Habibie wafat, warga Timtim pro NKRI maafkan keputusan jajak pendapat
Kupang, (ANTARA) - Mantan Juru Bicara Pro Otonomi, Florencio Mario Vieira mengatakan sebagai mayoritas beragama Katolik, warga Timur Timur pro NKRI yang menetap di Indonesia pasti memaafkan dan mendoakan almarhum BJ Habibie agar hidupnya tenang di sisi Tuhan Yang Maha Esa.
"Keputusan Habibie melaksanakan jajak pendapat di Timur Timur bagi pihak pro kemerdekaan pasti gembira, sedangkan yang pro Indonesia pasti merasa kecewa, tetapi sebagai warga Timur Timur pro NKRI yang menetap di Indonesia pasti memaafkan dan mendoakan almarhum BJ Habibie," kata Florencio Mario Vieira, kepada Antara di Kupang, Kamis.
Dia mengemukakan hal itu, ketika dimintai komentarnya seputar wafatnya Presiden RI ketiga BJ Habibie, dan perannya dalam kasus Timor Timur.
Baca juga: Presiden: Negara akan beri penghormatan besar atas pengabdian BJ Habibie
Baca juga: Liput pemindahan jenazah BJ Habibie, Pewarta foto pingsan
Menurut Mario peran BJ Habibie sangat penting dalam sejarah Timor Timur melalui keputusannya tentang jajak Pendapat di Timor-Timur.
Dia mengatakan, bagi pihak yang pro kemerdekaan pasti gembira dan menyambut keputusan itu, sedangkan yang Pro Indonesia pasti merasa kecewa dan berdampak terhadap ratusan ribu warga yang meninggakan bumi Loro Sae dan tinggal di kamp-kamp pengungsi.
Selama 20 tahun hidup di luar tanah kelahiran, banyak warga eks Timtim yang memilih bergabung ke NKRI, dan menjadi warga negara Indonesia sudah mulai menerima kenyataan hidup dalam ketidakpastian.
Namun kata dia, sebagai mayoritas beragama Katolik, warga Timor Timur pro NKRI yang menetap di Indonesia pasti memberikan maaf dan mendoakan BJ Habibie agar hidup tenang.
Baca juga: Bapak Kemerdekaan Pers Indonesa itu telah pergi
Baca juga: Kak Seto: Habibie Presiden pertama yang mau mendongeng untuk anak
Dia menambahkan, dari aspek demokratis, keputusan jajak pendapat layak disebut demokratis, namun momentum pengambilan keputusan kurang tepat.
"Dari aspek demokratis layak, namun momentumnya kurang tepat atau terburu-buru sehingga hasilnya chaos besar-besaran dan berdampak pada banyaknya korban di kedua belah pihak," kata Mario Viera.
Bahkan chaos tersebut sampai terjadi embargo dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap Indonesia.
Seperti kita ketahui bahaw, baru 13 hari yang lalu atau 9 September 2019, kita merayakan 20 tahun pelaksanaan jajak pendapat 30 Agustus 1999 yang lalu. (*)
Baca juga: Habibie wafat, SBY kenang kedekatan secara pribadi saat melayat ke rumah duka
Baca juga: Kata Mahfud MD, anak bangsa harus lanjutkan pemikiran BJ Habibie
"Keputusan Habibie melaksanakan jajak pendapat di Timur Timur bagi pihak pro kemerdekaan pasti gembira, sedangkan yang pro Indonesia pasti merasa kecewa, tetapi sebagai warga Timur Timur pro NKRI yang menetap di Indonesia pasti memaafkan dan mendoakan almarhum BJ Habibie," kata Florencio Mario Vieira, kepada Antara di Kupang, Kamis.
Dia mengemukakan hal itu, ketika dimintai komentarnya seputar wafatnya Presiden RI ketiga BJ Habibie, dan perannya dalam kasus Timor Timur.
Baca juga: Presiden: Negara akan beri penghormatan besar atas pengabdian BJ Habibie
Baca juga: Liput pemindahan jenazah BJ Habibie, Pewarta foto pingsan
Menurut Mario peran BJ Habibie sangat penting dalam sejarah Timor Timur melalui keputusannya tentang jajak Pendapat di Timor-Timur.
Dia mengatakan, bagi pihak yang pro kemerdekaan pasti gembira dan menyambut keputusan itu, sedangkan yang Pro Indonesia pasti merasa kecewa dan berdampak terhadap ratusan ribu warga yang meninggakan bumi Loro Sae dan tinggal di kamp-kamp pengungsi.
Selama 20 tahun hidup di luar tanah kelahiran, banyak warga eks Timtim yang memilih bergabung ke NKRI, dan menjadi warga negara Indonesia sudah mulai menerima kenyataan hidup dalam ketidakpastian.
Namun kata dia, sebagai mayoritas beragama Katolik, warga Timor Timur pro NKRI yang menetap di Indonesia pasti memberikan maaf dan mendoakan BJ Habibie agar hidup tenang.
Baca juga: Bapak Kemerdekaan Pers Indonesa itu telah pergi
Baca juga: Kak Seto: Habibie Presiden pertama yang mau mendongeng untuk anak
Dia menambahkan, dari aspek demokratis, keputusan jajak pendapat layak disebut demokratis, namun momentum pengambilan keputusan kurang tepat.
"Dari aspek demokratis layak, namun momentumnya kurang tepat atau terburu-buru sehingga hasilnya chaos besar-besaran dan berdampak pada banyaknya korban di kedua belah pihak," kata Mario Viera.
Bahkan chaos tersebut sampai terjadi embargo dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap Indonesia.
Seperti kita ketahui bahaw, baru 13 hari yang lalu atau 9 September 2019, kita merayakan 20 tahun pelaksanaan jajak pendapat 30 Agustus 1999 yang lalu. (*)
Baca juga: Habibie wafat, SBY kenang kedekatan secara pribadi saat melayat ke rumah duka
Baca juga: Kata Mahfud MD, anak bangsa harus lanjutkan pemikiran BJ Habibie