Ketika "Gandang Tasa" di Pariaman Ditabuh

id Ketika "Gandang Tasa" di Pariaman Ditabuh

Ketika "Gandang Tasa" di Pariaman Ditabuh

Sore di Pariaman, Sumatera Barat, tanggal 5 Muharram atau 11 Desember 2010. Matahari nyaris tenggelam oleh pepohonan dari arah barat, tapi bulan sabit sudah berada di atas kepala.Sekilas hening, tetapi samar-samar terdengar gemuruh dari kejauhan. Gemuruh genderang perang, dua anak nagari berarak-arakan menuju arah timur dan utara. Mereka membawa tiang-tiang bambu berikatkan panji-panji dan obor, lainnya menghoyak "Tabuik Mini", sementara yang paling mempengaruhi jalannya arak-arakan yakni dentuman "Gandang Tasa" (gendang tasa) oleh para penabuh.Pesta Budaya Tabuik Pariaman menyambut bulan Muharram 1432 Hijriyah telah dimulai, dan Pariaman pun gempita menyambut perayaan tahunan tersebut.Dua prosesi sejak satu Muharram sudah dilewati, yakni "Maambiak Tanah" dan "Manabang Batang Pisang". "Maambiak Tanah" (mengambil tanah dilakukan pada saat adzan Magrib tanggal 1 Muharram, yang mengandung makna simbolik bahwa manusia berasal dari tanah.Sedangkan prosesi "Manabang Batang Pisang" (menebang batang pisang), dilaksanakan pada 5 muharram saat matahari tenggelam.Prosesi dilakukan dua nagari, yakni Nagari Pasa dan Subarang yang terlibat pada Pesta Budaya Tabuik Pariaman setiap tahunnya.Kedua prosesi tersebut selalu diiringi tetabuhan gendang tasa sambil berarak-arakan."Gendang tasa ini adalah pemanggil orang-orang dan penyemangat anak nagari di Pariaman terutama dalam pelaksanaan Pesta Budaya Tabuik," kata Tetua Tabuik Nagari Subarang, Syafruddin.Bila tidak ada bunyi gendang tasa, katanya, tidak timbul semangat anak nagari.Gandang Tasa adalah semacam alat musik perkusi yang dipukul, biasanya terdiri dari enam buah Tambur (gendang) dan 1 buah Tasa. Syafrudin menjelaskan, menurut sejarahnya, gendang itu berasal dari bagian kayu yang tersisa sewaktu pembuatan kapal Nabi Nuh di tanah Arab kemudian dibawa oleh laut ke pantai Sumatera Barat.Selain Tabuik, Gendang Tasa juga digunakan untuk mengarak "anak daro jo marapulai" (pengantin), dan sejumlah acara menyambut tamu agung yang datang ke Pariaman kemudian digabung dengan Silat Gelombang.Gendang Pemicu Perang"Gandang Tasa Paimbau Urang" (gendang tasa pemanggil orang), demikian Syafrudin mengibaratkan fungsi gendang itu. Gendang tasa membangkitkan semangat penabuhnya dan orang yang mendengarnya, bahkan saking semangatnya, penabuh gendang tasa seperti orang yang kerasukan saat menabuh gendang.Menurut Syafrudin, jenis bunyi gendang tasa berbeda-beda, ada jenis pukulan gendang perang dan pukulan gendang bersedih.Pukulan gendang perang dilakukan saat "Maambiak Tanah" dan "Manabang Batang Pisang". Pukulannya bertalu-talu serupa sekelompok kuda yang tengah berlari.Karena bunyi gendang itu pula, dua anak nagari benar-benar berperang saat mereka berselisih jalan seusai prosesi "Manabang Batang Pisang".Pada Sabtu malam tanggal 5 muharram, pertengkaran terjadi saat rombongan dua anak nagari yang masing-masing mengarak "Tabuik Lenong" (mini) berselisih di jalan.Berselisih jalan terjadi saat mereka hendak kembali ke nagari masing-masing seusai melakukan prosesi "Manabang Batang Pisang" di negeri seberang.Dipicu oleh perang memukul gendang, kemudian perang mulut dan saling menghampiri lalu saling baku-hantam.Tetua Tabuik Nagari Pasa, Asni Zaini mengakui, perang dua nagari tersebut memang sudah ada dalam skenario setiap Pesta Tabuik digelar.Namun demikian, katanya, bukan berarti pertengkaran sampai baku-hantam harus berpura-pura."Baku-hantam itu memang benar-benar terjadi, bahkan sampai mereka terluka karena pertengkaran