Sawahlunto, Sumbar, 1/5 (Antara) - Sebanyak empat group kesenian Randai utusan dua nagari di Sawahlunto, Sumatera Barat, mampu menyerap perhatian pengunjung Festival Randai Sawahlunto 2016 di Lapangan Silo daerah setempat, Sabtu malam (30/4).
"Empat group randai tersebut masing - masing Sanggar Tunas Harapan dan Anak Nagari Tak Bancah dari Nagari Taratak Bancah Kecamatan Silungkang serta group Sasian Tapian Janiah dan Randai Tapian Janiah asal Nagari Lunto Kecamatan Lembah Segar," kata Pimpinan Produksi kegiatan tersebut, Syukri SSn, di Sawahlunto, Minggu.
Menurutnya, masing-masing group randai tersebut berhasil menampilkan seni tradisi khas Minangkabau itu secara atraktif dan menghibur, lengkap dengan ciri khas mereka masing - masing.
Seperti dua group randai asal nagari Taratak Bancah yang didominasi oleh seniman seni tradisi berusia paruh baya, jelasnya, mereka menampilkan kisah-kisah randai dengan mengambil latar belakang zaman raja-raja Pagaruyung seperti cerita Puti Bungsu dan Rajo Angek Garang serta cerita Sabai Nan Aluih.
"Dua cerita rakyat yang dibawakan tersebut sudah sangat dikenal luas dalam masyarakat adat Minangkabau, bisa dikatakan sudah menjadi ikon seni tradisi randai sejak mulai dikenal sebagai seni teaterikal pada tahun 1972," ujar dia.
Sementara penampilan group randai asal Nagari Lunto yang didominasi seniman berusia muda, dalam penampilannya telah membawakan kisah-kisah yang diangkat dari konflik-konflik sosial masyarakat adat Minangkabau, yakni kisah Zainudin dan Pamenan Mato yang dipadukan dengan gerak tarian menghentak dan penuh semangat.
"Sejauh ini mereka telah berhasil memberikan sentuhan-sentuhan baru dalam menampilkan seni tradisi randai agar lebih menarik sebagai tontonan," tambahnya.
Sementara itu, budayawan asal Sumatera Barat yang juga salah seorang dewan juri pada festival tersebut, Zulkifli S Kar M Hum, mengatakan seni tradisi Randai dalam bentuk pertunjukan teaterikal yang dikenal saat ini merupakan hasil kesepakatan para pelaku seni tradisi tersebut dalam kegiatan Sarasehan Randai pada 1972.
"Ada empat unsur dasar yang harus ditampilkan dalam sebuah seni tradisi randai, yakni kisah yang diceritakan atau biasa disebut dengan "Kaba", dialog dan akting, cerita yang dinyanyikan atau "Gurindam" serta gerak melingkar atau biasa disebut dengan "Galombang"," jelasnya.
Selain itu, juga disepakati terkait dendang yang dibawakan sebanyak tiga jenis yaitu Dayang Daini sebagai dendang pembuka atau "Pasambahan", Simarantang Randah sebagai dendang pengantar serta Simarantang Tinggi pada bagian penutup.
"Ketika seluruh unsur itu sudah ada dalam penampilan kesenian tersebut maka sudah bisa dinamakan dengan Randai, tanpa harus membedakannya dalam kelompok randai tradisi atau kreasi seperti lazim dilakukan oleh generasi sekarang," kata dia.*
