Harumnya nasi ka baka khas Padang Panjang

id Nasi ka baka

Harumnya nasi ka baka khas Padang Panjang

Nasi ka baka. Antara Sumbar/Ira Febrianti.

Jika ada tamu yang datang ke Padang Panjang, paling tidak satu dari tiga kali makan sehari mereka harus menikmati nasi kabaka
Aroma harum tercium memenuhi sudut ruangan ketika bungkusan padat dari daun pisang berisi seporsi nasi lengkap dengan lauk nan lezat dibuka untuk disantap siang itu.

"Ini bekal untuk santap siang khas dari Padang Panjang," kata Yanti salah seorang pegawai kantoran usai membuka bungkusan itu.

Tidak lama kemudian dia menekan kepalan nasi hingga keluar lauk yang terbungkus di dalam nasi.

Bekal yang akan disantapnya itu populer dengan sebutan nasi ka baka (bekal), yaitu sajian yang tidak jauh berbeda dengan menu di rumah makan pada umumnya. Hanya saja ada nilai terkandung di balik penyajian nasi ka baka.

Seorang pelaku usaha nasi ka baka di Padang Panjang, Doni mengatakan nasi ka baka dahulu biasa disiapkan sebagai bekal oleh kaum ibu untuk suami yang hendak pergi bekerja atau untuk anak yang hendak pergi merantau.

"Sebelum bapak-bapak pergi kerja misalnya ke sawah, ibu-ibu siapkan bekal. Ketika anak ingin merantau, ibu-ibu siapkan bekal bagi anak untuk di perjalanan. Tentu ada kiat yang dilakukan ibu agar bekal tetap nikmat ketika disantap," katanya.

Agar tahan lama dan tetap enak, nasi dibungkus padat menggunakan daun pisang yang sudah disangrai. Lauknya disimpan dengan cara dibenamkan di dalam nasi.

Yang berbeda, nasi ka baka tidak diberi kuah santan seperti masakan khas Minangkabau pada umumnya. Lauk yang disajikan untuk teman menyantap nasi dibuat dari bahan yang bisa tahan lama setelah diolah dengan cara digoreng, tidak lupa ditambahkan sambal cabai merah.

Oleh karena itu, nasi ka baka dapat tahan seharian. Daun pisang sebagai pembungkus juga membantunya tahan lama, bahkan tetap memancing selera karena harum aromanya.

Doni memulai usaha berjualan nasi ka baka sejak Januari 2018 karena menurutnya ada nilai jual yang berbeda dari sajian itu dibanding menu lainnya.

Memasuki bulan keempat perjalanan usahanya, dia mendapati ada pelanggan yang memang sudah memahami sisi nikmat menyantap nasi ka baka dan ada pelanggan yang belum kenal hidangan tersebut.

"Nasi ka baka ini nikmatnya lebih terasa setelah lewat 2 jam dibungkus. Ada aroma daun pisang yang mengundang selera ketika bungkusannya dibuka. Kalau pembeli yang sudah kenal, mereka biasa pesan sekarang lalu baru ambil 2 jam kemudian," katanya.

Bagi pembeli yang sudah tahu nikmat nasi ka baka, jika ingin makan langsung di warung yang berlokasi di Jalan Teladan, Kota Padang Panjang itu akan memilih nasi yang sudah lebih dahulu dibungkus.

Bagi konsumen yang belum tahu ketika ditawarkan nasi yang sudah dibungkus mereka lebih memilih yang masih hangat atau belum dibungkus. "Fresh from the oven" sebutannya.

Pernah juga pelanggan salah mengartikan "baka" sebagai "bakar" sehingga beranggapan dirinya berjualan nasi bakar.

"Kalau nasi bakar punya orang Sunda, di Padang Panjang punya nasi ka baka atau nasi untuk bekal," katanya.

Dalam menjalankan usahanya, Doni menyajikan nasi ka baka bagi pelanggan layaknya ibu-ibu dahulu menyajikan bagi keluarganya, yaitu sepenuhnya dibungkus daun pisang yang sudah disangrai.

Meski pelanggan makan di tempat, tetap disajikan dalam keadaan dibungkus secara padat dengan daun pisang. Sebagai alas makan, disediakan piring yang terbuat dari anyaman rotan.

Sejak pukul 11.00 WIB warga sudah bisa membeli menu tersebut dan dia sejak pukul 06.00 sampai dengan 10.00 WIB dibantu dua anggota keluarga memasak nasi dan lauk yang akan dihidangkan.

"Selain itu, pagi hari kami juga fokus melayani untuk menu sarapan," ujarnya.

Nasi ka baka dijual Rp15 ribu per porsi. Setiap bungkusan itu berisi kombinasi dua lauk, yaitu berupa telur ditambah lauk lain, seperti ikan asin, dendeng kering, dan ikan laut.

Setiap hari rata-rata dia bisa menjual 200 s.d. 300 porsi nasi ka baka. Untuk meningkatkan penjualan, dia berencana memanfaatkan jasa transportasi dalam jaringan yang menyediakan layanan pesan-antar.

Ikon Kuliner

Pemerintah Kota Padang Panjang pada tahun ini berupaya mempromosikan nasi ka baka sebagai produk unggulan daerah itu dengan cara menyajikannya pada tamu yang hadir dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan.

"Jika ada tamu yang datang ke Padang Panjang, paling tidak satu dari tiga kali makan sehari mereka harus menikmati nasi kabaka," kata Sekretaris Dinas Pariwisata Padang Panjang Dalius.

Dengan cara itu diharapkan Padang Panjang juga punya ikon kuliner seperti halnya nasi sek atau nasi sebungkus kenyang dari Kota Pariaman atau nasi kapau dari Kabupaten Agam.

Bagi wisatawan belum lengkap kalau belum nikmati sajian itu.

Dari cara dan tujuan penyajian nasi kabaka dapat menjadi nilai lebih sehingga bisa dipromosikan sebagai salah satu kuliner unggulan daerah.

Membungkus makanan dengan daun pisang ini memberi kesan klasik. Kalau sekarang, orang-orang umumnya pakai wadah plastik atau kertas. Selain itu, ada sebuah nilai dari tujuan para ibu menyediakannya untuk anggota keluarga yang akan bepergian.

Sebagai upaya agar lebih mengenalkan nasi ka baka, saat ini di Padang Panjang sudah ada sembilan outlet yang menyediakan menu itu dengan harga mulai dari Rp12 ribu s.d. Rp17.000 per bungkus.

Pelaku usaha kuliner lain, pihaknya juga dorong agar ikut menyajikan nasi ka baka, baik sebagai menu utama maupun menu tambahan. "Yang penting kenalkan dahulu pada calon konsumen," ujarnya.

Bagi wisatawan usai berkunjung ke Padang Panjang, nasi kabaka cocok dijadikan bekal perjalanan menuju lokasi wisata lain atau pulang kembali ke daerah asal. Selain rasa masakan khas Minangkabau yang sudah dikenal nikmat, nasi kabaka juga tahan hingga lebih 10 jam. (*)