Belajar Kecerdasan di Tengah Haru Biru Pandemi COVID-19

id hari pendirikan nasional

Belajar Kecerdasan di Tengah Haru Biru Pandemi COVID-19

Dr Silfia Hanani

Padang, (ANTARA) - Sudah lebih satu bulan belajar di sekolah beralih menjadi belajar di rumah, akibat dari pandemi COVID-19 mengancam dunia, termasuk Indonesia. Hampir semua lini terjadi perubahan yang kian dramatis menghadapi ancaman virus ini, termasuk dunia pendidikan kita. Semua lini itu pun kelabakan menghadapinya mengingat begitu cepatnya virus ini membiak, percepatan untuk memutus rantai penyebarannya harus pula dilakukan dengan kencang dan dengan strategis yang mumpuni, sehingga korban manusia tidak berjatuhan.

Di masa kelabakan itu, tradisi pendidikan di sekolah totalitas beralih menjadi“sekolah di rumah” dengan mengandalkan jaringan internet, sehingga popular belajar daring. Orang tua menjadi pendamping sejati dan guru pun harus menyusun strategi supaya pesan pendidikan itu tersampaikan.

Kelangsungan pendidikan melalui daring itu, bukan sesuatu hal yang baru dalam dunia pendidikan, dia seumur dengan kelahiran internet itu sendiri, namun kita belum terbiasa dengan hal itu dan bahkan belum menyadari penting peran internet dalam pembelajaran, sehingga ketika terjadi kondisi seperti sekarang, kita kelabakan dan geger budaya menghadapinya, pada hal segala yang ada di tangan kita sangat smart bisa menjelajahi dunia tanpa batas ruang dan waktu. Kini kita didesak menjadi cerdas dan smart.

Mungkin ke depan kita menghadapi situasi-situasi yang tiba-tiba seerti ini, situasi yang sulit untuk diprediksi, muncul dengan sangat cepat tanpa tahu dengan pasti pengendaliannya, sehingga ketika terjadi kita gagap menghadapi, oleh sebab itu apa yang dikatakan oleh Naisbitt tentang dunia global itu adalah dunia paradok atau oleh Asan Tibbi disebut dengan dunianya black swan sesuatu yang serba tak terduga dan sering muncul dengan kebalikan-kebalikan, seperti kita saksikan sekarang ini.

Ke depan, siapa yang cerdas menghadapi tantangan itu maka itulah pemenang dari kompetisi dunia. Kecerdasan memang sangat dibutuhkan, jika kecerdasan itu terabaikan maka kita akan mengalami kekalahan yang fatal. Maka pendidikan pun harus cerdas, cerdas merancang masa depannya untuk mampu menghadapi kondisi-kondisi yang tak terduga dan paradok itu. Genderang perang bukan lagi dengan senjata tetapi dengan kecepatan menghadapi hal-hal yang tak terduga dan berlawanan dengan yang dikehendaki itu.

Pendidikan harus membangun manusia yang mampu membuat lompatan kecerdasan melebihi zamannya, bukan lagi menciptakan manusia cerdas manual, manusia “robotik” pengikut dan pemakai tetapi menciptakan manusia cerdas quantumik, manusia pemroses cepat, tepat ukuran, karena hal-hal tak terduga memerlukan kecepatan dan ketepatan itu, seperti yang dituntut sekarang ini.

Situasi pandemi COVID-19 ini mengajarkan kepada kita semua, pendidikan kecerdasan quantumik itu, kecerdasan dalam mengatasi masalah, mengurai permasalahan dan sekaligus menciptakan strategi di tengah ancaman, sehingga ketika terjadi masalah tidak lagi grasak-grusuk seperti kita rasakan sekarang, tetapi cedas membangun solusi.

Pandemi COVID19 telah mendesak kembali berbagai kecerdasan kita umat manusia, kecerdasan itu hampir terabaikan dalam dunia pendidikan kita, diantaranya adalah kecerdasan sosial, rasa kemanusiaan untuk saling mengatasi masalah secara bersama melintasi agama, etnis dan budaya. Selama ini terkotak-kotak oleh ego masing-masing sehingga kita merasakan berdekatan tapi rasa sosial-manusia berjauhan. Maka, pendidikan kita harus kembali belajar membangun kecerdasan sosial itu. percayalah, permasalahan ke depan kita adalah permasalahan global, oleh sebab itu mengatasinya harus dengan rasa kebersamaan itu.

Pandemi COVID-19, juga mengajarkan kepada kita untuk cerdas berselancar di dunia maya, dunia virtual. Kita harus menjadi penguasa dunia nyata dan dunia maya virtual itu, sehingga ruang dan waktu tidak menjadi penghambat, pengendala untuk kemajuan sosial, ekonomi, politik, pendidikan dan seterunya. Di sinilah kita butuh semua pelosok dijelajahi oleh jejaring internet. Jejaring ini pun akan menyulap kampung pedalaman menjadi kampung kota di dunia maya. Di kenal seantero dunia. Tapi sayang belum semua kampung kita terjangkau oleh hal demikian, sehingga ketika kita dipaksa belajar daring banyak anak-anak kita berburu sinyal berkilo-kilo meter jarak dari rumah ditempuhnya.

Pandemi COVID-19 juga telah mendesak kita untuk cerdas, merancang kemajuan melalui virtualisasi, sebab di dunia nyata banyak fasilitas yang tidak terjangkau untuk kepentingan kemajuan itu, seperti pada situasi sekarang, hampir mengatakan kita tidak punya buku untuk belajar di rumah, perpustakaan tutup, padahal perpustakaan dunia maya begitu komplit. Di Indonesia saja misalnya selain dibantu oleh beribu-ribu jurnal yang online juga Perpustakaan Nasional RI bisa diakses melalui internet, bahkan banyak fasilitas referensi yang dapat digunakan di akses. Tidak ada pantas lagi kita mengatakan kita kekurangan bahan bacaan.

Pandemi COVID-19, ternyata juga mengajarkan kita untuk cerdas merancang strategi dan metode pembelajaran berbasis virtual, online, pengajar dan kita semua harus smart mempergunakan fasilitas ini, kita semua sudah harus melek internet, sehingga belajar daring bisa menjadi soslusi ketimpangan kualitas pendidikan antara kota desa.

Terakhir, pandemi COVID-19 mengajarkan kita cerdas berlogika, cerdas dalam berfikir, cerdas dalam menganalisis, karena kita merasakan betul yang menjajah kita di tengah pandemi ini adalah dunia maya, begitu seterusnya dunia nyata kita akan dipaksa oleh dunia masa. Maka jika kita tidak cerdas berlogika, cerdas dalam menganalisis, akan menjadi korban hoaks yang memilukan. Pendidikan kita tentu harus mengeluarkan manusia-manusia dari kondisi ketidakcerdasan dalam bervitualisasi itu.

Akhirnya, selamat hari pendidikan, kita produksi pendidikan yang memerdekakan dan mencerdaskan!

Dosen sosiologi agama di IAIN Bukittinggi