Kiara: Keputusan Reklamasi Bukan Dimiliki Menko Maritim

id Abdul Halim

Jakarta, (Antara Sumbar) - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan bahwa keputusan untuk melanjutkan reklamasi di Teluk Jakarta tidak dimiliki Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman.

"Kewenangan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman sebatas koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang kemaritiman sesuai dengan Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2015 Tentang Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman," kata Sekjen Kiara Abdul Halim kepada pers di Jakarta, Selasa.

Dengan perkataan lain, menurut Abdul Halim, keputusan melanjutkan reklamasi Pulau G melampaui kewenangan yang dimiliki oleh seorang Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman.

Dia juga berpendapat dengan keputusan itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman lebih memprioritaskan reputasi pemerintah kepada investor ketimbang memastikan hadirnya negara dalam melindungi dan memberdayakan 56.309 rumah tangga nelayan di Teluk Jakarta.

Untuk itu, Sekjen Kiara menegaskan agar pemerintah jangan sampai mendahulukan kepentingan jangka pendek pengusaha pengembang properti dengan menimbun lautan, ketimbang mengedepankan semangat gotong-royong rakyat demi sebesar-besar kemakmuran bersama.

Sebagaimana diwartakan, reklamasi di kawasan Teluk Jakarta bila tetap diteruskan maka akan menambah beban anggaran guna menyelesaikan potensi permasalahan lingkungan hidup yang kemungkinan bisa timbul pada masa mendatang.

"Beban anggaran itu setidaknya dikeluarkan untuk banjir yang lebih besar di Jakarta, merestorasi ekosistem laut yang rusak serta memfasilitasi nelayan yang dirugikan," kata Anggota Komisi IV DPR Hermanto.

Menurut Hermanto, nelayan berpotensi dirugikan karena proyek reklamasi di Teluk Jakarta antara lain karena berkurangnya akses dan lahan tangkap bagi nelayan.

Politisi PKS itu mengingatkan bahwa bila negara mengeluarkan anggaran untuk itu maka yang perlu diingat bahwa hal tersebut merupakan uang rakyat.

Bila uang rakyat habis digunakan, ujar dia, maka di lain pihak perusahaan pengembang mendapatkan keuntungan karena nilai properti yang terus meningkat. (*)