Jakarta (ANTARA) - "Jika Manchester City menang di Anfield, mereka pasti bisa menang di mana pun."
Kalimat itu dilontarkan komentator Inggris yang memandu pertandingan Liverpool melawan City di Stadion Anfield saat City memimpin 2-1 sebelum menang 4-1, Minggu pekan lalu.
Menang besar melawan juara bertahan Liga Premier yang sebelum ini sangat sulit dikalahkan di kandangnya adalah penegasan bahwa City bisa mengalahkan siapa pun dan di mana pun, selain telah berubah kembali menjadi kekuatan dominan seperti masa sebelum Liverpool merajalela musim lalu, walaupun sudah ada dua tim sebelumnya yang sukses memecahkan rekor tak pernah kalah The Reds di Anfield, yakni Brighton pada 4 Februari dam Burnley pada 22 Januari.
Dilatih oleh Pep Guardiola yang pernah mengarsiteki dua raksasa dunia Barcelona dan Bayern Muenchen, City belakangan ini sulit sekali diimbangi di sektor mana pun, baik pada sepertiga terakhir lapangan, di tengah, maupun pertahanan.
Mereka menyerang bergelombang dari segala arah, namun begitu kehilangan bola atau lawan merancang serangan, secepat kilat mereka meneror lawan begitu bola balik dikuasai lawan sampai lawan kesulitan menusuk pertahanan mereka.
Pemain-pemain mereka seperti lebih dari 11 orang karena selalu ada di setiap sudut lapangan. Mereka bareng menyerang, bareng juga saat bertahan. Mereka tak henti berlari, mengisi setiap celah dan ruang, mengganggu lawan, dan tak segan bertarung memperebutkan bola.
Mereka juga cerdik bermanuver. Setiap kali berada di mulut gawang lawan, empat sampai lima pemain mereka sudah siap menunggu bola dan sedia memanfaatkan peluang setipis apa pun.
Mereka persis Liverpool musim lalu. Andai saja Liverpool tak kehilangan Virgil van Dijk dan sejumlah pemain pilar, Liga Inggris musim ini mungkin kembali hanya bisa menjadi ajang bertarungnya The Reds dan City seperti dalam tiga musim terakhir.
Kalau pun bisa ditembus lawan, bek-bek mereka yang tangguh yang dikomandani Ruben Diaz dan John Stones, siap menjegal mereka, dalam tempo yang nyaris selalu tepat waktu. Diaz dan Stones bahkan telah berubah menjadi duet pertahanan paling tangguh di Inggris.
Kedatangan Ruben Diaz ke Stadion Etihad dianggap sama dengan kedatangan van Dijk di Anfield, sama-sama membawa dampak langsung terhadap tim sehingga tim mereka menjadi sangat sulit ditembus, kendati lawan memiliki tim serang yang tajam.
Cuma kebobolan 14 kali dari 22 pertandingan liga adalah buktinya. Tak ada tim Liga Inggris yang kebobolan gol sesedikit itu. Tottenham yang menjadi tim kedua yang paling sedikit kebobolan pun berselisih jauh dengan kebobolan 22 gol.
Sejak takluk 2-5 kepada Leicester pada 27 September 2020, City tidak pernah lagi kebobolan di atas dua gol baik, dalam pertandingan liga maupun pertandingan Liga Champion, Piala Liga dan Piala FA.
Dan kebobolan dua gol itu hanya terjadi saat dikalahkan 0-2 oleh Tottenham Hotspur pada 22 November 2022.
Selanjutnya: City memang tengah meretas jalan sukses merengkuh banyak gelar
Treble
Sepanjang musim ini mereka sudah 22 kali tak kebobolan dalam berbagai kompetisi dan hanya enam tim yang bisa memaksa mereka seri, termasuk Porto dalam Liga Champions yang itu pun setelah City sudah memastikan lolos ke 16 besar kompetisi elite itu.
Lima tim lain yang menahan seri City musim ini adalah Leeds United pada 3 Oktober (1-1), West Ham United pada 24 Oktober (1-1), Liverpool pada 8 November (1-1), Manchester United pada 13 Desember (0-0), dan terakhir West Brom pada 16 Desember (1-1). Semuanya terjadi pada pertandingan liga.
Dari kelima tim itu, dua di antaranya tak kuasa mempertahankan catatan itu karena pada pertemuan kedua ambruk dihantam badai serangan City. West Brom kalah 0-5 di kandang sendiri pada 27 Januari dan Liverpool juga kalah 1-4 juga di kandang sendiri pada 7 Februari.
Hanya Spurs dan Liecester yang pernah mengalahkan Manchester City sepanjang musim ini.
Dengan stastistik mengerikan seperti ini tak heran City angkuh memuncaki klasemen Liga Inggris dengan mengumpulkan 50 poin atau lima poin di atas peringkat kedua Manchester United dan 10 poin di atas juara bertahan Liverpool.
Mereka bahkan masih menyimpan satu pertandingan lebih banyak sehingga selisih itu bisa saja lebih dari lima dan sepuluh poin.
