Tangerang, Banten, (Antara) - Warga keturunan Tionghoa secara bergantian datang ke pemakaman Tanah Cepe, Tangerang, Banten, menjalankan sembahyang leluhur atau "Cheng Beng" untuk mendoakan arwah keluarga dan sanak saudara yang meninggal.
Wartawan Antara di Tangerang, Jumat melaporkan seratusan warga Tionghoa tak putus-putus datang dan pergi berada di pemakaman Tanah Cepe untuk menjalankan ritual dan keyakinan mereka sehingga membuat jalan yang berada di lokasi itu menjadi tersendat.
Mereka datang dengan membawa sejumlah sesaji seperti kue basah dan kue kering, buah-buahan, minuman, lauk pauk makanan, hio, lilin, uang-uangan yang disimbolkan dengan kertas berwarna kuning yang tujuannya untuk dihantarkan kepada leluhurnya.
Gho Kho Ni, seorang warga Tionghoa yang tinggal di Tangerang, mengatakan perayaan seperti ini sudah menjadi tradisi dirinya dan warga Tionghoa untuk ziarah kubur ke makam leluhurnya.
"Umumnya warga Tionghoa yang sudah tua-tua pasti menjalankan ritual ini yang tujuannya mendoakan agar arwah leluhur bisa sampai surga," katanya yang datang ke pemakaman untuk mendatangi kuburan suaminya yang wafat tiga tahun lalu.
Saat datang ke pemakaman suaminya, dia bersama sejumlah anak-anaknya memulai dengan berdoa dan selanjutnya meletakkan sesajen seperti kue basah dan kue kering, buah-buahan, minuman, lauk pauk makanan di depan makam suaminya.
Selanjutnya dia yang disertai anak-anaknya membakar lilin, hio dan uang-uangan yang disimbulkan dengan kertas berwarna kuning yang tujuannya untuk dihantarkan kepada leluhurnya.
"Semua sesajen ini kita kirim ke leluhur dan sesajen yang dibawa adalah yang disukai saat mereka masih hidup," kata Kho Ni.
Usai berdoa sambil mengacung-acungkan hio, warga Tionghoa yang ziarah sudah selesai melakukan ritual dan selanjutnya pulang dengan meninggalkan sesajen di depan makam.
Sulistio, seorang penjaga dan pengurus makam Tanah Cepe, mengatakan sejak beberapa hari lalu ratusan hingga ribuan peziarah warga Tionghoa sudah datang ke lokasi tersebut untuk melakukan "Cheng Beng'.
"Dari pagi sampai sore tak putus-putus peziarah datang untuk mendoakan arwah leluhurnya," katanya.
Cheng Beng
Menurut dia, setiap tahun saat musim "Cheng Beng" tiba, lokasi makam tersebut memang menjadi ramai karena warga Tionghoa masih banyak yang menganut tradisi asli China tersebut.
Banyaknya warga Tionghoa yang ziarah dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk ikut mengais rejeki dengan cara ikut mencabut rumput liar dan menyapu makam dengan harapan mendapat imbalan dari peziarah yang datang.
Cheng Beng merupakan tradisi ziarah ke makam leluhur yang biasa dilakukan setiap tahun mulai 25 Maret sampai 5 April.
Dalam perayaan tersebut biasanya para etnis Tionghoa yang pergi merantau akan pulang ke kampung halaman untuk melakukan ziarah ke makam leluhurnya.
Menurut dia, sesuai dengan tradisi, dalam perayaan Cheng Beng beberapa hari ke depan dihadiri warga keturunan Tionghoa dari berbagai daerah dan luar negeri seperti Singapura dan Malaysia. (*/sun)