dari 48 pasien terjangkit SARS-CoV-2.
Mengurung diri dalam kamar rumah tanpa kontak fisik dengan keluarga, nyatanya memang sulit dilakukan, apalagi mereka baru berpengalaman menyandang status sebagai pasien COVID-19.
Banyak dari mereka yang belum begitu paham prosedur isolasi mandiri (isoman) di rumah tinggal. Indriani (33) salah satu dari yang banyak itu.
Tinggal satu atap bersama orang tua yang masih sehat berkat vaksin, justru membuat Indriani khawatir, sebab bisa saja virus yang bersarang di tubuhnya menyerang orang yang dia sayangi di rumah.
"Ada dua kamar sama satu kamar mandi. Saya isolasi di kamar saya. Jadi kalau mau keluar kamar, kami harus janjian dulu lewat WhatsApp," kata warga yang tinggal di RT1/RW13 itu.
Ada pula pasien lain yang memasok makanan dan minum ke kamar pasien menggunakan nampan yang diikat tali pada kedua ujungnya. Caranya, nampan diletakan di lantai, kemudian bagian ujung tali ditarik hingga nampan berisi makanan dan minuman bergerak sampai ke dalam kamar isolasi dengan cara ditarik.
Mayoritas pasien juga kebingungan memilih varian obat dan vitamin yang tepat untuk masa pemulihan. Sebab, kesalahan merekomendasikan obat dapat berisiko fatal bagi kesehatan penggunanya, baik karena kandungan bahannya maupun kesalahan penggunaan.
Indriani sempat ditawari sang ayah obat Lianhua Qingwen Capsules dan Ivermectin. Padahal produk itu tidak direkomendasikan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk penyembuhan pasien COVID-19.
Ketentuan untuk menjaga jarak aman dari keluarga yang sehat di dalam rumah, jadi rutinitas paling berat untuk dijalankan. "Kalau cuci tangan, pakai masker, semprot disinfektan, memisahkan peralatan yang saya pakai, itu masih gampang. Tapi kalau harus jaga jarak ini yang susah," kata pasien lainnya di RT14/RW13 Chandra Migas Sanjaya (43).
Jubah hazmat atau pakaian dekontaminasi yang biasa dikenakan tenaga medis di rumah sakit pun jadi pilihan manakala Chandra harus melakukan kontak fisik dengan keluarga yang sehat pada kondisi mendesak.
Menyebutnya sebagai sebuah pilihan, keputusan para penghuni rumah menjadikan tempat tinggal mereka sebagai tempat isoman dikarenakan fasilitas yang disediakan pemerintah daerah dikabarkan telah penuh. Pun isolasi di rumah sakit swasta yang dibatasi hanya untuk pasien bergejala berat.
Harapan untuk memperoleh pendampingan dari petugas puskesmas, nyatanya belum bisa optimal, kecuali bagi pasien darurat atau kegiatan tes cepat. Sehingga segala informasi tentang kiat menjalani isoman diperoleh pasien dari internet maupun media sosial.
IGD dadakan
Lain lagi dengan cerita pasien bergejala berat yang dialami Maryono Mansur (60). Kamar tidurnya sempat difungsikan sebagai ruang gawat darurat atas izin dari Kepala Puskesmas Jatiasih, Zulkifli.
Pertimbangannya, situasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) setempat mengalami kelebihan kapasitas tampung. Bahkan tenda darurat di pelataran parkir pun sudah penuh dengan pasien yang berdatangan dari wilayah setempat maupun luar daerah.
Terpantau pada Jumat (25/6) pagi, pasien yang menanti giliran penanganan 'screening', ada yang menggelar alas tidur di pelataran parkir, ada pula yang menunggu di atas kursi roda, bahkan bak mobil pun dijadikan tempat berbaring pasien yang menunggu antrean.
Direktur RSUD dr Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi, dr Kusnanto Saidi, MARS mengonfirmasi, pasien di pelataran parkir dikarenakan 30 velbed yang disiapkan di dalam tenda-tenda darurat sudah terisi semuanya.
Tiga unit tenda darurat tersebut didirikan sejak Rabu (23/6) sebagai lokasi skrining terhadap pasien yang datang, menyusul ruangan IGD telah dialihfungsikan menjadi ruang rawat inap berkapasitas 100 tempat tidur. Situasi di RSUD merawat sekitar 400 pasien COVID-19.
"Pilihan saat ini hanya dua. Saya paksakan mengeluarkan surat rujukan ke RSUD menempati tenda atau saya carikan rumah sakit lain tapi butuh waktu karena sedang penuh semua," kata Zulkifli menyikapi kondisi Maryono yang sedang terbaring lemah.
