Padang, (ANTARA) - Malam terasa magis di Taman Budaya Padang, Sumatera Barat, Senin (19/8/2019). Udara tiba-tiba saja terasa berat. Sesak. Padahal langit tak berawan. Padahal bulan baru lewat purnama.
Suara gandang (gendang) tambua dan gandang tasa tiba-tiba merobek malam, menyerap segala suara. Bincang-bincang antara sahabat yang lama tak bersua dan derai tawa pun padam. Perhatian terhisap sepenuhnya pada barisan pesilat yang memasang kuda-kuda mengiring ritmik suara tambur.
Itu tari galombang, tarian khas Minangkabau untuk menyambut tamu istimewa. Dalam tarian itu, dua orang pesilat akan unjuk kemampuan sesuai aliran yang dipelajarinya. Tidak jarang, keris dan golok ikut keluar dari sarang dalam pertunjukan itu.
Tamu istimewa yang datang malam itu adalah Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno dan Sekretaris Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan kebudayaan, Sri Hartini beserta rombongan.
"Beserta rombongan", tanpa embel-embel. Agak remeh terdengar. Seolah tidak penting, tidak perlu disebut. Namun sesungguhnya, rombongan di belakang gubernur itulah yang paling menarik. Mereka adalah tuo-tuo silek di Minangkabau. Yang memiliki kesempatan untuk hadir di Taman Budaya malam itu.
Sebagian besar memang sudah tua. Rambut beruban dan kerut menghiasi muka. Tetapi langkah kakinya ringan. Tatapannya dalam seperti lubuk tak berdasar, raut wajahnya setenang telaga tengah malam. Rombongan inikah yang membuat udara malam itu terasa berat? Tuah-tuah dari tuo silek inikah yang membuat dada terasa sesak?
Pukulan terakhir dari gendang tasa yang cempreng mengakhiri sesi penyambutan. Sepi terasa mengambang sesaat. Hening. Sepersekian detik. Semua seperti terkesima.
Malam itu pembukaan Silek Art Festival (SAF) 2019. Sebuah agenda untuk menggali silek atau silat sebagai suatu fenomena khas etnik Minangkabau. Festival itu juga disandingkan dengan seni pertunjukan yang memiliki semangat yang sama yaitu eksplorasi atas tradisi dan silek.
Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar Gemala Ranti menyebut festival itu tidak hanya tampil "di lapangan", tetapi juga akan dibahas dalam seminar. Festival Silek dan seni pertunjukan Itu dilakukan untuk mendorong generasi muda lebih aktif menggali kekayaan budaya.
SAF merupakan kerja sama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Kebudayaan Sumbar serta sejumlah pihak yang berkaitan dengan pengembangan silat, seni dan budaya di Sumbar dalam platform Indonesia.
Pertunjukan silek (balega) malam itu dipercayakan pada Sanggar Palito Nyalo. Salah satu sanggar yang jarang sekali absen dalam kegiatan kebudayaan di Sumbar sejak beberapa tahun terakhir.
Di hadapan tuo-tuo silek Minangkabau yang duduk di anjungan bagian kanan, para pesilat muda itu, tunas yang jelang tumbuh itu saling lilit. Elak dan gelek silih berganti. Keras dan lentur penuh seni.
Tari Buai-buai dan Tari Tanduak, dua jenis tari yang berakar dari silek Minangkabau dan sudah jarang ditemui ikut memeriahkan pembukaan itu. Namun yang paling ditunggu adalah sebuah buku. Yang belum pernah ada sebelumnya. Ensiklopedia Silek Minangkabau.
Kado "Seumur Hidup"
Buku tentang silek Minangkabau sebenarnya sudah cukup banyak. Penelitian juga tidak sedikit. Namun sejauh referensi yang terbaca, belum ada sebuah ensiklopedia dengan pendekatan ilmiah.
