Duka Bencana Kembali Selimuti Solok Selatan

id Duka Bencana Kembali Selimuti Solok Selatan

Duka Bencana Kembali Selimuti Solok Selatan

Beberapa warga melihat longsor yang menerjang rumah Syamsur dan Suman di Sei Ipuh, Nagari Pakan Rabaa Tangah, Kecamatan Koto Parik Gadang Diateh, Solok Selatan, Selasa (25/12). (ANTARASUMBAR)

"Brruuummmmmmm...."

Suara dentuman itu diikuti runtuhnya tanah basah dari tebing yang hanya berjarak sekitar satu meter dari belakang rumah Syamsur (35).

Tanah yang labil akibat guyuran hujan sejak Senin (24/12) sore itu menerjang kamar belakang dan membuat seluruh rumah bergetar seolah terjadi gempa besar. Dinding batako itu tak cukup kuat menahan terjangan tanah yang ambruk.

Mendengar dentuman itu, Samsiwarti (24) dan suaminya Syamsur yang tengah terlelap tidur tersentak dan langsung keluar kamar untuk melihat apa yang terjadi.

Mendapati kamar belakang runtuh, tumbuh mereka gemetar dan ketakutan, teringat kedua anaknya, Yosi Fitri Yani (12) dan Tri Yulia Nanda Sari (8), serta ibunya Nurbaiti (70) yang tidur di kamar itu. Mereka pun berteriak meminta tolong di keheningan malam menjelang pagi itu.

Teriakan panik Samsiwarti dan Syamsur menembus keheningan tengah malam di Bukit Sei Ipuah. Endi, kerabat Samsiwarti yang tinggal tak jauh dari rumah mereka mendengar teriakan itu dan langsung keluar melalui jendela kamarnya. Ia berlari ke rumah Syamsur.

"Ketika saya sampai di rumah Syamsur, kamar di belakang sudah roboh tertimpa longsoran tanah bercampur batu," sebutnya.

Dalam keremangan dia melihat sebuah kaki di antara reruntuhan tersebut. Naluri menggerakannya untuk segera menyingkirkan material longsor dengan harapan bisa menyelamatkannya. Tangannya menggali dan terus menggali, walaupun tanah dari tebing belum berhenti runtuh karena hujan yang masih mengguyur.

"Pinggang saya sempat dihantam tanah yang masih longsor, namun saya terus mengali tanah meski hanya dengan tangan, karena melihat kaki yang tertimbun itu dengan harapan bisa diselamatkan," sebutnya.

Setelah hampir satu jam dia dan beberapa warga menyingkirkan tanah dengan tangan, upayanya untuk mengeluarkan para korban dari reruntuhan berhasil kendati nadi mereka tidak berdenyut lagi.

Korban yang yang pertama ditemukan adalah si nenek Nurbaiti, kemudian Tri Yulia Nanda Sari dan terakhir Yosi Fitri Yani.

"Setelah berhasil dikeluarkan dari timbunan saya periksa nadinya tapi sudah tidak berdenyut lagi," katanya mengenang.

Setelah berhasil dievakuasi, para korban langsung dibawa ke Puskesmas Batang Limpawuang yang berjarak sekitar tiga kilometer dari lokasi longsor yang berada di Sei Ipuah, Nagari Pakan Rabaa Tangah, Kecamatan Koto Parik Gadang Diateh, Kabupaten Solok Selatan untuk diotopsi.

Otopsi ketiga korban memakan waktu sekitar dua jam. Sekitar pukul 04.00 WIB otopsi selesai dan mereka kemudian dibawa pulang untuk disemayamkan.

Salmanir (32), kakak Samsiwarti menyebutkan, saat hujan lebat sejak Senin sore itu ketiga korban sudah dilarang tidur di kamar belakang mengingat jaraknya sangat dekat dengan tebing. "Namun mereka tidak menghiraukannya," ujarnya.

Dia mengungkapkan, bencana alam ini merupakan yang kedua kalinya menimpa keluarga Nurbaiti. Pada 1996, saat masih tinggal di Sariak Alam Alang Tigo, Kabupaten Solok, sekitar 10 tahun lalu, anak Nurbaiti, Jamilus dan menantunya Silis juga hanyut dibawa banjir bandang.

"Kali ini nyawa beliau sendiri yang tidak tertolong," katanya.

Seorang warga yang tinggal di atas bukit, Lisar, mengatakan, daerah itu memang sering longsor karena tanahnya yang labil. Saat hujan lebat mengguyur, dia bersama keluarga selalu mengungsi ke rumah keluarga yang lebih aman.

