Simpang Empat, (ANTARA) - Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat memecahkan rekor dunia ma-apam atau memasak makanan dari tepung beras di Taman Hutan Kota Pasaman Barat dengan 1.704 tungku, Kamis.
"Setelah diverifikasi jumlah tungku yang ada saat ma-apam mencapai 1.704 tungku. Luar biasa dan tidak hanya rekor Indonesia tetapi rekor dunia," kata Manager Museum Rekor Indonesia (MURI), Triyono di Simpang Empat, Kamis.
Menurutnya awalnya Pemkab Pasaman Barat mengusulkan jumlah tungku sebanyak 1.500 untuk memecahkan rekor Indonesia. Tetapi setelah diverifikasi jumlah tungku mencapai 1.704 tungku.
"Dengan demikian maka tidak rekor Indonesia yang kami berikan tetapi rekor dunia," tegasnya.
Ia menyebutkan tradisi ma-apam ini merupakan tradisi masyarakat Pasaman Barat dengan mengandung nilai-nilai budaya yang tinggi.
Apalagi Pemkab Pasaman Barat berani mengumpulkan kegiatan ma-apam ini dalam satu tempat karena biasanya memasak hanya berkelompok sehingga memecahkan rekor dunia dengan tungku terbanyak.
"Sebelumnya rekor Indonesia dipegang oleh Aceh dengan 1.000 tungku. Sekarang dipecahkan oleh Pasaman Barat dengan merebut rekor dunia dengan 1.704 tungku," katanya.
Bupati Pasaman Barat Yulianto didampingi Ketua Panitia Sifrowati Yulianto menyambut baik dengan penghargaan rekor dunia ini.
"Terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi menyukseskan acara ini. Selain memecahkan rekor dunia juga upaya melestarikan budaya Pasaman Barat," katanya.
Manurutnnya tradisi ma-apam ini merupakan salah satu upaya melestarikan budaya dengan menjaga kebersamaan dan silatutrahhmi menjelang Bulan Ramadhan atau saat Bulan Rajab.
Ia menyebutkan tradisi ma-apam perlu diestarikan, karena tradisi ini dilakukan hanya pada bulan khusus, seperti menyambut bulan suci Ramadhan dan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Untuk pesertanya diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat khususnya kalangan ibu-ibu berusia 30 tahun ke atas.
Ia menjelaskan tradisi memasak makanan oleh ibu-ibu yang terbuat dari tepung beras yang dinamakan ma-apam dilaksanakan menjelang memasuki Bulan Rajab akan tetap terus dilestarikan.
"Tradisi ma-apam hingga saat ini terus berlanjut setiap memasuki Bulan Rajab. Tradisi ini perlu dilestarikan dalam rangka memupuk kebersamaan," ujarnya.
Ia mengatakan kegiatan ma-apam tersebut merupakan tradisi yang sudah puluhan tahun berlangsung. Saat memasak apam itu nilai kebersamaan sangat terlihat.
"Memasak apam itu asik, penuh canda tawa dan kebahagian. Tradisi ini akan terus lestari jika semua ibu-ibu bisa melanjutkan tradisi ini. Selain itu, ada doa yang tersemat di balik tradisi tersebut," ujarnya.
Menurutnya tradisi yang sudah turun dan temurun tersebut selain mempererat tali silaturahmi masyarakat, juga ikut mengajak meningkatkan persatuan dan kesatuan.
Bahan dasar pembuat apam terbilang sangat mudah didapat, seperti tepung beras yang sudah ditumbuk, santan kelapa, garam, gula, dan sejumlah pemanis alami seperti gula aren. Setelah di siapkan semua bahan diaduk menjadi satu dan berbentuk cairan putih. (*)