Ini tantangan pemenuhan ketersediaan pangan di Kota Padang

id ketersediaan pangan di padang

Ini tantangan pemenuhan ketersediaan pangan di Kota Padang

Salah satu areal persawahan di Sumatera Barat (Antara/Iggoy Elfitra)

Padang (ANTARA) - Menjelang pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk yang pertama kalinya di Padang pada 22 April 2020 salah satu yang menjadi kekhawatiran sejumlah pihak adalah ketersediaan pangan mengingat dilakukan pengetatan akses di pintu masuk.

Mengantisipasi hal itu Wali Kota Padang Mahyeldi meninjau langsung posko perbatasan Sumbar di Kabupaten Dharmasraya memastikan akses untuk kendaraan yang mengangkut pangan bisa lancar.

Apalagi sebagai ibu kota provinsi dengan penduduk 909.040 jiwa berdasarkan Sensus Penduduk 2020 hampir sebagian besar kebutuhan pangan dipasok dari luar Padang.

Berdasarkan data yang dihimpun dari Dinas Pertanian Kota Padang kebutuhan beras di kota itu mencapai 120 ribu ton per tahun.

Dari 120 ribu ton tersebut 40 persen diproduksi di Kota Padang dan sisanya didatangkan dari luar Padang seperti dari Solok, Pesisir Selatan, Padang Pariaman dan lainnya.

Pemerintah Kota Padang pun telah memastikan stok pangan mencukupi selama pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang berlangsung tiga tahap.

Oleh sebab itu Pelaksana Tugas Dinas Pangan Kota Padang Guswardi menyerukan kepada masyarakat tidak perlu khawatir akan kekurangan stok bahan pangan karena persediaan mencukupi.

"Apalagi jika ada yang sampai menimbun, hal itu tidak perlu," ujarnya.

Ia menyampaikan selama ini Sumatera Barat mengalami surplus bahan pangan sehingga ada yang dikirim ke luar Sumbar.

Memang yang jadi persoalan saat ini adalah penurunan daya beli, akan tetapi saat bantuan sosial turun masyarakat akan tertolong untuk memenuhi kebutuhan pangan, katanya.

Sementara untuk stok pangan lainnya seperti gula, minyak goreng dan lainnya stoknya juga mencukupi.

Hasil penelusuran data dari Bank Indonesia perwakilan Sumbar selama pandemi inflasi relatif terkendali di Sumatera Barat.

"Salah satunya disebabkan karena persediaan pangan mencukupi apalagi saat ini sedang musim panen," kata Kepala BI perwakilan Sumbar Wahyu Purnama,

Dalam rangka pengendalian inflasi di daerah, sekaligus merespon perkembangan wabah virus corona yang berdampak terhadap perekonomian global maupun nasional bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sumbar telah dilakukan sejumlah langkah antisipas.

Pertama menyalurkan bahan pangan murah oleh Toko Tani Indonesia Center Sumatera Barat melalui media pemasaran online dalam rangka menjaga kestabilan harga pangan di tengah risiko kenaikan harga akibat penyebaran wabah virus corona.

Kemudian pemantauan ketersediaan pasokan bahan pangan oleh Gubernur Sumatera Barat bersama dengan Asisten Perekonomian, Kepala Dinas Pangan dan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan , Kepala Biro AP2BMD dan didampingi Kepala Bulog terutama bagi kebutuhan pokok seperti beras, tepung dan minyak goreng.

Berikutnya pemenuhan kebutuhan telur dan daging ayam ras menjelang Ramadhan dilakukan dengan pemberian imbauan oleh Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sumatera Barat kepada peternak/ produsen untuk meningkatkan kapasitas kandang sebesar 30 persen.

Pada sisi lain Bulog terus melakukan upaya pengendalian harga beras melalui operasi pasar yang rutin dilakukan kepada pedagang serta pengadaan impor gula pasir yang saat ini pasokannya kosong.

Pola Distribusi

Sementara berdasarkan hasil survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik Sumatera Barat terungkap pola distribusi komoditas strategis di provinsi itu cukup pendek dan paling banyak hanya melewati tiga mata rantai.

Untuk beras pola distribusi dimulai dari petani , pedagang eceran, dan konsumen akhir atau terbilang ringkas.

Sementara cabai merah dimulai dari petani, pedagang pengepul, pedagang eceran dan konsumen akhir.

Lalu bawang merah dari petani ke pedagang pengepul, pedagang eceran dan konsumen akhir.

Sedangkan daging ayam ras dari peternak, pedagang grosir, pedagang eceran dan konsumen akhir.

Menurut Koordinator Fungsi Statistik Distribusi BPS Sumbar Kenda Paryatno margin perdagangan beras di Sumbar mencapai 12,99 persen, cabai merah 49,98 persen, bawang merah 41,06 persen, dan daging ayam ras 34,95 persen.

"Margin ini menggambarkan berapa harga komoditas mulai dari tingkat produsen ke konsumen dan yang paling tinggi adalah cabai merah," kata dia.

Tantangan

Dinas Pertanian Kota Padang mengemukakan alih fungsi lahan menjadi tantangan yang berat di daerah itu apalagi pertambahan jumlah penduduk terus meningkat dan kebutuhan akan lahan untuk perumahan dan komersial terus bertambah.

“Alih fungsi lahan merupakan tantangan berat bagi petani, lahan pertanian terus berkurang dari tahun ke tahun,” ujar Kepala Dinas Pertanian Kota Padang Syahrial Kamat.

Syahrial menyebutkan hingga tahun ini lahan pertanian di Padang terus berkurang menjadi 5.400 hektare. Diperkirakan pada 2030 nanti lahan pertanian yang mampu bertahan yakni seluas 2.800 hektare.

“Sementara kebutuhan beras di Kota Padang cukup banyak. Dengan alih fungsi lahan, jumlah produksi beras akan ikut turun,” katanya.

Sementara Anggota Komisi IV DPR RI Hermanto menilai sepanjang manusia masih butuh makan, lahan pertanian tidak bisa ditinggalkan begitu saja dan harus tetap diolah oleh para petani.

“Karena sejak alam terkembang, pekerjaan pertama manusia adalah bertani agar tetap bertahan hidup,” ujarnya.

Ia berpendapat negara mempunyai kepentingan untuk pengadaan pangan. Dengan begitu, setiap manusia tidak lagi kelaparan karena tidak berproduksinya pangan.

“Negara mesti membantu pupuk, cetak sawah dan benih, agar pertanian tetap berjalan,” ujarnya.

Minimnya lahan pertanian di Padang pada sepuluh tahun mendatang membuat Hermanto cukup kaget. Ia menyebut, luas sawah di Padang cukup kecil yang hanya 0,3 hektare sehingga hanya mampu mencukupi ketersediaan beras untuk keluarga saja.

“Ke depan bagaimana caranya agar setiap petani menyediakan pangan tidak saja untuk keluarganya, akan tetapi juga untuk orang lain,” harapnya.