Sumarlin: Ekonomi Nasional Cenderung Pasar Bebas

id Sumarlin: Ekonomi Nasional Cenderung Pasar Bebas

Jakarta, (Antara) - Ekonomi nasional saat ini cenderung menuju pasar bebas, liberal dan individualistis yang sangat bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, kata mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional JB Sumarlin. "Pancasila tidak lagi menjadi acuan kehidupan berbangsa dan berbegara bidang politik, ekonomi dan sosial budaya," kata Sumarlin saat meluncurkan dua bukunya dan memperingati ulang tahun ke-8- di Jakarta, Sabtu. Hadir dalam acara itu Wakil Presiden Boediono, Ibu Herawati Boediono, mantan Presiden BJ Habibie, mantan Wapres Jusuf Kalla, serta sejumlah pejabat tinggi negara era Orde Baru. Dua buku yang diluncurkan adalah "JB Sumarlin Cabe Rawit Yang Lahir di Sawah, dan JB Sumarlin Sahabatku" Menurut Sumarlin, upaya yang dilakukan pemerintah saat ini sebaiknya bagaimana pembangunan nasional agar dapat berjalan terus, lancar dan di atas rel yang benar sesuai dengan mukadimah UUD 45. "Kita ingin terus membangun ekonomi yang Pancasialis," katanya. Sejak 14 tahun berjalan reformasi, katanya,perkembangan pembangunan nasional memang memberikan perkembangan positif, sekalipun ada juga sejumlah masalah yang memprihatinkan. Menurut Sumarlin, pertumbuhan ekonomi yang mencapai enam persen/ tahun hingga lebih memang patut disyukuri dan itu diharapkan bisa terus berlangsung asalkan tidak ada kegaduhan politik. "Tapi ada kelemahannya yaitu jumlah kemiskinan masih tinggi juga kesenjangan sosial yang masih besar. Ada kecenderungan ekonomi liberal, individual dan pasar bebas," katanya. Dikatakan, bisa saja ekonomi nasional saat ini liberal dan pasar bebas tapi semua harus sesuai dengan Pancasila dan UUD 45 khususnya pasal 33. Sumarlin menilai agar tidak menjadi masalah yang lebih besar lagi maka gerakan pemantapan Pancasila harus digalakkan kembali dan digairahkan terus. "Perlu dipikirkan kembali digalakkan Pancasila. Kalau situasi ini terus dibiarkan dan sasaran pembangunan keliru bisa jadi negara tidak lagi berdasarkan kerakyatan, kekeluargaan dan gotong royong. Itu bertentangan dengan jiwa UUD 45," kata Sumarlin. (*/jno)