Kisah Hasan dan Nining bermotor 13 ribu kilometer dari Sulawesi demi ikut MTQ di Padang

id MTQ Nasional,sumbar,berita padang, berita sumbar

Kisah Hasan dan Nining bermotor 13 ribu kilometer dari Sulawesi demi ikut MTQ di Padang

Nining dan suaminya, Hasan dengan sepeda motornya. (Antara/dok.pri)

Padang (ANTARA) - Hanya berbekal keyakinan kuat serta tekad membara Nining R Rusdin Wakiden bersama suami Hasan Cl Bunyu dapat menjejakkan kaki di Padang, Sumatera Barat, untuk mengikuti MTQ Nasional ke-28 mewakili Kalimantan Utara.

Keraguan pasangan suami istri itu wajar karena usai Nining ditetapkan sebagai kafilah MTQ Nasional dari Kalimantan Utara, mereka memutuskan berangkat menggunakan sepeda motor dari Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.

Pasangan suami istri itu nekat menempuh perjalanan dari Parigi Moutong, Sulawesi Tengah sejauh 13 ribu kilometer selama 16 hari.

Nining bersama Hasan (suami) hanya membawa bekal pas-pasan untuk makan dan beli BBM di perjalanan, berangkat pada 28 Oktober 2020 dan berdasarkan hitungan mereka hanya akan cukup hingga di Yogyakarta.

Namun, dengan keyakinan dan izin Allah mereka tak menyangka bisa sampai ke Ranah Minang pada 13 November 2020 setelah menyeberang empat pulau besar di Tanah Air yaitu Sulawesi, Kalimantan, Jawa dan Sumatera.

Nining merupakan kafilah MTQ dari Kalimantan Utara pada cabang kaligrafi, kebetulan ia dan suami berdomisili di Sulawesi Tengah sehingga berangkat dari Taopa, Parigi Moutong. Sementara Hasan sehari-hari berprofesi sebagai guru agama Islam.

Usai ditetapkan sebagai utusan Kalimantan Utara, mereka berdua pun memutuskan berangkat menggunakan sepeda motor dengan alasan mencegah penularan COVID-19.

Pada 2018 Nining juga mewakili Kalimantan Utara mengikuti MTQ Nasional di Medan, Sumatera Utara. Saat itu karena belum ada COVID-19 ia berangkat bersama rombongan menggunakan pesawat udara.

Namun, karena saat ini sedang pandemi dan kampung tempat berdomisili di Parigi Moutong masih hijau ia memutuskan untuk menggunakan sepeda motor.

"Hampir setiap yang bepergian dengan pesawat udara di kampung kami dikarantina dan dikucilkan masyarakat hingga satu bulan karena khawatir COVID-19, kami akhirnya memutuskan supaya lebih aman pakai motor saja," kata dia menceritakan kisahnya.

Hasan dan istri saat diwawancarai di Padang (Antara/Ikhwan Wahyudi)


Gara-gara moge

Awalnya ia sempat tidak mau berangkat karena khawatir COVID-19. Ia pun mencoba mencari rute kapal ke Belawan, Medan, kemudian melanjutkan perjalanan ke Padang.

"Namun, ternyata tidak ada jadwal, akhirnya ada rombongan moge lewat, eh kenapa kita tidak coba naik motor," katanya.

Tentu saja keberangkatan ke Padang menggunakan sepeda motor bebek mendapat penolakan mulai dari petugas setempat hingga pihak keluarga.

Namun, Nining dan Hasan tetap berangkat karena alasan tidak mengizinkan tidak ada dan berbekal Bismillah, ia jalan ke Toli-Toli menyeberang ke Kalimantan tepatnya Kalimantan Utara.

Beberapa kali di jalan ia ditelpon diminta membatalkan perjalanan, namun Hasan memutuskan tetap lanjut.