Setelah berdialog dengan pengurus RW, diputuskan perawatan Maryono dilakukan di rumah dengan pendampingan petugas dari puskesmas.
Dari rekaman video yang dilaporkan keluarga, tampak Maryono terbaring di atas kasur dengan selang oksigen yang menempel di lubang hidung untuk membantu pernapasannya yang sedang sesak. Tabung oksigen dipinjam dari tetangga sekitar atas peran ketua RT setempat.
Pihak puskesmas telah mengonfirmasi bahwa pasien tersebut positif terinfeksi COVID-19 bersama sang istri serta satu anaknya yang masih usia pelajar berdasarkan hasil tes cepat antigen.
Beberapa jam usai kunjungan petugas puskesmas, istri pasien Turah (59), mengabarkan bahwa Maryono sudah tidak bernapas. Persoalan muncul saat tidak ada warga yang berani mendekat untuk menolong karena takut tertular. Bahkan pihak Puskesmas pun sedang kekurangan petugas untuk memastikan kondisi pasien di rumah.
"Kami dipandu petugas Puskesmas agar menunggu selama empat jam ke depan. Bila memang kondisi tubuh dingin dan masih tidak bernapas, baru dinyatakan pasien ini telah meninggal," kata tetangga Maryono, Iwan Kariem (45).
Peran RT/RW
Ketua RW013 Pondok Mitra Lestari, Sugih Hidayah, meyakini bahwa arahan agar warga dengan gejala ringan dan sedang melakukan isolasi mandiri di rumah sebagai pilihan yang tepat untuk saat ini.
Strategi untuk melindungi warga yang sehat dari penularan COVID-19 pada perumahan berpopulasi sekitar 1.300 jiwa itu ditempuh Sugih lewat inisiatif pemberlakuan karantina mikro di sembilan RT yang berstatus sebagai zona merah.
Inisiatif itu diputuskan oleh 15 ketua RT setempat saat menyadari terjadi lonjakan kasus yang meningkat pesat dalam kurun 17-24 Juni 2021. "Setiap hari selalu terjadi penambahan kasus minimal dua warga. Bahkan sudah ada beberapa warga saya sudah meninggal karena COVID-19," katanya.
Strategi pelacakan kasus dilakukan Sugih dengan menggerakkan perangkat RT di wilayahnya untuk melakukan survei kesehatan warga lewat platform manajemen tautan Bitly yang disebar secara acak ke sejumlah warga.
Terhadap warga yang terkonfirmasi positif COVID-19 berdasarkan tes cepat antigen maupun PCR berkewajiban melapor kepada perangkat RT sebagai bentuk pertanggungjawaban sosial pada orang lain yang beriwayat kontak fisik.
"Kemudian diumumkan pasien ini 'by name by address' di WhatsApp Group warga agar warga tahu dan waspada serta yang terpenting membantu semampunya untuk kesembuhan tetangga mereka yang sedang sakit di rumah," katanya.
Ikhtiar menekan laju peningkatan kasus di Pondok Mitra Lestari tidak cukup hanya memasang spanduk peringatan zona merah, penutupan akses jalan maupun sosialisasi protokol kesehatan lewat rekaman video dan teks hingga ke ponsel warga.
Awalnya, ada saja warga yang acuh. Mereka tetap berkerumun tanpa masker dan jaga jarak di kedai kopi, taman, warung, tempat ibadah bahkan di sekitar pedagang sayur keliling.
Seakan tidak habis akal, lonjakan kasus COVID-19 pun diumumkan Sugih melalui media massa daring, radio, hingga media cetak berskala nasional dan lokal sampai berujung viral.
"Terbukti, sekarang perumahan ini sepi hampir sepanjang hari. Ternyata banyak keluarga dan kolega mereka yang menelpon dari mana-mana untuk mengingatkan prokes. Warga lebih mendengar dari orang-orang terdekatnya ketimbang saya, walaupun data yang disampaikan di media massa, ya dari saya dan ketua RT juga," katanya.
Lonjakan pasien di masa pagebluk saat ini tidak hanya menjadi tanggung jawab tenaga kesehatan bersama berbagai otoritas terkait. Namun peran tetangga sesuai dengan kemampuannya tidak dimungkiri juga berkontribusi pada kelancaran isolasi mandiri bagi pasien.
Tidak hanya mereka yang bergejala ringan dan sedang, ada pula rumah yang menjadi ruang perawatan darurat dadakan bagi penghuni bergejala berat.