"Di sini sudah sering terjadi longsor kecil. Ketika hujan datang, kami sekeluarga selalu mengungsi ke rumah keluarga yang lebih aman," ujarnya.

Relokasi

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Solok Selatan Hamudis menyebutkan, longsor yang terjadi Selasa (25/12) dinihari itu merusak dua rumah warga Sei Ipuah, yakni milik Syamsur dan Suman (45), serta menyebabkan tiga orang meninggal dunia.

Menurut dia, air hujan tidak mampu diserap tanah dan menyebabkan tebing yang dekat dengan pemukiman warga Sei Ipuah longsor.

Dia menambahkan, pihaknya pernah melakukan survei di Sei Ipuah beberapa waktu lalu. Hasil survei menunjukkan Bukit Sei Ipuah merupakan daerah yang rawan longsor karena struktur tanahnya labil.

Berdasarkan hasil survei itu pemerintah setempat meminta warga untuk pindah, namun mereka enggan karena mengaku tidak memiliki tanah lagi untuk membangun rumah.

"Karena daerah itu semakin ramai, mereka semakin enggan untuk pindah," katanya.

Dengan adanya peristiwa longsor yang merengut korban jiwa tiga orang itu, dia berharap belasan kepala keluarga yang bermukim di Bukit Sei Ipuah bersedia direlokasi.

"Mengenai lokasi relokasi nanti akan kami koordinasikan dengan camat. Pemerintah pasti akan menyediakan anggaran untuk subsidi pembangunan rumah mereka yang baru," sebutnya.

Sementara Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erwin Ali menyebutkan, pascalongsor pemerintah segera menyalurkan bantuan untuk para korban mulai dari sembako, perlengkapan tidur, peralatan dapur dan mendirikan dapur umum.

Warga yang bermukim di daerah itu untuk sementara diungsikan ke mushalla terdekat karena curah hujan di Solok Selatan masih tinggi dan ditakutkan bencana serupa akan terjadi lagi di lokasi yang sama.

"Untuk lokasi pengungsian kita tetapkan di mushalla, sebab lokasinya lebih luas dan nyaman dibandingkan di tenda," sebutnya.

Sebagai bentuk kepedulian dan belasungkawa, Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria dan Wakil Bupati Abdul Rahman mengunjungi para korban longsor.

Mereka berdua juga ikut mengantarkan para korban yang meninggal dunia yang dimakamkan di lokasi yang tak jauh dari rumah mereka.

Langit mendung pada Selasa (25/12) pagi seolah menyatakan alam ikut kehilangan mereka bertiga. Gerimis, doa dan tangis mengiringi pemakaman mereka.

Banjir Bandang

Pada 13 Desember 2012, dua nagari (desa adat) di kabupaten yang berjarak sekitar 135 kilometer arah Timur Kota Padang itu juga dilanda banjir bercampur lumpur, batu, dan kayu gelondongan. Kedua nagari itu adalah Pakan Rabaa dan Pakan Rabaa Timur, Kecamatan Koto Parik Gadang Diateh.

Banjir yang menimbulkan kerugian mencapai belasan miliar rupiah itu memakan dua korban jiwa, Sansinan (70) dan Muwarni (38), warga Pakan Rabaa Timur yang terseret banjir ketika akan memberitahu menantu dan anaknya kalau air mulai meninggi.

Hantaman banjir bandang di kabupaten yang berbatasan dengan Kabupaten Kerinci, Jambi itu merusak infrastruktur seperti irigasi, jalan, jembatan, rumah masyarakat dan berbagai fasilitas umum.

Menurut data sementara BPBD setempat, ratusan kepala keluarga terkena dampak langsung banjir yang diduga disebabkan penebangan hutan secara besar-besar puluhan tahun lalu.

Di Jorong Sungai Pankau, Nagari Pakan Rabaa rumah yang ditempati 915 jiwa atau 218 kepala keluarga terendam banjir, sedangkan di Jorong Sapan Salak dan Pinti Kayu Gadang Nagari Pakan Rabaa sebanyak 237 jiwa juga harus mengungsi.

"Dari dua orang yang hilang satu orang sudah ditemukan meninggal dunia, yakni Muwarni, dan satu lagi masih dilakukan pencarian oleh masyarakat sekitar," kata Bupati Muzni Zakaria.

Banjir juga merendam 60 rumah di Jorong Kampung Palak Nagari Pasir Talang Selatan, Kecamatan Sungai Pagu dan 324 rumah lainnya di Jorong Kampung Tarandam Nagari Pasir Talang Selatan. Sedangkan di Jorong Mudiak Lolo Timur Nagari Sako Pasir Talang, Kecamatan Sungai Pagu sebanyak 60 rumah juga terendam banjir. (*)