Masjid Kayu Tertua di Serambi Mekah

id Masjid Kayu Tertua di Serambi Mekah

Masjid Kayu Tertua di Serambi Mekah

Masjid Asasi merupakan salah satu masjid tertua di Kota Padangpanjang, Sumatra Barat. Masjid ini berada di Kelurahan Sigando Kecamatan Padangpanjang Timur. Sampai saat ini masih berdiri dengan megahnya. Sekitar 3 Km dari pusat kota arah timur Kota Padangpanjang, tepatnya di Nagari Gunung. Bewrdiri zaman penjajahan, dengan ukuran 11 X 12 M dinding serta lantainya hingga saat ini masih terbuat dari kayu. Berdiri di tengah perkampungan yang cukup kental dengan adat Minang ini, sekeliling masjid masih mempergunakan kayu sejak zaman penjajahan, meski ada beberapa dinding dan lantainya yang sudah direnovasi karena sudah lapuk. "Masjid ini merupakan masjid kebanggaan masyarakat Kota Padangpanjang dan tertua nomor II di Sumbar, serta sudah masuk situs purbakala Sumbar sesuai dengan undang-undang tahun 1984," kata Asrul Efendi salah seorang tokoh masyarakat Sigando kepada antara-sumbar. Masjid yang berdiri pada tahun 1628 M ini, dibangun atas swadaya masyarakat Empat Koto dengan nama awal Surau Gadang pemilik Datuk kayo suku Koto Baranam. Masyarakat Empat Koto tersebut adalah Nagari Andaleh, Paninjauan, Gunung, dan Tambangan. Sedangkan bahan kayu untuk pembuat masjid itu didapat dari rimbo kayu putih, sebelah selatan kota Padangpanjang, dengan nama kayu madang jao. Dengan memiliki tinggi sekitar 25 meter dari dasar tanah, masjid ini juga memiliki atap dengan tiga tingkatan, persegi empat serta kolong dengan ketinggian sekitar 1 M. Berdiri di atas tanah tiga kaum. Yaitu, Kaum Dt Kayo, Kaum Dt Tianso dan Dt Rangkayo Basa. Dengan memiliki ukiran bermotif tiga macam, yakni, ukiran hindu, Islam dan China, masjid yang juga tempat bagi masyarakat untuk meminta sesuatu dari yang Maha Kuasa, juga memiliki mandaro (tempat menyimpan dokumen) yang terjorok dari bangunan inti. Selain tempat ibadah, Masjid Asasi juga berfungsi untuk rapat bagi pemerintah setempat dengan nama "tigo tungku sajarangan" yang bernama "rapat tuangku jurai" yang ada di daerah itu. "Jurai tersebut ada empat, di antaranya, Jurai Sigando, Jurai Gantiang, Ekorlubuk dan Jurai Ngalau yang membahas segala permasalahan yang ada di tengah-tengah masyarkat untuk bisa di selesaikan atau pembangunan lainnya," kata Asrul Efendi. Masjid yang hingga kini terlihat megah itu, konon kabarnya awal mulanya beratapkan ijuk, namun sekarang sudah beratapkan seng. Kapan digantinya warga masyarakat setempat juga kurang mengetahui. Dari sebahagian dinding masjid tersebut, hingga saat ini pada tingkatan kedua masih melekat cat yang sudah berumur ratusan tahun itu. Kendati ada perenovasian disebahagian tubuh masjid, namun untuk ukiran yang berada di dinding tingkat kedua itu masih cat asli yang didominasi warnah merah. Kini Masjid Asasi berkonstruksi kayu berusia ratusan tahun itu, tampak tetap kokoh. Desain yang menarik, seperti atap yang terdiri tiga tingkat dengan gonjong tengah yang lancip ditopang tiang tengah dan delapan tiang penyangga. Disain masjid ini pulalah yang ditetapkan terakhir jadi lambang Kota Padangpanjang. Masjid Asasi memiliki beberapa jendela, yakni 12 jendela masing-masing empat samping kiri dan kanan serta dua di mihrab. Untuk pintu masuk terdapat dua buah disebelah timur kiri dan kanan. Sedangkan mihrab masjid terdapat di sebelah barat menjorok keluar dengan ukuran sekitar 5 meter dari bangunan utama. Mimbar masjid terdapat di dalamnya, dengan menunjukkan keasliannya yang memiliki tiga kubah dengan melambangkan pemerintahan tigo uungku sajarangan. Sementara masjid yang berbentuk piramida ini juga memiliki rumah tabuah yang terletak di sebelah kiri masjid. Dengan ukuran 3 X 2,5 meter, sering dipergunakan untuk hal-hal emergensi. "Rumah tabuah ini biasanya dipergunakan untuk menandai apabila waktu shalat sudah masuk saat listrik mati, memberitahukan kepada masyarakata kalau ada yang meninggal, serta acara batagak pangulu," katanya. Hingga saat ini masjid yang tidak begitu besar tersebut masih dipercaya bagi masyarakat baik setempat maupun luar daerah untuk meminta kepada Allah dalam kesembuhan suatu penyakit dengan membawa seberapa keperluan air, diletakan di mihrab masjid sembari shalat untuk meminta kesembuhan. (*/wij)