'Hujan' Air Mata di Kota Tambang Batubara

id 'Hujan' Air Mata di Kota Tambang Batubara

Kota Sawahlunto sejak 1891 telah menjadi kota tambang batubara. Meski penambangan skala besar tak beroperasi lagi, tetapi batubara dalam perut kota itu tetap menjadi harapan dan sumber kehidupan bagi ribuan masyarakat.Puluhan tambang rakyat masih beroperasi untuk mengeruk isi bumi guna mengais rezeki di "lubang-lubang tikus" itu demi memenuhi kebutuhan hidup mereka. Daerah yang sebagian besar secara geografis merupakan perbukitan itu menyempitkan ruang gerak penduduknya untuk bercocok tanam. Upaya mengais rezeki dari "lubang-lubang tikus" itupun dilakukan para penambang di Ngalau Cigak dan pada kawasan eks penambangan perusahaan besar beberapa tahun silam. Pada Selasa (16/6) lalu lalang truk pengangkut batubara hasil galian pekerja tambang sekitar pukul 10:00 WIB berubah dengan hilir mudiknya ambulance. Peristiwa itu terjadi akibat ledakan dahsyat dengan semburan api beserta tanah yang menelan korban jiwa. Ledakan dahsyat keluar dari mulut tambang yang menyemburkan tanah dengan ketinggian lebih kurang 50 meter disertai kobaran api. Peristiwa yang menggegerkan kota "arang" itu, membuat warga dan pihak korban berdatangan ke RSUD Sawahlunto, untuk melihat keluarganya apakah sudah ditemukan atau belum dan masih selamat atau tidak. Satu dari keluarga korban yang terjebak dalam lubang tambang itu, Yusmanidar (64) warga Bukit Bual daerah itu bersama seorang cucunya ikut datang ke rumah sakit tersebut. Perempuan tua berkerudung hitam itu, terlihat meratap menuju salah satu ruangan IGD rumah sakit tersebut, untuk melihat apakah di antara korban yang ditemukan terdapat cucu dan menantunya. Ternyata Ali Imran (45) yang merupakan menantunya dan Adel Putra (21) cucu Yusmanidar belum ditemukan dan mereka adalah pekerja dalam tambang itu. "Awak...(saya) bermimpi pada tiga hari lalu (Sabtu), bahwa rumah yang ditempati bersama anak-anak dan menantu terbakar. Inilah rupanya musibah yang kami hadapi," katanya tak kuasa menahan airmatanya sambil merangkul cucunya Andre yang menemaninya ke rumah sakit itu. Anak bungsu dari pasangan Ali Imran dengan Gusmaniar itu, ketika ditemui dalam keadaan "kosong" dan tak sanggup berkata banyak. Hanya dia melontarkan kata pada neneknya (Yusmaniar) "dimana ayah dan kakak nek", Yusmaniar menjawab belum pulang. Kurang puas atas jawaban neneknya, Andre langsung membuang nasi yang ada di tangannya. "Kok dibuang, tak mau makan kalau tak ada kakak dan ayah," tuturnya singkat. Nenek tua yang memakai baju kurung warna kuning itu, kembali meratap karena ungkapan yang dilontarkan cucunya itu. Mamak (Paman, red) Andre, akrab dipanggil Dt. Sampono saat di RSUD Kota Sawahlunto menuturkan, Ali Amran Senin malam, guraunya memang berbeda dengan hari-hari biasanya. "Guraunya begitu lain dan terkesan ganjil dari biasanya. Ali jarang bergurau begitu bahagia pada hari-hari sebelumnya. Apakah ini tanda-tanda, kita tak tahu juga," tuturnya sembari menyebutkan, Ali dan Adel sudah sekitar dua tahun bekerja jadi buruh tambang batubaru. Menurut keterangan para warga buruh tambang, gaji yang diraih saat cuaca cerah oleh seorang penambang bisa mencapai Rp200 ribu/hari dan sebaliknya nilil saat cuaca hujan. Para buruh tambang batubara rakyat itu, menerima upah sebesar Rp50 ribu/ton dan ada yang bisa mencapai sehari empat ton. Evakuasi Sementara itu tim SAR gabungan terus berupaya melakukan evakuasi terhadap para pekerja yang tertibun, meski penuh dengan hati-hati akan panasnya methan itu. Seorang petugas produksi CV. Pardana, dengan pekerja sekitar 36 orang masuk ke lokasi tambang dan saat kejadian terperangkap dalam lubang yang mempunyai banyak terowongan itu dengan kedalaman puluhan meter di bawah permukaan tanah. Pada peristiwa itu, pria yang enggan menyebutkan namanya menuturkan sebanyak 14 pekerja yang berada di luar lubang tambang ikut menjadi korban. Data RSUD Sawahlunto menyebutkan korban meninggal dunia akibat kecelakaan itu, sudah masuk ke IGD sebanyak lima orang dan sembilan lainnya mengalami luka-luka, serta satu orang yang dirujuk ke RSUP M Djamil Padang. Sementara itu, nama korban yang luka-luka bakar di antaranya, Rizon (28), Novriadi (19), Anhar (33), Eko (26), Alwizar (64), Apri (34), Bambang Edi (37) dan Ali M (55) laki-laki serta Arna Bakar (43) perempuan. Pihak RSUD Kota Sawahlunto yang dikonfirmasi, membenarkan satu korban kritis dirujuk ke RSUP M. Djamil Padang. "Kita memang sudah merujuk satu korban yang kritis ke Padang. Data RSUD Sawahlunto menunjukan dua orang korban meninggal hingga pukul 16:00 WIB, kata salah seorang dokter IGD RSUD Sawahlunto, dr. Hidrati Amir. Dia menjelaskan, kini tim Forensik dari Polda Sumbar tengah melakukan identifikasi korban meninggal yang sudah sampai ke RUSD Sawahlunto. Data sementara korban meninggal sebanyak sembilan orang, termasuk yang telah dievakuasi tim SAR gabungan. Enam orang korban tewas yang ditemukan pertama kali teridentifikasi bernama Can, Salman, Hengki, Cau, Baba dan Ipen. Sedangkan tiga korban tewas lainnya yang ditemukan sekitar pukul 17:30 WIB belakangan teridentifikasi bernama Roi, Anton dan Nanduk. Di antaranya empat korban meninggal dibawa ke rumah sakit di Tanjung Ampalu Sijunjung, dan sudah ada yang dibawa pulang oleh keluarga korban ke rumah duka. Sementara itu, lima lainnya masih berada di RSUD Kota Sawahlunto, karena sebagian anggota keluarga korban belum datang. Selasa (16/6) malam terhadap para korban tengah dilakukan identifikasi oleh tim Forensik, karena tubuhnya hangus terbakar dan sulit dikenali.