Dalam sepekan, sudah 22 rumah penduduk yang tersebar di sembilan RT dilaporkan menampung tidak kurang dari 48 pasien terjangkit SARS-CoV-2.
Mengurung diri dalam kamar rumah tanpa kontak fisik dengan keluarga, nyatanya memang sulit dilakukan, apalagi mereka baru berpengalaman menyandang status sebagai pasien COVID-19.
Banyak dari mereka yang belum begitu paham prosedur isolasi mandiri (isoman) di rumah tinggal. Indriani (33) salah satu dari yang banyak itu.
Tinggal satu atap bersama orang tua yang masih sehat berkat vaksin, justru membuat Indriani khawatir, sebab bisa saja virus yang bersarang di tubuhnya menyerang orang yang dia sayangi di rumah.
"Ada dua kamar sama satu kamar mandi. Saya isolasi di kamar saya. Jadi kalau mau keluar kamar, kami harus janjian dulu lewat WhatsApp," kata warga yang tinggal di RT1/RW13 itu.
Ada pula pasien lain yang memasok makanan dan minum ke kamar pasien menggunakan nampan yang diikat tali pada kedua ujungnya. Caranya, nampan diletakan di lantai, kemudian bagian ujung tali ditarik hingga nampan berisi makanan dan minuman bergerak sampai ke dalam kamar isolasi dengan cara ditarik.
Mayoritas pasien juga kebingungan memilih varian obat dan vitamin yang tepat untuk masa pemulihan. Sebab, kesalahan merekomendasikan obat dapat berisiko fatal bagi kesehatan penggunanya, baik karena kandungan bahannya maupun kesalahan penggunaan.
Indriani sempat ditawari sang ayah obat Lianhua Qingwen Capsules dan Ivermectin. Padahal produk itu tidak direkomendasikan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk penyembuhan pasien COVID-19.
Ketentuan untuk menjaga jarak aman dari keluarga yang sehat di dalam rumah, jadi rutinitas paling berat untuk dijalankan. "Kalau cuci tangan, pakai masker, semprot disinfektan, memisahkan peralatan yang saya pakai, itu masih gampang. Tapi kalau harus jaga jarak ini yang susah," kata pasien lainnya di RT14/RW13 Chandra Migas Sanjaya (43).
Jubah hazmat atau pakaian dekontaminasi yang biasa dikenakan tenaga medis di rumah sakit pun jadi pilihan manakala Chandra harus melakukan kontak fisik dengan keluarga yang sehat pada kondisi mendesak.
Menyebutnya sebagai sebuah pilihan, keputusan para penghuni rumah menjadikan tempat tinggal mereka sebagai tempat isoman dikarenakan fasilitas yang disediakan pemerintah daerah dikabarkan telah penuh. Pun isolasi di rumah sakit swasta yang dibatasi hanya untuk pasien bergejala berat.
Harapan untuk memperoleh pendampingan dari petugas puskesmas, nyatanya belum bisa optimal, kecuali bagi pasien darurat atau kegiatan tes cepat. Sehingga segala informasi tentang kiat menjalani isoman diperoleh pasien dari internet maupun media sosial.
IGD dadakan
Lain lagi dengan cerita pasien bergejala berat yang dialami Maryono Mansur (60). Kamar tidurnya sempat difungsikan sebagai ruang gawat darurat atas izin dari Kepala Puskesmas Jatiasih, Zulkifli.
Pertimbangannya, situasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) setempat mengalami kelebihan kapasitas tampung. Bahkan tenda darurat di pelataran parkir pun sudah penuh dengan pasien yang berdatangan dari wilayah setempat maupun luar daerah.
Terpantau pada Jumat (25/6) pagi, pasien yang menanti giliran penanganan 'screening', ada yang menggelar alas tidur di pelataran parkir, ada pula yang menunggu di atas kursi roda, bahkan bak mobil pun dijadikan tempat berbaring pasien yang menunggu antrean.
Direktur RSUD dr Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi, dr Kusnanto Saidi, MARS mengonfirmasi, pasien di pelataran parkir dikarenakan 30 velbed yang disiapkan di dalam tenda-tenda darurat sudah terisi semuanya.
Tiga unit tenda darurat tersebut didirikan sejak Rabu (23/6) sebagai lokasi skrining terhadap pasien yang datang, menyusul ruangan IGD telah dialihfungsikan menjadi ruang rawat inap berkapasitas 100 tempat tidur. Situasi di RSUD merawat sekitar 400 pasien COVID-19.
