Sejauhmanakah orang memandang akan arti pentingnya keberadaan terumbu karang sebagai salah satu sumber keberlanjutan kehidupan masa datang agar tidak lagi dianggap sekedar hiasan rumah.Sebagian masyarakat yang menetap di garis pantai ternyata mempunyai harapan besar "ladang percintaan ikan' itu tetap dijaga dan dilestarikan.Seorang nelayan di daerah Pebayan, Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang, Darso (57) sangat khawatir tangkapan ikannya akan menurun jika terumbu karang di laut rusak. Ia sadar, ikan yang menjadi sumber kehidupan keluarganya sulit didapat jika terumbu karang di laut rusak, karena ia meyakini, ikan 'hidup' dari terumbu karang.Lalu, bagaimana ia 'hidup' nanti, jika ikan-ikan tak lagi dapat sumber 'hidup' di terumbu karang itu? Lalu bagaimana kita bisa 'hidup' tanpa ikan-ikan? Semua berawal dari terumbu karang yang merupakan tempat tinggal, berkembang biak dan mencari makan ribuan jenis ikan, hewan dan tumbuhan yang menjadi tumpuan kita.Mungkin kesadaran itu tak hanya sekedar milik Darso seorang karena perlu menyatukan pandangan dengan kesadaran betapa pentingnya keberadaan terumbu karang itu. Terlontar spontan dari mulutnya, Darso menyebutkan terumbu karang yang alami (bukan hasil budidaya) tidak boleh untuk dirusak atau diperjualbelikan.Namun, lain Darso lain pula dengan ayah Annisa (8). Tak usah lah kita sebut nama ayah murid kelas IV SD di Padang yang juga seorang nelayan. Ayah Annisa, 'terpaksa' harus memenuhi permintaan si anak untuk dibawakan buah tangan berupa terumbu karang untuk dijadikan hiasan di rumahnya, saat si ayah pulang melaut.Bagi Annisa kecil, itulah ukuran sebuah terumbu karang, "hanya" sebuah hiasan di rumah. Sebagai nelayan, tentunya ayah Annisa sadar akan pentingnya sebuah terumbu karang, walaupun hanya berupa bunga karang. Tapi karena kecintaan seorang ayah kepada anaknya, moral si ayah terpaksa digantung sesaat. Namun, hal ini akan menjadi persoalan apabila ada puluhan, ratusan bahkan ribuan ayah Annisa lain yang terpaksa harus menggantung moralnya demi kasih sayang kepada anak. Belum lagi mereka-mereka yang memang sudah tak bermoral yang menghancurkan terumbu karang tadi dengan bom ikan.Disinilah pentingnya instrumen perlindungan terumbu karang berupa edukasi, selain instrumen moral seperti yang ada pada diri Darso serta instrumen legal dari pemerintah, baik pusat, maupun daerah. Proses pembelajaran sejak usia dini yang mengajarkan pentingnya terumbu karang melalui pendidikan formal agar tak ada lagi ayah Annisa lain yang 'terpaksa' menggantung moralnya untuk memenuhi permintaan si anak. Demi terumbu karang yang tak lagi menjadi sekedar perhiasan rumah.Ketiga instrumen itu tak dapat bergerak sendiri. Moral, seperti yang ada pada diri Darso juga harus diikuti dengan niat baik seluruh lapisan masyarakat hingga ke pengambil kebijakan untuk melindungi terumbu karang sebagai sebuah komponen ekosistem laut.Sementara instrumen legal berupa Undang-undang atau peraturan daerah menjadi payung hukum yang jelas untuk membatasi ruang gerak pemanfaatan terumbu karang secara berlebihan.Sumatera Barat sebagai provinsi pertama yang memiliki instrumen lokal berupa peraturan daerah yang mengatur tentang pengelolaan terumbu karang dan ekosistemnya merupakan sebuah lompatan luar biasa untuk melindungi terumbu karang yang dianggap penting itu.Secara nasional, hal ini pun sudah diatur. Undang-undang No 27 Tahun 2007 tentang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, merupakan sebuah komitmen dari pengambil kebijakan untuk melindungi ekosistem laut yang di dalamnya terdapat terumbu karang.Perlindungan secara moral dan legal tadi bisa sia-sia jika tidak didukung semua pihak terkait. Data terakhir, Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar mencatat 70 persen dari 5000 Km persegi wilayah terumbu karang di 186.580 kilometer persegi perairan Sumbar rusak(www.antara-sumbar.com, 15 Mei 2009).Instrumen moral dan regulasi pelindung terumbu karang itu tak dapat berjalan sendiri karena harus saling mendukung. Instrumen moral merupakan kekuatan besar, tapi perlu ditopang oleh instrumen legal. Instrumen legal, masih bisa dilanggar jika moral masih diabaikan, walaupun ada ancaman hukumnya tak tanggung-tanggung. Hal ini menjadi lebih komprehensif dengan adanya dukungan instrumen edukasi dari sektor pendidikan formal agar anak-anak Indonesia dapat memahami sejak dini perlindungan terumbu karang tersebut, agar tak lagi sekedar dijadikan perhiasan rumah (***)
Berita Terkait
Inginkan Piala Dunia 2030 di Amerika Selatan, Bos CONMEBOL: sepak bola bukan sekedar uang
Senin, 12 Desember 2022 6:25 Wib
Irfan Jaya ingatkan tujuan timnas Indonesia Piala AFF bukan sekedar kalahkan Myanmar
Jumat, 26 November 2021 11:31 Wib
Tak ingin merasa jadi orang asing di kampung, Perantau Minang rela sekedar bertahan hidup di Jakarta
Selasa, 19 Mei 2020 12:12 Wib
Bagi Anwar Fuady sosok Henky Solaiman bukan sekedar aktor senior
Jumat, 15 Mei 2020 21:07 Wib
Hoaks, bukan sekedar kabar bohong yang menjadi senjata
Jumat, 18 Oktober 2019 6:51 Wib
Listrik di sebagian besar Palu padam, PLN sekedar sebut terjadi gangguan
Selasa, 27 Agustus 2019 10:18 Wib
KPU: Situng sekedar informasi, tidak mempengaruhi penetapan hasil pemilu
Jumat, 19 April 2019 14:42 Wib
DPRD : Perjanjian kerja jangan hanya sekedar komitmen
Rabu, 20 Februari 2019 16:34 Wib