itu. Namun sesudah itu, mereka akan berdamai lagi," katanya.Dikatakannya, pertengkaran antara dua nagari itu diibaratkan perang karbala.Dalam sejarahnya, Hasan cucu Nabi Muhammad SAW mati diracun pengikut Yazid bin Muawiyah yang baru menggantikan ayahnya. Kemudian digantikan oleh Hussein adik Hasan. Dalam upaya mengembalikan kehormatan keluarganya, pasukan Hussein bergerak menuju Damaskus pusat pemerintahan Yazid.Ternyata pemerintahan Yazid juga tidak tinggal diam. Di Padang Karbala, Yazid sudah siap sedia dengan pasukannya menghadang penyerbuan pasukan Hussein. Maka tidak dapat dielakkan, perang Karbala terjadi, dari tanggal 1 sampai dengan 10 Muharam 61 hijriyah. Perang karbala itulah diperingati pada Pesta Tabuik Pariaman.Karena kejadian itu masih masuk dalam tradisi Pariaman, pihak kepolisian tidak dapat berbuat apa-apa saat peristiwa terjadi.Memang bila sampai pertengkaran berkepanjangan, tentu pihak berwenang akan turun tangan, tambah Asni Zaini.Seusai pertengkaran terjadi, dua anak nagari kembali ke rumah tabuik mereka masing-masing.Peristiwa dua anak nagari berselisih menjadi perhatian seluruh warga Pariaman yang berduyun-duyun menyaksikannya di Simpang Tabuik Pariaman. Meskipun warga mengetahui akan terjadi pertengkaran dua nagari, tapi mereka tetap berbondong-bondong menyaksikan perang tersebut.Tak ayal, saat perang terjadi warga terutama para ibu-ibu berteriak histeris, apalagi saat gendang tasa mulai dilempar-lempar penabuhnya.Sedikitnya, enam gendang rusak saat kejadian itu, kata Al, seorang anak nagari.Prosesi TabuikProses Pesta Budaya Tabuik berlangsung dari 1 hingga 10 Muharram. Diawali dengan "Maambiak Tanah" dilanjutkan dengan "Manabang Batang Pisang".Kemudian "Maarak panja" (jari-jari), artinya mengarak jari-jari yang diletakkan pada alat yang bernama panja, alat yang digunakan menunjukan simbol bahwa manusia hendaknya punya rasa malu pada diri sendiri, malu pada orang lain, dan malu pada pencipta.Mengarak jari-jari merupakan kegiatan membawa tiruan jari-jari Husein yang tercincang pada perang Karbala.Selanjutnya, "Maarak saroban", melambangkan kebesaran dan penghormatan terhadap seorang pemimpin. Prosesi akan terus dilanjutkan hingga puncaknya pada 10 Muharram, di mana Tabuik yang sudah terbentuk akan "dihoyak" anak nagari hingga dilarung ke laut.Pada 10 Muharram pagi, dilakukan prosesi Tabuik naik pangkat artinya melambangkan persatuan. Walaupun terdiri dari bermacam suku, bahasa, agama, keturunan tetapi tetap satu kesatuan.Menghoyak Tabuik merupakan puncak kegiatan Pesta Budaya Tabuik. Dua tabuik itu dihoyak-hoyak dan diadu menggambarkan peperangan karbala ditambah dengan suara gandang tasa dan sorak sorai para pengunjung menjadikan acara ini lebih semarak dan serasa nyata ada sebuah perang.Kata tabuik yang berasal dari bahasa Arab mempunyai beberapa pengertian, pertama tabuik diartikan sebagai keranda atau peti mati. Sedangkan, pengertian yang lain mengatakan tabuik artinya peti pusaka peninggalan Nabi Musa yang digunakan untuk menyimpan naskah perjanjian Bani Israil dengan Allah.Wali Kota Pariaman, Mukhlis R mengatakan, perayaan tabuik yang diselenggarakan setiap 1--10 Muharam adalah suatu upacara untuk memperingati meninggalnya Husein (Cucu Nabi Muhamad SAW) pada 61 Hijriah yang bertepatan dengan 680 Masehi. Dikatakannya, Budaya Tabuik di Pariaman terus dilestarikan dengan berbagai upaya agar kebudayaan dan tradisi Pariaman tersebut tidak tenggelam.Melalui kegiatan itu, diharapkan dapat diwujudkan nila yang lestari yang selalu mampu mengimbangi gerak dinamika zaman. [*]

Pewarta :
Editor: Antara Sumbar
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.