Penulis: Buku Knock Out" ajarkan bangkit di saat terpuruk

id Buku, Sumbar, Padang

Penulis: Buku Knock Out" ajarkan bangkit di saat terpuruk

Satu dari 21 penulis buku "Knock Out" Dedi Vitra Johor saat jumpa pers di Padang, Kamis (ANTARA/ Mario Sofia Nasution)

Padang, (ANTARA) - Sekumpulan pengusaha mencoba membagikan pengalaman pahit mereka dalam hidup dan mampu bangkit dalam bentuk buku yang berjudul "Knock Out" yang ditulis 21 pengusaha yang tersebar di seluruh Indonesia.

Salah seorang penulis Dedi Vitra Johor di Padang, Kamis mengatakan buku tersebut ditulis berdasarkan kisah nyata dari 21 orang dengan beragam latar belakang.

Diantaranya Mardigu Wowiek, Ira Pohan, Ihsan, Dedi Johor, Ust. Ali, dr, Farhan, Haersyah, Sarju, Satrio, Irfan, Destaza, Zaki, Riyadin, Habibah, Handiyoko, Iwan, Ilham, Nensi, Prapto, Zhakiyah, dan Darwan.

Dalam buku tersebut banyak kisah inspiratif yang bisa dipetik.

Ia mengatakan melalui "Knock Out", penulis berbagi pahit getir kehidupan mereka dari membangun bisnis, lalu terpuruk, hingga terjadi sesuatu hal yang luar biasa.

"Kisah nyata ini di dalamnya ada saya, seorang pebisnis, dokter spesialis anestesi, pengusaha, ASN, hingga ibu rumah tangga," katanya

Semua mereka berkolaborasi melahirkan sebuah karya di masa pandemi COVID-19 selama kurang dari tiga bulan.

"Kita berusaha mengubah pola pikir pembaca dalam menghadapi hidup. Jangan anggap kelemahan sebagai titik lemah tapi itu adalah potensi yang terpendam," kata dia.

Menurut dia penulisan buku ini berawal dari bergabung mereka dalam Komunitas Milionaire Midset Boot Camp (MMBC) bersama 20 penulis lainnya.

Dia berkumpul lebih dari 600 orang selama dua hari satu malam.

Dalam seminar tersebut, menurutnya ada sejumlah orang yang memiliki getaran yang sama.

"Ada 21 orang dengan satu getaran pikiran ingin bertumbuh. Kami ingin menceritakan kelam masa lalu," kata dia.

Buku tersebut mengupas tuntas, menghajar hati paling dalam dan pikiran tentang mindset yang ada.

Dalam buku "Knock Out" Dedi Vitra Johor menulis tentang getaran energi menjadi magnet rezeki.

Sebagai penulis buku, Dedi Vitra Johor menceritakan judul tersebut tidak lepas dari pengalamannya, bagaimana dirinya mengalami trauma.

"Ini berkaitan dengan kisah pribadi, yang kami coba ungkap, karena tidak selamanya yang menjadi kelemahan dan kekurangan, itu akan menjadi kelemahan terus di masa yang akan datang," kata dia.

Menurut Dedi Vitra Johor, kelemahan dan kekurangan itu bukanlah kondisi nyata, itu hanya asumsi terhadap diri sendiri.

Ia menceritakan saat masih sekolah dasar termasuk orang yang ceria bahkan mampu menamatkan proses belajar selama lima tahun saja.

Semua itu berubah ketika masuk SMP, ada satu hal kecil yang membuat ia dirisak yakni gemetaran ketika tampil di depan umum.

Dia dirisak kawan-kawannya dengan sebutan "gempa man". Hal itulah yang menjadikan dirinya trauma dan menjadi sosok pribadi yang tertutup.

Jangankan untuk tampil di panggung, menegur perempuan saja ia tak berani.

Dia begitu takut karena ia berpendapat orang-orang punya pemikiran negatif yang cukup besar.

"Saya sadar itu asumsi yang salah," ujarnya.

Ia mengatakan ada satu momen yang ia ingat ketika ibunya berkata "Kalau kamu masih mau menjadi pribadi seperti itu. Itu adalah masa lalu kamu."

Orangtua selalu meyakinkan dia bahwa masa lalu hanya masa lalu. Jangan dijadikan itu sebagai patokan. Melihat itu ke depan, jangan lihat pakai kaca spion, ke belakang.

Setelah itu ia melihat sebenarnya memiliki potensi dan ketika kuliah mulai berubah dan bangkit dari keterpurukan.

Dia yang dulunya benci berdiri di panggung, sekarang justru hampir sering berdiri di panggung di berbagai kota di Indonesia.

Menurut dia lingkungan mempengaruhi cara seseorang berpikir dan kalau bertemu orang yang mengeluh setiap hari, maka akan begitu juga.

Kalau berbicara suatu hal yang optimistis akan jadi pribadi yang optimistis.

Menurutnya cara berpikir dilihat dari melihat sesuatu dengan sudut pandang yang berbeda.

Cara berpikir tersebut terbentuk oleh karena membangun kata-kata, trauma masa lalu dan model, sosok, atau publik figur.

"Ada satu benang merah, 88 persen seseorang bertindak atas "mindset" mereka. 12 persen oleh strategi mereka," kata dia.