Ada Monorel, ke Jakarta Aku akan Kembali

id Ada Monorel, ke Jakarta Aku akan Kembali

Ada Monorel, ke Jakarta Aku akan Kembali

Ilustrasi monorel. (Antara)

"Kita kembali, kalau di Jakarta sudah ada monorel, kemana pun nyaman, murah," demikian seloroh yang kerap dilontarkan diplomat atau warga Indonesia di Beijing, saat saling bertanya kapan kembali ke Tanah Air.

Dibandingkan Jakarta, sistem transportasi di Beijing jauh lebih tertata, terintegrasi apik, dan nyaman.

Hampir semua titik di kota yang luasnya 22 kali Jakarta itu, terhubung secara tertata, terintegrasi, apik, bersih dan nyaman.

Kemana pun kaki akan melangkah tersedia jalur kereta bawah tanah atau subway, dalam kota dan sekitarnya, ada bus yang juga nyaman serta bersih untuk digunakan.

Menunggunya pun tidak terlalu lama, hanya berjarak tiga sampai lima menit antara subway satu dengan berikutnya.

Berbeda dengan bus. Seperti Jakarta, Beijing kini juga kota padat yang terkadang macet, sehingga menunggunya bisa hampir satu jam.

Bagi yang baru pertama kali datang ke China, termasuk Beijing, tidak perlu takut tersesat karena tidak bisa berbahasa Mandarin. Setiap petunjuk di stasiun subway ditampilkan dalam dua bahasa yakni Mandarin dan Inggris.

Hanya saja, kita harus tahu terlebih dulu pintu keluar mana dari stasiun subway yang lebih dekat tempat atau lokasi yang akan kita tuju, apakah pintu A, B, C atau D.

Untuk satu rute perjalanan baik bus maupun subway setiap penumpang dikenakan biaya dua Yuan. Calon penumpang bisa membeli karcis secara langsung di loket atau menggunakan kartu berlangganan yang dapat diisi ulang. Tarif dengan menggunakan kartu lebih murah, sekitar 0,4 Yuan.

Setelah membeli tiket, atau yang sudah memiliki kartu dapat menempelkanya pada sebuah mesin hingga pintu terbuka, dan penumpang dapat langsung masuk mengantri di jalur rute subway yang akan dinaikkinya.

Di dalam subway, penumpang akan selalu diingatkan tentang stasiun pemberhentian selanjutnya yang disampaikan dalam bahasa Mandarin dan Inggris.

Hal yang sama juga berlaku untuk pengguna bus. Kartu berlangganan subway dapat digunakan pula pada mesin dalam bus untuk pembayarannya. Bagi penumpang yang tidak memiliki kartu bisa membayar pada kondektur yang akan memberi karcis kemudian.

Namun, untuk membeli karcis pada kondektur kita harus tahu halte bus tujuan, yang tentunya harus kita ucapkan dan sampaikan kepada kondektur dengan benar dalam bahasa Mandarin. Karena sebagian besar supir dan kondektur bus tidak bisa berbahasa Inggris, termasuk supir taksi, dan becak motor.

13 Jalur, 948 Rute

Untuk menghubungkan semua titik di kota seluas 38 kilometer persegi dan mendukung mobilitas sekitar 20.693.000 penduduknya, Pemerintah Kota Beijing membangun 13 jalur kereta bawah tanah dan mengoperasionalkan sekitar 30 ribu unit bus untuk 948 rute.

Pemerintah juga membangun pusat kendali jaringan Kota Beijing yang memonitor pergerakan 13 jalur subway dari 15 jalur yang akan dibangun.

Petugas monitor Ren Qi Chen menjelaskan, secara umum Beijing merencanakan pembangunan 32 jalur subway, yang dilakukan dalam dua tahap pembangunan.

Tahap pertama dibangun 15 jalur dan baru beroperasi 13 jalur dengan panjang lintasan 327 kilometer. Itu sudah termasuk jalur ke Terminal 2 dan Terminal 3 Bandara Internasional "Capital" Beijing dan Stasiun Besar Kereta Api Beijing.