Kini, terutama setelah menumbangkan Liverpool, City semakin percaya diri dalam menatap laga-laga berikutnya yang lima pertandingan ke depan bakal ditantang tim-tim kuat; Spurs pada 14 Februari, Everton pada 18 Februari, Arsenal pada 21 Februari, West Ham United pada 27 Februari, dan Manchester United pada 6 Maret.
Spurs, Leicester berpeluang menjadi tim yang membalikkan peruntungan City karena mereka pernah mengalahkan City. West Ham dan MU juga sama karena kedua tim ini sukses menahan City dalam pertemuan pertama mereka.
Tetapi Everton dan Chelsea juga bukan lawan yang mudah. Chelse malah perlahan kembali menjadi kekuatan besar yang siap menyengsarakan lawan setelah diasuh Thomas Tuchel yang kepiawaiannya tak kalah hebat dari Guardiola dan Klopp yang sama-sama pernah malang melintang di Bundesliga.
Meskipun demikian, dengan melihat tempat yang kini sedang dipijak pasukan Guardiola, City memang tengah meretas jalan sukses merengkuh banyak gelar, paling tidak treble domestik, sekalipun gelar Liga Champions juga tak mustahil direngkuh mereka.
Ini karena mereka tinggal selangkah lagi merebut gelar juara Piala Carabao atau Piala Liga jika 25 April nanti mengalahkan Spurs di final. Jika itu terjadi maka untuk keempat kali berturut-turut City mengangkat piala ini. City juga tengah meretas sukses dalam Piala FA.
Selanjutnya: Fondasi untuk menjadi tim yang mendominasi Inggris, bahkan Eropa
Hegemoni
Tetapi kompetisi tidak melulu soal statistik dan fakta lapangan, karena juga menyangkut keberuntungan karena tanpa Dewi Fortuna kesialan seperti dialami Bayern Muenchen dan Real Madrid yang di luar dugaan tersingkir masing-masing oleh Holstein Kiel dan Alcoyano dalam turnamen piala domestik musim ini, bisa saja dialami tim Guardiola.
Uniknya, performa kemilau itu tercipta tanpa diperkuat pemain-pemain kuncinya seperti Kevin De Bruyne, Sergio Aguero, Aymeric Laporte, Kyle Walker, Fernandinho, Ferran Torres dan Benjamin Mendy, paling tidak tak cukup fit untuk diturunkan bermain penuh karena baru pulih dari cedera, seperti Gabriel Jesus yang hanya dimainkan selama 18 menit sewaktu membungkam The Reds itu.
Tetap saja, City perkasa di semua lini. Tidak ada tim Liga Premier yang memiliki kedalaman skuad seperti mereka. Baik pemain inti maupun pemain pelapis mereka sama-sama berkualitas tinggi sehingga tak heran puncak klasemen pun mereka duduki dan mungkin akan sulit dikudeta tim-tim lain.
Dengan performa seperti itu, ketika kebanyakan tim raksasa tak sekonsisten dan seperkasa mereka, daya tarik City bagi pemain-pemain besar pun meninggi. Mereka mungkin mereka tak akan kesulitan merayu para bintang baik Liga Inggris dan luar Inggris.
City sendiri terlihat ingin menjadikan performa saat ini sebagai fondasi untuk menjadi tim yang mendominasi Inggris, bahkan Eropa, sampai beberapa musim ke depan.
Untuk itu mereka terus mengincar bintang-bintang seperti Lionel Messi yang menurut ESPN kembali diincar City dengan keyakinan bisa menyisihkan persaingan dari Paris Saint Germain yang juga bernafsu mendatangkan megabintang Argentina itu.
Messi yang akan habis kontrak Juni nanti itu sudah boleh berbicara dengan klub lain sejak 1 Januari. Tetapi dia sepertinya berusaha menunggu apa yang akan terjadi pada Barcelona musim ini.
Pasukan Ronald Koeman sendiri sedang bagus-bagusnya, antara lain tak terkalahkan dalam 11 pertandingan La Liga dan memegang tiket semifinal Copa del Rey melawan Sevilla. Mereka juga segera melanjutkan petualangannya di Liga Champions.
Jika peruntungan berpihak kepada Barca, maka Messi akan sulit dibetot klub lain. Lain dari itu, Messi juga menunggu hadirnya presiden baru klub pada 7 Maret, antara Joan Laporta, Victor Font atau Toni Freixa. Laporta bisa membuat Messi menarik keinginannya meninggalkan Barca.
Namun perburuan Messi menegaskan bahwa City ingin selama mungkin menjadi kekuatan hegemoni dalam sepak bola Inggris, dan juga Eropa Kesuksesan musim ini adalah fondasi bagi lahirnya lagi tim superkuat di Inggris dan mungkin juga Eropa.
Dan resume Guardiola saat di Barcelona membuat ambisi itu bukan utopia. City bahkan bukan mustahil menjadi Barcelona berikutnya. (*)