"Pilihan saat ini hanya dua. Saya paksakan mengeluarkan surat rujukan ke RSUD menempati tenda atau saya carikan rumah sakit lain tapi butuh waktu karena sedang penuh semua," kata Zulkifli menyikapi kondisi Maryono yang sedang terbaring lemah.
Setelah berdialog dengan pengurus RW, diputuskan perawatan Maryono dilakukan di rumah dengan pendampingan petugas dari puskesmas.
Dari rekaman video yang dilaporkan keluarga, tampak Maryono terbaring di atas kasur dengan selang oksigen yang menempel di lubang hidung untuk membantu pernapasannya yang sedang sesak. Tabung oksigen dipinjam dari tetangga sekitar atas peran ketua RT setempat.
Pihak puskesmas telah mengonfirmasi bahwa pasien tersebut positif terinfeksi COVID-19 bersama sang istri serta satu anaknya yang masih usia pelajar berdasarkan hasil tes cepat antigen.
Beberapa jam usai kunjungan petugas puskesmas, istri pasien Turah (59), mengabarkan bahwa Maryono sudah tidak bernapas. Persoalan muncul saat tidak ada warga yang berani mendekat untuk menolong karena takut tertular. Bahkan pihak Puskesmas pun sedang kekurangan petugas untuk memastikan kondisi pasien di rumah.
"Kami dipandu petugas Puskesmas agar menunggu selama empat jam ke depan. Bila memang kondisi tubuh dingin dan masih tidak bernapas, baru dinyatakan pasien ini telah meninggal," kata tetangga Maryono, Iwan Kariem (45).
Peran RT/RW
Ketua RW013 Pondok Mitra Lestari, Sugih Hidayah, meyakini bahwa arahan agar warga dengan gejala ringan dan sedang melakukan isolasi mandiri di rumah sebagai pilihan yang tepat untuk saat ini.
Strategi untuk melindungi warga yang sehat dari penularan COVID-19 pada perumahan berpopulasi sekitar 1.300 jiwa itu ditempuh Sugih lewat inisiatif pemberlakuan karantina mikro di sembilan RT yang berstatus sebagai zona merah.
Inisiatif itu diputuskan oleh 15 ketua RT setempat saat menyadari terjadi lonjakan kasus yang meningkat pesat dalam kurun 17-24 Juni 2021. "Setiap hari selalu terjadi penambahan kasus minimal dua warga. Bahkan sudah ada beberapa warga saya sudah meninggal karena COVID-19," katanya.
Strategi pelacakan kasus dilakukan Sugih dengan menggerakkan perangkat RT di wilayahnya untuk melakukan survei kesehatan warga lewat platform manajemen tautan Bitly yang disebar secara acak ke sejumlah warga.
Terhadap warga yang terkonfirmasi positif COVID-19 berdasarkan tes cepat antigen maupun PCR berkewajiban melapor kepada perangkat RT sebagai bentuk pertanggungjawaban sosial pada orang lain yang beriwayat kontak fisik.
"Kemudian diumumkan pasien ini 'by name by address' di WhatsApp Group warga agar warga tahu dan waspada serta yang terpenting membantu semampunya untuk kesembuhan tetangga mereka yang sedang sakit di rumah," katanya.
Ikhtiar menekan laju peningkatan kasus di Pondok Mitra Lestari tidak cukup hanya memasang spanduk peringatan zona merah, penutupan akses jalan maupun sosialisasi protokol kesehatan lewat rekaman video dan teks hingga ke ponsel warga.
Awalnya, ada saja warga yang acuh. Mereka tetap berkerumun tanpa masker dan jaga jarak di kedai kopi, taman, warung, tempat ibadah bahkan di sekitar pedagang sayur keliling.
Seakan tidak habis akal, lonjakan kasus COVID-19 pun diumumkan Sugih melalui media massa daring, radio, hingga media cetak berskala nasional dan lokal sampai berujung viral.
"Terbukti, sekarang perumahan ini sepi hampir sepanjang hari. Ternyata banyak keluarga dan kolega mereka yang menelpon dari mana-mana untuk mengingatkan prokes. Warga lebih mendengar dari orang-orang terdekatnya ketimbang saya, walaupun data yang disampaikan di media massa, ya dari saya dan ketua RT juga," katanya.
Lonjakan pasien di masa pagebluk saat ini tidak hanya menjadi tanggung jawab tenaga kesehatan bersama berbagai otoritas terkait. Namun peran tetangga sesuai dengan kemampuannya tidak dimungkiri juga berkontribusi pada kelancaran isolasi mandiri bagi pasien.