Deretan bangkai kapal dan sampah plastik yang mengapung di air yang tidak lagi jernih cukup mengganggu pemandangan mata di Sungai Batang Arau, Kota Padang, Sumatera Barat.
Di beberapa titik di sepanjang alur Sungai Batang Arau itu ditumbuhi enceng gondok.
Panorama itu mengisyaratkan pentingnya perhatian semua pihak untuk menyelamatkan daerah aliran singai (DAS) Batang Arau, yang tidak hanya dari aspek kelestarian lingkungan hidup, tapi juga menjadi potensi wisata Kota Padang.
Sungai Batang Arau di sisi selatan Kota Padang itu masih menjadi lokasi penambatan kapal nelayan, dan kapal-kapal wisata dengan tujuan utama ke Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Kapal-kapal kayu pengangkut barang kebutuhan masyarakat tujuan Kepulauan Mentawai dan Kabupaten Nias, Provinsi Sumatera Utara melakukan bongkar muat di dermaga Sungai Batang Arau.
Aliran Batang Arau yang bagian muaranya membagi kawasan Kota Padang pernah menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan masa kolonial Belanda.
Tidak hanya itu, Sungai Batang Arau juga pernah dijadikan sebagai pelabuhan keberangkatan jemaah haji sebelum Indonesia merdeka.
Dulu, Pelabuhan Sungai Batang Arau pernah menjadi persinggahan kapal niaga untuk aktivitas ekspor impor komoditas pertanian dan perkebunan ke berbagai negara di dunia.
Di era tahun 1980-an, air Sungai Batang Arau masih jernih dan menjadi salah satu sumber air bersih bagi sebagian masyarakat di kota berpenduduk sekitar 870 ribu jiwa itu.
"Dulu, airnya bersih dan kerap dijadikan tempat mencuci dan mandi terutama oleh warga sekitar bantaran Sungai Batang Arau, berbeda dengan sekarang, sampah-sampah plastik berserakan di permukaan air," kata Eri, warga Padang.
Tiang-tiang kayu bekas dermaga yang banyak berserakan juga menambah buramnya panorama sungai, meski pemerintah setempat berupaya memasukkan Batang Arau sebagai salah satu objek menarik pengunjung ke Kota Padang di masa mendatang.
Masyarakat tentunya mendukung upaya menjadikan Sungai Batang Arau sebagai salah satu objek wisata andalan di Kota Padang.
"Kami mendukung upaya pembersihan sungai, apalagi untuk dijadikan sebagai objek wisata air di masa depan," kata Eka, warga berdomisili dekat bantaran Sungai Batang Arau.
Untuk mewujudkan kebersihan sungai, kesadaran masyarakat agar tidak lagi membuat "wc umum" di sepanjang daerah aliran sungai, termasuk lokasi pembuangan limbah.
Wali Kota Padang Mahyeldi Ansharullah, beberapa waktu lalu mengatakan pemerintah segera mengangkat bangkai-bangkai kapal di Sungai Batang Arau sebagai upaya pembersihan kawasan tersebut.
"Kawasan Batang Arau ditargetkan benar-benar bersih 2018 sehingga bangkai kapal juga akan segera diangkat," katanya.
Angkat Bangkai Kapal
Pemerintah kota sudah memberikan imbauan pada setiap pemilik bangkai kapal yang masih tersandar di kawasan tersebut sebab keberadaannya sangat tidak kondusif.
"Kami sudah sampaikan pada pemilik kapal, jadi ditunggu dulu, lalu tinggal eksekusi saja nanti," katanya.
Selain pembersihan bangkai kapal, di kawasan tersebut juga akan dilakukan pengerukan sedimen secepatnya.
Mahyeldi mengatakan pengerukan sedimen Sungai Batang Arau sudah direncanakan setahun lalu, namun perlu pematangan rencana sehingga nantinya dapat dieksekusi oleh Balai Sungai Wilayah V pada 2017.
"Nanti juga akan dibuat bantaran sungai secara vertikal sehingga tidak berdampak pada dalamnya pengerukan," katanya.
Secara umum, ia menjelaskan pembenahan di kawasan Sungai Batang Arau bertujuan untuk memaksimalkan sektor pariwisata Kota Padang khususnya wisata marina.
Apalagi, katanya, di sekitar kawasan itu juga sedang dibangun pedestrian sehingga dapat semakin mengoptimalkan upaya pembenahan salah satu Kawasan Wisata Terpadu (KWT) itu.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Padang Zalbadri menyebutkan terdapat sekitar 15 bangkai kapal milik nelayan di Batang Arau yang akan diangkat, namun hal tersebut menjadi wewenang PT Pelindo untuk pelaksanaannya.
"Ke depannya untuk kapal nelayan di Muaro Padang akan dipindahkan ke Muara Anai," katanya.
Sementara itu, anggota DPRD Kota Padang Iswanto Kwara meminta pemerintah setempat serta pihak-pihak terkait membersihkan Sungai Batang Arau dari tumpukan bangkai-bangkai kapal secepatnya.
"Tumpukan bangkai kapal itu sangat mengganggu, apalagi lokasi di Kecamatan Padang Selatan itu masuk dalam kawasan wisata terpadu sehingga perlu tindak tegas pemerintah setempat," katanya.
Perlu kerja sama berbagai pihak untuk mewujudkan kebersihan di kawasan Muaro Padang di antaranya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) berkoordinasi dengan Balai Sungai Wilayah V, Pelindo serta DKP setempat.
Apalagi sebelumnya sudah ada kesepakatan berbagai pihak terkait melakukan pengerukan di kawasan Sungai Batang Arau tersebut, namun kenyataaannya sejak Februari 2016 hingga April 2017 tidak terlaksana.
"Pengerukan tidak dilakukan, lalu bangkai kapal dibiarkan. Ini kan salah," ujarnya.
Ia menegaskan harusnya dinas terkait memberi teguran pada pemilik kapal agar kapal yang tidak dapat digunakan tidak lagi disandarkan di kawasan itu dan pihak pemilik kapal harusnya juga sadar diri.
Kepala Disbudpar Kota Padang, Medi Iswandi mengatakan pemasalahan bangkai kapal yang masih bersandar itu perlu melibatkan banyak pihak dalam penyelesaiannya termasuk Pelindo, Balai Sungai Wilayah V dan DKP.
Untuk pengerukan Sungai Batang Arau, katanya menjadi wewenang Balai Sungai Wilayah V dan untuk permasalahan bangkai kapal menjadi tugas PT Pelindo untuk mengambil kebijakan.
"Kalau bangkai kapal itu urusan Pelindo, sementara izin kapal nelayan jadi wewenang Dinas Kelautan dan Perikanan," katanya.
Dia ingin tidak ada lagi bangkai kapal di kawasan Muaro Padang sebab ditakutkan menghambat pengembangan kawasan wisata terpadu di lokasi tersebut.
"Kalau kami inginnya semua bangkai kapal itu diangkat atau dihabiskan atau dibakar. Jadi kawasan itu bersih," tegasnya.
Akan menjadi lengkapnya cerita sungai sebagai sumber kehidupan jika kawasan tersebut terpelihara dengan baik dan dikelola secara profesional sehingga juga dapat menarik orang mengunjungi objek wisata tersebut. (*)