Memaknai safari politik Agus Harimurti Yudhoyono

id ahy, agus harimurti yudhoyono, safari politik

Memaknai safari politik Agus Harimurti Yudhoyono

Komandan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan adiknya ketua fraksi Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) ditemani dengan istri masing-masing Annisa Pohan dan Aliya Rajasa bersilaturahmi dengan Presiden Joko Widodo, Ibu Negara Iriana Joko Widodo dan Kaesang Pangarep di Istana Merdeka Jakarta pada hari Idulfitri (5/6) (Desca Lidya Natalia)

Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengumumkan keputusannya terhadap gugatan tim hukum pasangan calon presiden dengan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terhadap pengumuman Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menyatakan pemenang Pemilihan Presiden adalah pasangan nomor 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin selambatnya pada 28 Juni 2019.

Sejumlah reaksi masyarakat terkait hasil Pemilu 2019 telah terjadi, antara lain kericuhan pada aksi massa di depan Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jl MH Tahmrin, Jakarta Pusat, pada 21 dan 22 Mei 2019 yang menewaskan sejumlah orang.

Selain aksi massa yang berdampak negatif, kedua pihak peserta Pemilihan Presiden (Pilpres) juga terus saling menyindir, mengecam, serta menghujat. Pesta demokrasi yang semula diramalkan berlangsung adem-ayem kemudian menjadi tidak menenangkan hati.

Di tengah suasana tersebut, salah seorang politisi muda kemudian menemui calon presiden Joko Widodo yang saat ini masih menjadi Presiden masa bakti 2014-2019 yaitu Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY yang merupakan putra pertama Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono.

Pada hari pertama Idul Fitri, 5 Juni, ia mendatangi Joko Widodo bersama adiknya, Edi Baskoro alias Ibas, masing-masing bersama istrinya. Mantan perwira menengahTNI angkatan Darat ini hanya mengaku datang untuk “bersilaturahim” terhadap sang Kepala Negara. Ia juga berterima kasih kepada Jokowi yang telah menjadi Inspektur pada upacara pemakaman ibundanya, Ani Yudhoyono yang meninggal dunia di Singapura akibat sakit kanker darah.

AHY yang juga merupakan Komandan Komando Satuan Tugas Bersama (kogasma) Partai Demokrat juga menemui Presiden Kelima Megawati Soekarnoputri yang juga merupakan Ketua Umum DPP. PDI.P. .

“Safari” AHY

Secara langsung memang diperkirakan tidak ada kaitan antara “safari” politik AHY terhadap Jokowi, Megawati tersebut dengan siang MK pada 28 Juni. Akan tetapi para politisi, tokoh politisi , hingga masyarakat bisa melihat bahwa terdapat keinginan di antara tokoh- tokoh politik untuk saling berkomunikasi termasuk untuk “mendinginkan suasana politik” di antara mereka hingga tidak terus terjadi “permusuhan atau ketegangan” di antara jagoan- jagoan politik ini.

Akan tetapi yang mungkin menjadi pertanyaan khususnya bagi politisi dan pengamat- pengamat politik adalah apakah mungkin AHY cuma-- sekali lagi—cuma ingin ikut menenangkan “panasnya” situasi politik di Tanah Air ataukah ada “maksud-maksud” lainnya”?

Sejumlah tokoh politik Partai Demokrat bahkan tidak ragu-ragu mengaku bahwa AHY memang telah disiapkan untuk menjadi pemimpin negara pada tahun 2024 terutama lewat pemilihan presiden karena Joko Widodo sudah tidak mungkin lagi masuk ke bursa pemilihan presiden.

Jadi rakyat bisa membayangkan AHY bakal digadang-gadang untuk menjadi sedikitnya calon wakil presiden atau bahkan kalau memungkinkan menjadi calon presiden apalagi generasi muda alias milenial bakal tampil sebagai pemimpin Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI.

Namun yang menjadi pertanyaan adalah mungkinkah AHY bakal menjadi pemimpin bangsa Indonesia mulai tahun 2024, baik sebagai wapres atau bahkan presiden alias RI 1 seperti hal bapaknya?

Pertanyaan semacam itu mungkin masih sulit dijawab saat ini terutama karena waktunya masih yang empat hingga lima tahun lagi dan juga karena pasti bisa muncul bakal calon-calon presiden atau calon wakil presiden yang lainnya.

Karena itu, secara sadar Agus mulai mengambil ancang-ancang persiapan misalnya dengan menemui Joko Widodo dan juga Megawati yang harus diakui masih menjadi tokoh-tokoh sentral dunia perpolitikan di Tanah Air.

Selama beberapa hari terakhir ini, khususnya muncul kembali desas- desus tentang siapa saja yang bakal terkena reshuffle alias perombakan jajaran kabinet yang selama ini sudah “duduk manis” di kursi empuk .

Entah benar atau tidak gosip mengenai reshuffle kabinet padahal umur Kabinet Kerja itu cuma tinggal lima bulan lagi padahal presiden masa bakti 2019-2024 bakal dijadwalkan dilantik pada 20 Oktober mendatang.

Akan tetapi persoalannya adalah kalaupun seseorang bakal menjadi menteri cuma lima bulan atau bahkan satu hari maka pasti rakyat Indonesia sudah mengenalnya sebagai seorang menteri bahkan buku sejarah Indonesia dan juga negara-negara lain pasti mencatat dia telah pernah duduk di “kursi empuk” dalam pemerintahan.

Kembali ke AHY, maka rakyat Indonesia pasti tahu bahwa dia sudah berulang kali “merapat” ke Presiden Joko Widodo, mantan presiden Habibie dan juga Megawati apalagi Agus Harimurti menyebutkan bahwa dirinya ditunjuk menjadi” jembatan” atau penghubung antara ayahnya dengan Presiden Jokowi.

Tugas AHY yang utama adalah memperlihatkan kepada seluruh rakyat Indonesia dan juga para .pemimpin politik bahwa dia memang sudah pantas dimasukkan ke dalam pemimpin politik kelas dan bukan lagi sekedar sebagai pensiunan mayor TNI.

AHY pantas disebut sebagai” putra mahkota “SBY sehingga sudah bisa disebut sebagai “pemimpin tertinggi” Partai Demokrat sehingga dia harus membuktikan dirinya memang sekelas ketua umum sebuah partai politik yang tidak menyandarkan diri anak SBY.

Jadi menjelang Mahkamah Konstitusi menghasilkan keputusan tentang siapa yang memenangkan Pilpres 17 April lalu, maka AHY harus bisa membuktikan bahwa dia memang pantas disebut sebagai pemimpin sebuah partai politik dan tidak menyandarkan status sebagai putra seorang pendiri parpol dan mantan presiden.

Selain itu, ucapan selamat BJ Habibie dan SBY kepada Jokowi, serta berbagai tokoh nasional dan juga dari berbagai negara diharapkan akan menyadarkan MK bahwa keputusan KPU tentang hasil Pilpres sangat sulit diubah karena telah diakui oleh banyak sekali kalangan.

*) Arnaz Ferial Firman adalah wartawan Antara tahun 1982-2009, pernah meliput acara- acara kepresidean tahun 1987-2009