Dirjen Kemenhut Ungkap Proses Izin Tukar-Menukar Tanah

id Dirjen Kemenhut Ungkap Proses Izin Tukar-Menukar Tanah

Jakarta, (Antara) - Dirjen Planalogi Kehutanan Kementerian Kehutanan Bambang Soepijanto mengungkapkan proses tukar-menukar kawasan hutan di Kabupaten Bogor yang diajukan PT Bukit Jonggol Asri, namun rekomendasi Menteri Kehutanan saat itu yaitu Zulkifli Hasan belum dikeluarkan. "Belum ada approval apapun (dari Menhut) kalau rekomendasi (Bupati Bogor) sudah diterbitkan, tapi seharusnya ada banyak rekomendasi yang diajukan, rekomendasi (tanah) calon pengganti, rekomendasi gubernur (Jawa Barat), lalu ada tim terpadu lagi yang meneliti boleh apa tidak itu lagi, apakah kemudian dampak penting dan strategis," kata Bambang seusai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta, Selasa. Bambang menjadi saksi untuk kasus dugaan tindak pidana korupsi tukar-menukar kawasan hutan di Kabupaten Bogor dan perintangan penyidikan dengan tersangka Presiden Direktur PT Sentul City sekaligus presiden komisaris PT Bukit Jonggol Asri Kwee Cahyadi Kumala, selain Bambang KPK juga memeriksa Menhut 2009-2014 Zulkifli Hasan. "(Tanah Bogor) baru memenuhi syarat masuk hutan," tambah Bambang. Sedangkan syarat lain juga belum dipenuhi oleh PT BJA. "(Yang kurang) rekomendasi lokasi yang dimohon, rekomendasi calon pengganti, rekomendasi gubernur untuk permohonan kawasan hutan," ungkap Bambang. Tapi ia menegaskan bila PT BJA ingin menukar kawasan hutan lindung, hal tersebut jelas tidak diperbolehkan. "Kalau hutan lindung tidak boleh," tambah Bambang. KPK menyangkakan Cahyadi Kumala berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya dengan ancaman pidana penjara 1-5 tahun dan denda Rp50-250 juta. Selanjutnya KPK juga menyangkakan dugaan perbuatan merintangi penyidikan berdasarkan pasal 21 No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Pasal tersebut mengenai setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa maupun para saksi dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau minimal Rp150 juta dan maksimal Rp600 juta. Dalam dakwaan bupati Bogor Rachmat Yasin disebutkan bahwa kawasan hutan seluas 2.754 hektar rencananya akan dijadikan pemukiman berupa kota satelit Jonggol City, padahal pada lahan itu terdapat Izin Usaha Pertambangan (IUP) atas nama PT Indocement Tungal Prakarsa dan PT Semindo Resources sehingga hanya dapat diberikan kawasan seluas 1.668,47 hektar. Cahyadi Kumala pada Januari 2014 bertemu secara pribadi di Sentul City dan Rachmat Yasin meminta sejumlah uang kepada Cahyadi Kumala sehingga pada 30 Januari 2014, Cahyadi Kumala memberikan cek senilai Rp5 miliar kepada Yohan Yap. Yohan Yap bersama dengan Robin Zulkarnaeng, Heru Tandaputra pada Februari 2014 memberikan Rp1 miliar kepada Rachmat Yasin di ruman dinas, dilanjutkan pemberian pada Maret 2014 sebesar Rp2 miliar. Atas pemberian uang itu, M Zairin pun membuat konsep rekomendasi dengan memasukkan surat pernyataan dari PT BJA, rekomendasi gubernur dan surat dirjen Planologi mengenai klarifikasi rekomendasi 4 Maret 2014 sebagai dasar hukum agar rekomendasi segera diterbitkan. Surat rekomendasi tukar-menukar lahan atas nama PT BJA pun diterbitkan pada 29 April 2014 namun masih ada sisa komitmen yang belum diberikan sehingga pada 7 Mei 2014, Yohan Yap dan Zairin akan memberikan uang Rp1,5 miliar kepada Rachmat Yasin dan kemudian KPK menangkap keduanya. (*/sun)