Tahap kedua akan dibangun 19 jalur, yang pembangunannya dimulai pada 2013 dengan empat jalur.

Ke depannya, Beijing akan memiliki 32 jalur subway dengan panjang lintasan 651 kilometer pada 2015. Saat ini, subway Beijing setiap harinya mengangkut sekitar 7,59 juta penumpang.

Pembangunan jalur kereta bawah tanah antarkota, antarprovinsi ditetapkan oleh Pemerintah Pusat bekerja sama dengan BUMD bersama swasta yang ditunjuk.

Sedangkan untuk dalam kota ditentukan oleh Pemda setempat bersama BUMD bersama swasta yang ditunjuk dengan tetap mengacu pada jalur kereta bawah tanah yang sudah ditetapkan secara nasional, sehingga semua jalur terhubung dan terintegrasi dengan baik.

Untuk publik transportasi bus, rata-rata mengangkut sekitar 4,9 juta penumpang.

Sebagian besar stasiun kereta bawah tanah yang dibangun memiliki interkoneksi dengan rute bus, sehingga masyarakat akan lebih mudah mengakses lokasi tujuannya. Banyak pilihan moda transportasi bagi masyarakat di Beijing.

Monorel Jakarta

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta secara resmi melanjutkan kembali pembangunan sarana transportasi massal berbasis rel bernama Jakarta Eco Transport Monorail (JET). Pembangunan monorel yang sempat terhenti ini diharapkan rampung tiga hingga empat tahun lagi.

Direktur Teknis PT Jakarta Monorail (PT JM) Rosa Bovananto mengatakan, JET terdiri atas dua jalur, yakni green line dan blue line. Jalur hijau sepanjang 14,3 kilometer dari Palmerah hingga Jalan Sudirman dengan 16 stasiun.

Ada pun jalur biru membentang sepanjang 13,7 kilometer dengan rute Kampung Melayu-Kuningan-Grogol dengan 14 stasiun.

Pembangunan jalur hijau diperkirakan rampung selama tiga tahun atau pada 2016. Adapun jalur biru diperkirakan selesai pada 2017.

Secara keseluruhan, JET memerlukan 1.200 tiang fondasi rel. Tahap pembangunan pertama dilaksanakan di ruas Jalan Setiabudi hingga Dukuh Atas dengan jumlah 34 tiang.

Tiap-tiap tiang berjarak sekitar 24 meter. Di ruas itu, sebidang tanah di tepi Jalan Setiabudhi, tepatnya di samping Tugu 66, menjadi tempat pertama pembangunan tiang.

Perhitungan sementara proyek senilai Rp15 triliun itu, satu rangkaian monorel dapat mengangkut 300.000 penumpang pada 2016. Jumlah itu secara bertahap akan ditambah menjadi 600.000 pada tahun 2020.

Namun, rute yang ditawarkan monorel Jakarta belum mengakomodasi kebutuhan warga dari rumah ke wilayah bisnis, dan monorel yang dibangun belum jelas akan interkoneksi dengan moda transportasi lainnya seperti apa, semisal dengan TransJakarta atau bus pengumpan.

Komitmen Pemprov DKI untuk membuat moda transportasi massal yang lebih baik, layak diapresiasi, terlepas dari beberapa persoalan yang masih mengganjal.

Namun, pembangunannya hendaknya bisa dilakukan secara matang, termasuk mencari solusi terhadap persoalan yang masih ada, interkoneksi dengan moda transportasi lain dan sebagainya.

Perlu omitmen kuat, kerja keras, konsistensi, empati, dan kecerdasan semua pihak, sehingga investasi triliun rupiah untuk monorel itu tidak sia-sia dan benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat.

Transportasi massal yang nyaman dan murah, merupakan dambaan masyarakat warga Jakarta dan kota-kota besar lain di Indonesia.

Keberadaan transportasi massal yang nyaman dan murah, menghubungkan semua titik penting wilayah, akan membuat arus manusia, barang dan jasa semakin efektif, efisien, mendukung pertumbuhan ekonomi sosial daerah dan nasional. (*)