Pagelaran "Rindu Rendra" di Tim Gratis

id Pagelaran "Rindu Rendra" di Tim Gratis

Jakarta (ANTARA) - "Rindu Rendra", pentas seni pembacaan puisi Rendra, akan digelar di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, pusat, Jumat, yang terbuka untuk umum dan gratis. Pergelaran "Rindu Rendra" akan berlangsung dari pukul 19.00 WIB hingga 22.00 WIB, dan didahului dengan pembukaan pameran foto dan poster pada pukul 15.00 WIB, menurut pernyataan pers dari Clara Sinta, putri Rendra, di Jakarta. Pembacaan puisi ini diselenggarakan untuk menjawab kerinduan pada keindahan Kepak Si Burung Merak, nama julukan WS Rendra. "Sejarah mencatat, para sastrawan besar dunia mempunyai reputasi mentereng dan pengaruh yang kuat dalam penentuan arah kebudayaan. Hal ini berimbas pada pembentukan karakter masyarakat, minimal di negara mereka masing-masing. Sebut saja Sir Walter Scott, Victor Hugo, Leo Tolstoy, Jean Paul Sastre, Albert Camus dan William Shakespeare," tulisnya. Begitu pun yang terjadi di Indonesia. Gonjang-ganjing situasi sosial politik di era Orde Baru melahirkan seorang sastrawan besar, WS Rendra. Lewat karya-karyanya, Willy "begitu orang-orang dekatnya memanggil" tidak hanya berbicara tentang romansa percintaan lelaki-perempuan, namun secara kritis juga memberi respons pada realitas kondisi yang terjadi di masyarakat. Rendra menghabiskan sepanjang hidupnya untuk menulis sajak dan naskah drama, lalu membaca dan memainkan lakonnya sendiri. Karya-karya Rendra diakui sebagai karya-karya besar karena dianggap berhasil mewakili kegelisahan kebanyakan masyarakat yang hidup dalam bayang-bayang distorsi teror penguasa. Keberanian Rendra untuk mengatakan apa yang harus dikatakan membuat masyarakat merasa menemukan "Seorang Pembela". Penghargaan-penghargaan yang pernah diterima WS Rendra, baik dari Pemerintah maupun yang lain, diantaranya: Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Yogyakarta (1954), Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956), Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970), Hadiah Akademi Jakarta (1975), Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976), Penghargaan Adam Malik (1989), The S.E.A. Write Award (1996), dan Penghargaan Achmad Bakri (2006). Tak hanya dianggap istimewa oleh pecinta sastra di Indonesia saja, karya-karya Rendra juga menjadi bahan kajian serius oleh beberapa ilmuwan di luar negeri. Profesor Harry Aveling, seorang pakar sastra dari Australia, telah membicarakan dan menerjemahkan beberapa bagian puisi Rendra dalam tulisannya yang berjudul "A Thematic History of Indonesian Poetry: 1920 to 1974". Karya Rendra juga dikaji oleh seorang pakar sastra dari Jerman bernama Profesor Rainer Carle dalam bentuk disertasi yang berjudul "Rendras Gedichtsammlungen (19571972): Ein Beitrag Zur Kenntnis der Zeitgenossichen Indonesischen Literatur. Verlag von Dietrich Reimer in Berlin: Hamburg 1977." (*/wij)