Pesantren dan awal gerakan masyarakat hidup sehat

id Pesantren,pbnu,vsi,kerja sama pola hidup sehat,germas,gerakan masyarakat hidup sehat,germas di Pesantren

Pesantren dan awal gerakan masyarakat hidup sehat

Seorang santri menjalani tes usap di Pondok Pesantren Cipasung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Jumat (2/10/2020). (ANTARA/HO-Humas Cipasung)

Jakarta (ANTARA) - Stigma pola hidup santri yang terkesan jauh dari kata sehat sudah selayaknya dihapuskan, mengingat pesantren justru potensial menjadi langkah awal bagi gerakan masyarakat hidup sehat.

Pondok pesantren menjadi lembaga pendidikan tertua yang unik dan bercirikhaskan nusantara. Sejak puluhan tahun silam, pesantren mampu mencatatkan sejarahnya sendiri dalam kiprah untuk turut serta membangun bangsa ini.

Oleh karena peran strategisnya itulah, pondok pesantren bisa menjadi fondasi yang kuat bagi penggalakan gerakan masyarakat hidup sehat.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA. mengatakan pentingnya bagi para santri untuk mulai mengenal pola hidup terutama pola makan yang sehat sedari dini.

Terlebih menjaga kesehatan melalui pola hidup dan pola makan yang baik merupakan bentuk syukur tertinggi atas karunia kehidupan dari Allah.

NU ingin menepis stigma hidup santri-santrinya yang selama ini dianggap kurang sehat, seperti kurang tidur karena banyak begadang, minum kopi dengan banyak gula, hingga merokok sepanjang waktu.

Bahkan sampai ada pemeo yang berkembang dikalangan santri “NU smoking” lantaran akrabnya para santri NU dengan rokok.

Pandemi COVID-19 dapat menjadi momentum yang baik untuk memulai dan mengubah pola hidup ke arah yang lebih baik, sekaligus sebagai upaya untuk meningkatkan imunitas.

Gandeng VSI

Dalam upaya tersebut, kemudian ditandangani Nota Kesepahaman (MoU) antara Lembaga Kesehatan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LK-PBNU) dengan Yayasan Vegan Society Of Indonesia (VSI).

Kerja sama itu terkait upaya Peningkatan Kesehatan dan Gizi Masyarakat Melalui Edukasi dalam Mendukung Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) di pesantren dan lembaga pendidikan di bawah naungan PBNU di Nusantara.

Said Aqil Siroj dan jajaran pengurusnya membahas rencana kerja sama tersebut dengan Yayasan Vegan Society of Indonesia (VSI).

Dalam pertemuan tersebut, Yayasan VSI yang dipimpin oleh Dr. Drs. Susianto, MKM. (yang juga merupakan Founder & Chair of World Vegan Organisation), banyak memaparkan perkembangan terkini mengenai pola makan seimbang berbasis nabati (Plant Based Diet), serta kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh Yayasan VSI di dalam mengedukasi masyarakat mengenai pola hidup sehat.

Yayasan VSI merupakan salah satu mitra Kementerian Kesehatan di dalam Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas).

Dr. Drs. Susianto yang juga seorang Pakar Gizi, penulis buku Best Seller dengan topik vegetarian & vegan mengusulkan bentuk rencana kerja sama antara Yayasan VSI dengan LK-PBNU, khususnya di dalam meningkatkan kesehatan dan gizi masyarakat melalui edukasi.

Kesepakatan kerja sama antara LK PBNU dengan VSI diharapkan menjadi awal yang baik bagi semakin memasyarakatnya gerakan masyarakat hidup sehat.

Terlebih pondok pesantren NU yang jumlahnya banyak dan tersebar di berbagai pelosok nusantara sangat potensial menjadi titik awal dimulainya gerakan masyarakat hidup sehat.

Gizi Masyarakat

LK-PBNU dan VSI secara bersama-sama menyatakan sepakat untuk meningkatkan kesehatan dan gizi masyarakat melalui edukasi yang terus-menerus kepada masyarakat.

Upaya ini sekaligus bertujuan untuk meningkatkan akses layanan promosi kesehatan dan gizi masyarakat melalui penyuluhan, penerapan, dan penilaian status gizi terutama untuk pangan berbasis nabati.

Said Aqil sempat mengatakan pangan berbasis nabati sejatinya sangat akrab di kalangan pondok pesantren sebagai bagian dari laku syukur para santri.

Pada masa lalu, pesantren menjadi wadah bagi santri. Santri, seperti Muhammad Habib Ghulam Alrasyid sebutkan, hidup dalam banyak batasan.

Sejak bangun pagi, harus beribadah hingga waktu sekolah tiba. Sore hari, mereka disibukkan dengan berbagai kegiatan pondok, lalu mengaji, dan belajar di malam hari. Waktu tidur relatif singkat, menu makanan terbatas, dan tinggal dalam ruangan besar berisi belasan santri.

Namun pesantren adalah tempat membangun karakter yang efektif dan tempat untuk mendapatkan banyak nilai humanis di samping ilmu agama. Hingga menjadi wadah belajar untuk egaliter, persamaan nilai setiap orang di depan Tuhan, dan persamaan derajat antara sesama manusia.

Santri terbiasa makan bersama dalam satu nampan dan tidur beralasan tikar di ruangan yang sempit tanpa memandang status sosial.

Dari situlah kemudian Susianto dengan VSI-nya mendorong perbaikan status gizi santri melalui pangan berbasis nabati yang telah terbukti banyak memberikan manfaat besar bagi tubuh karena tidak memberatkan sistem cerna tubuh manusia.

Susianto berharap melalui kerja sama tersebut edukasi pola hidup dan pola makan yang lebih baik akan dapat diterapkan melalui penyuluhan hingga penilaian status gizi berbasis nabati.

Dari situ kemudian dapat ditindaklanjuti pengendalian penyakit termasuk penularan virus hingga terpenuhinya gizi keluarga, lingkungan pesantren, dan masyarakat sekitarnya.

Hal itu sekaligus juga guna mencegah lingkungan pendidikan seperti pesantren menjadi klaster penyebaran COVID-19.

Edukasi pun melingkupi berbagai pesan agar para pengajar serta orang tua terus menanamkan pentingnya protokol kesehatan, seperti memakai masker, sering mencuci tangan, dan menjaga jarak aman lebih dari dua meter, termasuk meningkatkan imunitas sehingga santri dan masyarakat di lingkungan sekitarnya dapat lebih siap menekan penyebaran virus.

Hal ini menjadi sangat penting karena pakar kesehatan mengatakan bahwa perubahan perilaku berkontribusi 80 persen dalam mengendalikan penyakit ataupun kurva pandemi. Ini menjadi awal bagi pesantren untuk memulai gerakan masyarakat hidup sehat.