Upaya Padang Tingkatkan Kewaspadaan Terhadap Difteri

id difteri

Upaya Padang Tingkatkan Kewaspadaan Terhadap Difteri

Imunisasi (ilustrasi)

Padang, (Antara Sumbar) - Setelah mengalami kejadian luar biasa (KLB) difteri pada 2015 Pemerintah Kota Padang, Sumatera Barat meningkatkan kewaspadaan terhadap penyebaran penyakit menular tersebut dengan memantau cakupan imunisasi.

Berbagai upaya pencegahan pun terus dilakukan oleh pemerintah kota mulai dari sosialisasi hingga melaksanakan program imunisasi massal pemberian vaksin kepada semua penduduk berusia di bawah 15 tahun.

Upaya tersebut mulai membuahkan hasil karena berdasarkan catatan Dinas Kesehatan sepanjang 2017 dari 10 temuan dugaan kasus difteri semuanya negatif setelah dilakukan uji laboratorium.

Akan tetapi bukan berarti Padang sudah dinyatakan aman dan bebas dari penyakit difteri, karena itu Dinas Kesehatan setempat tetap melakuan pemantauan dan meningkatkan kesiagaannya.

"Kami tetap pantau cakupan imunisasi dasar bayi yang berusia 18 bulan sampai 36 bulan untuk melakukan antisipasi," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang Feri Mulyani.

Ia mengatakan selain imunisasi untuk bayi juga menyasar para pelajar di sekolah dengan Bulan Imunisasi Anak Sekolah.

"Jadi saat ini sekolah yang cakupan imunisasinya yang kurang dari 90 persen akan dilakukan 'sweeping'", kata dia.

Ia mengatakan menjelang liburan sekolah Desember ini juga akan dilakukan 'sweeping' atau penyisiran ke sekolah-sekolah khususnya pelajar kelas 1 sampai dengan kelas 3 khususnya yang belum dapat imunisasi difteri.

Feri menyampaikan saat 2015 Padang mengalami kejadian luar biasa dengan temuan 96 suspect atau terduga, 4 positif satu meninggal dunia.

"Setelah itu dilakukan imunisasi massal pada Februai, Maret hingga September," katanya.

Kemudian pada 2016 juga dilakukan imunisasi tambahan dengan capaian 96 persen dengan sasaran anak usia 9 bulan hingga 15 tahun.

Ia mengakui salah satu kendala melakukan imunisasi adalah masih ada orang tua yang menolak anaknya divaksin.

"Ini yang sulit, masih ada kelompok masyarakat yang antivaksin, salah satu cara yang dilakukan dengan pendekatan ke orang tua," katanya.

Ia mengatakan strategi yang dilakukan adalah dengan membuat surat edaran kepada daerah agar orang tua bersedia anaknya divaksin.

"Kami juga melakukan pendekatan persuasif dengan memberikan pengertian dan menyadarkan masyarakat bahwa untuk pencegahan difteri hanya bisa dilakukan lewat imunisasi," katanya.

Ia menyampaikan gejala umum difteri adalah batuk, demam dan sesak nafas sampai berbunyi keras serta di dinding dada ada tarikan ke dalam serta terlihat seperti sariawan di rongga mulut.

Pentingnya Imunisasi

Wali Kota Padang Mahyeldi juga meminta semua orang tua yang ada di Kota Padang dapat memahami pentingnya imunisasi ini dalam mencegah penyakit difteri.

"Pastikan semua anak yang berusia dua bulan hingga 15 tahun telah diimunisasi, jangan menolak, ini untuk kebaikan bersama," kata Mahyeldi.

Tidak hanya itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Padang juga telah mengimbau masyarakat tidak menolak vaksin denggan alasan tidak halal mengingat dalam Islam jika berada dalam kondisi darurat maka ada toleransi.

Jika ada yang ragu dengan vaksin karena ragu kehalalannya tidak perlu khawatir, berdasarkan hukum selama belum ada yang halal maka itu dibolehkan," kata Ketua MUI Kota Padang Duski Samad.

Duski mengatakan jika memang bahan pembuat vaksin belum sepenuhnya halal sementara itu merupakan satu-satunya cara untuk mempertahankan kelangsungan hidup maka berlaku hukum darurat.

Menanggapi pro dan kontra soal pemberian vaksin Sekretaris Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Piprim B Yanuarso SpA(k) mengatakan pihak yang menolak imunisasi banyak yang asal bicara tanpa menggunakan referensi yang dapat dipertanggungjawabkan.

Mereka yang meyakini vaksin berbahaya terlalu banyak menerima informasi tidak benar dari media sosial yang disampaikan pihak yang bukan ahlinya, kata dia.

Menurutnya jika ada yang menyebut imunisasi upaya memasukkan bakteri dan penyakit ke dalam tubuh anak itu adalah orang yang bicara tanpa ilmu.

Piprim menjelaskan sistem kekebalan tubuh seseorang ada dua yaitu kekebalan yang bersifat umum serta kekebalan tubuh yang bersifat khusus.

"Pemberian air susu ibu, vitamin, herbal dan sejenisnya hanya akan membangun sistem kekebalan tubuh yang bersifat umum," kata dia.

