Wacana evaluasi pilkada, Fadli: perlu dikaji ulang mendalam

id Fadli Zon,Pilkada langsung

Wacana evaluasi pilkada, Fadli: perlu dikaji ulang mendalam

Politikus Gerindra yang juga mantan Wakil Ketua DPR Fadli Zon menghadiri Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden 2019—2024 di kompleks DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, Minggu (20-10-2019). ANTARA/Sella Panduarsa Gareta

Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon menilai wacana evaluasi pilkada langsung harus dikaji ulang secara mendalam, bagaimana manfaat dan kurang manfaatnya dilakukan pilkada secara langsung atau secara tidak langsung.

"Pilkada langsung ini dahulu kita menginginkan dilakukan secara tidak langsung tetapi pihak pemerintah saat itu yang menginginkan untuk pilkada langsung. Jadi, ini seperti trial and error berdasarkan kepentingan. Saya kira sebaiknya dikaji lebih dalam," kata Fadli Zon di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin.

Fadli Zon mengatakan bahwa Gerindra pada tahun 2014 dalam posisi memilih pilkada tidak langsung ketika wacana evaluasi pilkada digulirkan.

Namun, saat itu partainya kalah dalam pemungutan suara dalam pengambilan keputusan perubahan UU Pilkada.

"Nanti kami kaji lagi karena ini sudah banyak ketelanjuran. Saya kira masyarakat kita menginginkan partisipasinya lebih aktif di dalam pilkada. Nanti kita lihat sejauh mana," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan bahwa kemungkinan akan mengkaji pilkada secara langsung karena sistemnya yang sudah berjalan selama 20 tahun dan perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui apakah masih relevan atau tidak.

"Akan tetapi, kalau dari saya sendiri, justru pertanyaan saya adalah apakah sistem poltik pemilu pilkada ini masih relevan setelah 20 tahun?" kata Tito di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (6/11).

Tito menjelaskan bahwa sistem pilkada langsung yang ada saat ini memang memberikan dampak positif pada demokrasi. Namun, ada juga sisi negatifnya.

Ia menyebut sisi negatif pilkada langsung adalah politik berbiaya tinggi yang membuat rentan kepala daerah melakukan korupsi.