Usai mengurus izin ia melanjutkan perjalanan, menuju ke Kalimantan Tengah terus menuju Banjarmasin, Kalimantan Selatan, untuk menyeberang ke Pulau Jawa tepatnya Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.

Sempat tertahan dua malam di Banjarmasin karena salah jadwal kapal menyeberang ke Surabaya, Hasan sempat khawatir karena waktu makin singkat.

Tepat 8 November 2020 akhirnya ia sampai di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan melanjutkan perjalanan menuju Yogyakarta.

Sesampai di Yogyakarta pasangan itu mengikuti tes usap di fasilitas kesehatan setempat sebagai salah satu syarat peserta MTQ nasional oleh panitia di Sumatera Barat.

Hasan dan Nining menyusur Jawa menuju Pelabuhan Merak Banten siang dan malam karena mematok target harus sampai di Padang paling lambat 14 November 2020.

Mereka hanya beristirahat dua jam saja selepas Subuh dan setelah itu kembali melanjutkan perjalanan.

Karena belum tahu rute dalam perjalanan mereka mengandalkan aplikasi google maps dan bertanya kepada penduduk.

Hasan pun memilih mengendarai motor dengan kecepatan maksimal 60 kilometer per jam karena khawatir jika terlalu cepat saat tersasar akan semakin jauh dan mencegah kecelakaan.

Untuk beristirahat mereka singgah di SPBU termasuk mandi. Sedangkan untuk makan di Pulau Jawa ia mencari warteg dan hanya membeli satu bungkus nasi dengan dua lauk demi menghemat biaya.

"Kalau malam ngantuk sih iya, kalau sudah tidak kuat istirahat dulu sebentar," kata Hasan.

Ia pun sempat ragu akan sampai karena pada 9 November masih di Yogyakarta sementara 14 November 2020 MTQ sudah dimulai.

Sampai di Lampung ia memutuskan lewat jalur lintas tengah, namun akhirnya ia memutuskan lewat Pagar Alam menuju Bengkulu hingga ke Muko-Muko.

Akhirnya Pada 13 November 2020 pukul 09.00 WIB Hasan pun tiba di Bungus Teluk Kabung yang merupakan gerbang Kota Padang.

Ia setengah tak percaya bisa sampai dan menanyakan kepada warga setempat hingga dua kali apakah benar sudah berada di Padang setelah melewati 15 provinsi.

Berkat semangat cinta Al Quran dan tekad kuat mereka pun sampai di tujuan untuk berjuang bersama seluruh kafilah di Tanah Air.

Kejadian unik

Sejumlah kejadian unik di perjalanan pun ditemui Hasan dan Nining mulai dari kisah mistis hingga sempat dikejar orang tak dikenal di daerah Bengkulu.

Tak hanya itu mereka pun sempat tersesat beberapa kali karena berpatokan kepada google maps.

Di daerah Pasar Tuban Hasan malah masuk ke dalam pasar dan dimarahi pedagang karena motor tidak boleh lewat.

"Sampai dilempar mentimun, karena kiri kanan orang jualan, mau balik tidak bisa," katanya.

Usai keluar dari pasar, google maps kembali memandu menyebabkan ia kembali masuk ke pasar tersebut membuat mereka dicaci maki pedagang.

"Saya hanya bisa minta maaf karena tidak mengerti, mereka pakai bahasa Jawa," katanya.

Akhirnya ia memutuskan mematikan google maps dan langsung bertanya kepada warga yang dijumpai dan berpatokan pada marka jalan.

Di Serpong hendak ke Merak ia pun berputar-putar hingga akhirnya menemukan jalan.

Saat berada di Bengkulu pasangan suami istri yang sudah dikaruniai empat anak ini lima jam tersasar di kebun sawit yang nyaris tak ada orang sama sekali. Beruntung ada mobil lewat dan akhirnya diantar.

Sementara Nining saat melewati Kalianda, Lampung melihat sosok makhluk halus yang duduk di pundaknya sampai ke Bengkulu dan baru hilang sampai di Padang.