Buku hasil kerja sama Dinas Kebudayaan dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Andalas itu menarik perhatian karena sistem penulisannya yang bersifat "terbuka".
Penulis boleh siapa saja, dengan tema apa saja yang berkaitan dengan silek. Layak atau tidak ditentukan oleh kurator sekaligus redaksi, dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Andalas.
Pada akhirnya ada 27 penulis yang berkontribusi dalam buku setebal 197 halaman itu. Beragam hal dibahas di antaranya proses awal untuk belajar silek dan ritual yang mengiringinya, proses membuka sasaran (lapangan) silek dan syarat yang mesti dipenuhi.
Lalu ada pula gerakan serta senjata yang lazim digunakan dalam Silek Minangkabau, serta beberapa aliran yang berkembang. Meski belum bisa merangkum seluruh aliran silek di Minangkabau, tetapi sepuluh aliran yang dibahas sudah cukup sebagai awal.
Aliran itu seperti Silek Langkah Tigo, Langkah Ampek, Langkah Sambilan, Gajah Tongga, Patbanbu, Silek Kapak, Kurambik, Sahati dan Silek Taralak.
Sejumlah tuo silek yang menjadi penjaga falsafah silek Minangkabau ikut dibahas dalam buku ini. Setidaknya informasi singkat tentang 22 tuo silek terangkum dalam buku itu.
Kurator sekaligus Pemimpin Redaksi Ensiklopedia Silek Minangkabau, Sudarmoko menyebut buku yang diluncurkan itu masih dalam edisi terbatas dan akan segera dicetak ulang dengan beberapa penambahan terutama foto dan ilustrasi.
Secara konten, isi ensiklopedia itu bersifat "terbuka" yang artinya bisa diperbaharui secara terus-menerus hingga menjadi informasi yang lebih utuh dan lengkap.
"Masih banyak entri tentang silek yang belum masuk dalam buku tersebut dan masih butuh penambahan dan penyempurnaan," katanya.
Ketua LPPM Unand Dr. Ing Uyung Gatot S Dinata, MT menyebutkan ensiklopedia merupakan media yang terjaga kualitas informasinya karena telah melewati tahapan-tahapan untuk semaksimal mungkin merangkum informasi yang sesuai dengan bahasannya.
Entri yang disusun dalam buku itu di antaranya sasaran, gerak, aliran, senjata, pakaian dan seluruh ekosistem silek. Namun karena pokok bahasan yang sangat luas, masih ada informasi yang belum terangkum sehingga tetap dibutuhkan upaya lanjutan untuk penyempurnaan.
Buku itu diserahkan secara simbolis oleh Kepala Dinas Kebudayaan Gemala Ranti kepada Gubernur Sumbar Irwan Prayitno dan Sekretaris Dirjen Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan kebudayaan, Sri Hartini dalam acara pembukaan itu.
Buku yang tidak diperjualbelikan itu, nantinya diharapkan bisa menjadi pintu bagi siapa saja untuk mengetahui secara lebih dalam tentang Silek Minangkabau.
Seolah kado, Ensiklopedia Silek Minangkabau itu adalah kado terbaik yang bisa diberikan SAF 2019 untuk dunia. Kado yang tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan. Kado "seumur hidup" yang hanya akan musnah saat dunia musnah.
Ensiklopedia itu seperti lentera, setitik sinar falsafah Silek Minangkabau yang konon menurut buku "Filsafat dan Silsilah Aliran-Aliran Silat Minangkabau" karangan Mid Djamal (1986) diturunkan oleh Datuak Suri Dirajo (1119 Masehi) di daerah Pariangan, Padangpanjang, Sumatra Barat.
Kemudian berikutnya oleh Kambiang Utan yang diperkirakan berasal dari Kamboja, Harimau Campo yang diperkirakan berasal dari daerah Champa, Vietnam, Kuciang Siam yang diperkirakan datang dari Siam atau Thailand dan Anjiang Mualim yang diperkirakan datang dari Persia. (*)