Padang (ANTARA) - Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Irwan Prayitno menyatakan tidak setuju dengan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada 2020 yang menempatkan provinsi ini sebagai paling rawan dalam konteks materi kampanye suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dan politik uang.
"Berdasarkan pengalaman dan pengamatan, untuk konteks pilkada, Sumbar tidak akan terpengaruh oleh kampanye SARA dan politik uang. Dua hal itu tidak laku di sini," kata Irwan Prayitno, di Padang, Jumat.
Ia mengatakan dirinya sudah melewati dua kali Pilkada Serentak 2010 dan 2015. Selama menjabat sebagai Gubernur 10 tahun, ada beberapa kali pemilu yang dilewati, sehingga ia mengaku cukup memahami karakter orang Sumbar dalam memilih calon.
Pada Pilkada Serentak 2020, calon kepala daerah yang akan berlaga di 13 kabupaten/kota serta provinsi sangat homogen, berbeda misalnya dengan Pilkada DKI Jakarta yang lalu.
Hal itu membuat kampanye bermateri SARA tidak akan efektif, karena semua calon bisa mencitrakan dirinya religius dan itu sah-sah saja.
Sedangkan untuk politik uang, Irwan menyebut pemilih di Sumbar mungkin saja mau menerima uang yang disodorkan oleh tim para calon kepala daerah. Tetapi soal pilihan di dalam bilik pencoblosan, belum tentu terpengaruh.
"Uangnya diambil, tapi pilihannya tetap sesuai hati. Jadi memang tidak efektif," katanya lagi.
Namun, ia tidak memungkiri ada kemungkinan oknum dari tim calon kepala daerah yang tetap mencoba memainkan "kartu" politik uang. Tetapi, ia percaya Bawaslu Sumbar hingga jajaran ke tingkat kelurahan bisa mengantisipasi hal itu karena melanggar aturan.
Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) melakukan pemutakhiran Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada 2020. Berdasarkan data yang dimutakhirkan September 2020, Sumbar menjadi provinsi yang dinyatakan paling rawan dalam konteks materi kampanye SARA dan politik uang.
Bawaslu juga memetakan kerawanan dalam aspek materi kampanye, yaitu adanya potensi penggunaan konten dengan unsur identitas SARA, ujaran kebencian, hoaks, dan kampanye hitam pada tujuh kabupaten/kota. Sebanyak tujuh kabupaten dan kota itu, tiga di antaranya berada di Sumbar, yaitu Kota Bukittinggi, Kabupaten Solok, dan Kabupaten Pasaman.
"Berdasarkan pengalaman dan pengamatan, untuk konteks pilkada, Sumbar tidak akan terpengaruh oleh kampanye SARA dan politik uang. Dua hal itu tidak laku di sini," kata Irwan Prayitno, di Padang, Jumat.
Ia mengatakan dirinya sudah melewati dua kali Pilkada Serentak 2010 dan 2015. Selama menjabat sebagai Gubernur 10 tahun, ada beberapa kali pemilu yang dilewati, sehingga ia mengaku cukup memahami karakter orang Sumbar dalam memilih calon.
Pada Pilkada Serentak 2020, calon kepala daerah yang akan berlaga di 13 kabupaten/kota serta provinsi sangat homogen, berbeda misalnya dengan Pilkada DKI Jakarta yang lalu.
Hal itu membuat kampanye bermateri SARA tidak akan efektif, karena semua calon bisa mencitrakan dirinya religius dan itu sah-sah saja.
Sedangkan untuk politik uang, Irwan menyebut pemilih di Sumbar mungkin saja mau menerima uang yang disodorkan oleh tim para calon kepala daerah. Tetapi soal pilihan di dalam bilik pencoblosan, belum tentu terpengaruh.
"Uangnya diambil, tapi pilihannya tetap sesuai hati. Jadi memang tidak efektif," katanya lagi.
Namun, ia tidak memungkiri ada kemungkinan oknum dari tim calon kepala daerah yang tetap mencoba memainkan "kartu" politik uang. Tetapi, ia percaya Bawaslu Sumbar hingga jajaran ke tingkat kelurahan bisa mengantisipasi hal itu karena melanggar aturan.
Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) melakukan pemutakhiran Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada 2020. Berdasarkan data yang dimutakhirkan September 2020, Sumbar menjadi provinsi yang dinyatakan paling rawan dalam konteks materi kampanye SARA dan politik uang.
Bawaslu juga memetakan kerawanan dalam aspek materi kampanye, yaitu adanya potensi penggunaan konten dengan unsur identitas SARA, ujaran kebencian, hoaks, dan kampanye hitam pada tujuh kabupaten/kota. Sebanyak tujuh kabupaten dan kota itu, tiga di antaranya berada di Sumbar, yaitu Kota Bukittinggi, Kabupaten Solok, dan Kabupaten Pasaman.