Nining mengaku sebelumnya bisa melihat makhluk halus dan saat itu ia sudah menyampaikan kepada suami yang membawa motor ada yang mengikuti.

Hasan pun merasakan tarikan motor terasa berat beberapa kali padahal jalan datar dan mengira ada kerusakan.

Di daerah perbatasan Lampung - Bengkulu pada malam hari ia sempat dikejar dua motor.

Hasan pun mempercepat laju motor dan beruntung bertemu rombongan empat mobil tangki. Ia pun meminta izin untuk ikut rombongan bersama-sama dan para sopir mempersilakan Hasan berada di depan mereka.

Saat berhenti di rumah makan para sopir truk tangki bercerita dikejar dua motor dan Hasan pun menceritakan ia juga sempat diuber.

Keramahan Indonesia

Selama 16 hari dalam perjalanan Hasan dan istri benar-benar merasakan keramahtamahan Indonesia.

Sebelum berangkat ia sempat mencari informasi soal jalur darat di Sumatera dan dari berita yang beredar di media daring banyak begal.

Namun, kekhawatiran itu sirna karena sebaliknya ia menemukan keramahan orang Indonesia serta keindahan alam selama perjalanan.

Ia menghitung bekal hanya cukup sampai di Yogyakarta, namun di sepanjang perjalanan karena motornya menarik perhatian dengan adanya bendera membuat banyak orang yang menanyakan tujuan.

Begitu ia menyampaikan peserta MTQ Nasional mau ke Padang banyak masyarakat yang membantu memberikan bekal mulai dari uang, makanan hingga BBM.

Saat mengisi BBM di SPBU pun tak jarang ia dibayari pengendara lain hingga petugas SPBU tak mau menerima uang.

Ia juga memposting perjalanannya di akun media sosial sehingga mendapatkan perhatian dari banyak pihak.

"Bahkan ada saja yang minta nomor rekening untuk memberi uang bekal di jalan padahal tidak akrab dengan saya," ujarnya.

Saat beristirahat di SPBU juga pernah diajak ke rumah warga setempat dijamu makan dan dibekali uang.

Kebaikan-kebaikan yang ia temui membuat tekad semakin kuat melanjutkan perjalanan ke Padang.

Termasuk saat naik kapal menyeberangi Selat Sunda dari Pelabuhan Merak Banten di atas kapal para ABK menanyakan tujuan.

Begitu tahu peserta MTQ yang hendak ke Padang mereka disediakan istirahat di kamar khusus.

"Sudah tidur istirahat dulu, tidak usah bayar," kata Hasan.

Untuk makan di perjalanan di Sumatera, Hasan memilih makan di rumah makan Padang. Saat pemilik rumah makan tahu hendak ke Padang mengikuti MTQ banyak yang menggratiskan.

"Karena mau ke Padang pemilik rumah makan mendukung, mau datang ke kampung mereka, jadi tidak mau terima uang kami," ujar dia.

Sampai di Padang pun Hasan dan istri ditawari menginap di tempat kos yang dibiayai oleh warga.

Di Padang pun ia bertemu dengan polisi yang mengira akan menanya surat kendaraan ternyata malah minta foto.

"Dengan kebaikan dan keramahan warga di sepanjang jalan hingga sampai di Padang terobati semua rasa capek di perjalanan," katanya.

Nining pun mengakui kebaikan kebaikan masyarakat seperti obat membuat ia terus bersemangat mengikuti MTQ cabang kaligrafi.

Untuk kembali pulang ke Sulawesi Tengah Hasan dan istri sudah menyusun jadwal.

Awalnya mereka berencana akan menuju titik nol di Sabang Aceh, namun karena butuh waktu enam hari pulang pergi dibatalkan.

Namun, ia sudah menyusun jadwal dan sejumlah orang telah menunggunya di perjalanan mulai dari tawaran menginap hingga servis motor di bengkelnya. Alhamdulillah.*