Lebih lanjut, sistem kekebalan tubuh yang bersifat umum tersebut tidak akan mampu menangkal serangan penyakit berbahaya sehingga dibutuhkan upaya untuk mengaktifkan sistem kekebalan tubuh khusus atau disebut sel V.

Sistem kekebalan tubuh khusus yang akan menangkal penyakit berbahaya dan ini hanya dapat diaktifkan melalui pemberian vaksin, ujarnya.

Ia mengatakan kekebalan khusus itu hanya akan aktif jika tubuh terpapar penyakit berbahaya dan ketika penyakit itu datang kembali menyerang maka tubuh menjadi imun.

Oleh sebab itu jika ada yang menderita cacar maka dapat dipastikan tidak akan terserang lagi karena dalam tubuhnya sudah terbentuk sistem imun terhadap cacar, ujar dia.

Atas dasar itu vaksin dibuat dari bakteri yang telah dilemahkan dan dimasukan kedalam tubuh sehingga saat penyakit datang maka tubuh akan langsung melawan.

Menurutnya untuk menjinakkan bakteri yang telah dilemahkan dalam vaksin itu melalui penelitian ahli berkompeten dibidangnya dalam waktu yang panjang sekitar 10 sampai 15 tahun.

Oleh sebab itu dipastikan bakteri yang telah dijinakan dalam vaksin tersebut tidak akan membuat sakit melainkan merangsang kekebalan tubuh khusus menjadi aktif ketika terserang penyakit, kata dia.

Para ahli sudah menjamin bahwa vaksin itu aman dan selama ini ada jutaan anak di dunia yang diberikan vaksin dan tidak ada yang sakit akibat vaksin malah semakin meningkat kekebalan tubuhnya, ujar dia.

Karena itu tidak perlu khawatir soal keamanan vaksin karena sudah diteliti oleh para ahli, bahkan telah dilakukan berbagai uji coba kepada binatang serta relawan memastikan keamanannya bagi tubuh, lanjut dia.

Ia mengatakan justru vaksin lebih aman untuk membangun sistem kekebalan tubuh spesifik dibandingkan pemberian obat obatan.

Piprim memberikan perumpamaan orang yang tidak divaksin sama halnya dengan pihak yang tidak membangun sistem pertahanan tubuh dan ketika musuh datang menyerang berupa penyakit akan langsung kalah.

Sedangkan orang yang diimunisasi sistem pertahanan dalam tubuhnya telah siap dan saat penyakit datang akan ditangkal, kata dia.

"Mereka yang menolak vaksin dengan alasan upaya memasukan penyakit ke dalam tubuh, apakah harus sakit dulu baru tubuh akan kebal, apakah harus menunggu terserang polio atau difteri dulu," ujar dia.

Terkait pendapat yang menyatakan vaksin mengandung enzim babi Piprim membantah dengan tegas hal itu dan menyatakan saat ini vaksin yang beredar di puskesmas tidak lagi menggunakan enzim babi dalam proses pembuatannya.

"Jangan asal bicara jika tidak tahu proses pembuatan vaksin, sampai-sampai ada yang mengatakan vaksin dibuat dari enzim babi, itu keliru," kata dia.

Ia menerangkan vaksin yang beredar saat ini dalam proses pembuatannya tidak lagi menggunakan enzim babi sebagai katalisator.

"Hanya ada tiga vaksin yang masih menggunakan yaitu vaksin polio, rotavirus dan meningitis," kata dia.

Jika ada vaksin yang proses pembuatannya menggunakan enzim babi maka hukumnya dalam kacamata Islam tetap halal, lanjutnya.

Kaidahnya disebut dengan istihalah yaitu perubahan struktur suatu benda menjadi wujud lain maka hukumnya akan mengikuti bentuk akhir benda tersebut.

Piprim memberikan perumpamaan buah anggur halal dimakan, namun saat diolah menjadi minuman berakohol seperti wine maka hukumnya berubah menjadi haram kendati hukum benda asalnya halal.

Demikian juga dengan vaksin yang pada proses pembuatannya menggunakan enzim babi sebagai katalisator namun wujud akhirnya telah berubah menjadi vaksin sehingga hukumnya halal.

Ia juga memastikan enzim babi yang digunakan dalam proses pembuatan vaksin untuk memecah protein telah terurai luar biasa sehingga zat awalnya telah hilang.

Ia mengingatkan dalam memberikan hukum terhadap suatu jenis obat dan vaksin tidak dapat hanya semata-mata menggunakan pertimbangan umum saja.

"Misalnya gula hukumnya halal, tapi bagi penderita diabetes yang kronis gula dapat berubah hukumnya menjadi haram karena akan semakin memperparah penyakitnya," kata dia.

Ia berpesan kepada mereka yang tetap mengampanyekan gerakan anti vaksin coba bayangkan jika penderita polio dan penyakit berbahaya lainnya itu meminta pertanggungjawaban di akhirat akibat melakukan sesuatu bersumber dari informasi yang keliru.

Menolak vaksin sama artinya akan membiarkan wabah penyakit berkembang karena kurangnya ilmu dan pengetahuan yang dimiliki sehingga menyebabkan jatuhnya korban jiwa yang seharusnya dapat dihindari. (*)