Jakarta, (Antara) - Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto mengatakan, monitoring residu pada usaha perikanan budidaya di Indonesia telah setara dengan standard yang ditetapkan oleh Uni Eropa.
"Sejak tahun 2011, Indonesia dimasukkan oleh Uni Eropa ke dalam daftar negara-negara yang diperbolehkan mengekspor produk perikanan budidaya ke Uni Eropa," kata Slamet Soebjakto, Kamis.
Menurut Slamet, hal itu membuktikan bahwa Perencanaan Monitoring Residu Nasional (NRMP) perikanan budidaya Indonesia telah dinilai setara dengan standard Uni Eropa dan juga membuktikan bahwa produk perikanan budidaya Indonesia telah bebas dari residu.
Kondisi itu, ujar dia, harus terus dipertahankan antara lain melalui koordinasi yang berkelanjutan dan semakin baik di antara berbagai pihak pemangku kepentingan terkait dalam pelaksanaan monitoring residu, baik itu pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun swasta.
Dirjen Perikanan Budidaya KKP menekankan bahwa prestasi tersebut bukan merupakan akhir atau tujuan pengendalian residu nasional, karena tugas berat ke depan adalah bagaimana mempertahankan prestasi yang sudah dicapai.
"Penerapan NRMP yang telah ditetapkan harus dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya melalui kerjasama antara Tim Monitoring Residu Daerah dengan Tim Monitoring Residu Pusat terutama dalam mendapatkan sampel sesuai ketentuan yang diatur dalam Council Directive Uni Eropa," katanya.
Pemerintah akan terus mendorong penambahan laboratorium uji untuk melaksanakan pengujian sampel yang telah diambil. Saat ini, pihaknya telah menggunakan sebanyak 10 laboratorium di berbagai daerah di Tanah Air.
Ke depannya, Slamet mengingatkan bahwa jumlah laboratorium itu perlu ditambah mengingat semakin banyaknya sampel uji yang akan di ambil, seiring dengan peningkatan produksi perikanan budidaya.
"Untuk itu, UPT lingkup Direktorat Jenderal Perkanan Budidaya yang sudah siap harus mendaftarkan diri menjadi anggota laboratorium uji ini," tegas Slamet.
Slamet lebih lanjut mengatakan bahwa pengujian dan pemeriksaan sample residu juga perlu dilakukan untuk ikan-ikan yang dipasarkan dan di konsumsi di dalam negeri.
Sebagai bagian dari kerjasama dengan Uni Eropa, ujar dia, pemberian bantuan kepada Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP melalui Trade Support Programme 2 (TSP 2) telah dilakukan sejak tahun 2013.
Salah satu bantuan yang diberikan adalah Pengembangan Sistem Informasi Manajemen untuk monitoring residu. "Melalui sistem informasi ini maka monitoring residu dapat dilakukan secara online," katanya.
Dengan demikian, lanjutnya, makan hasil penilaian sampel residu dapat dikumpulkan dalam satu database sehingga lebih mudah dalam melakukan kontrol dan tindakan yang perlu dilakukan.
Menurut dia, hal seperti itu harus dimanfaatkan secara maksimal sehingga memberikan manfaat bagi peningkatan kualitas produk perikanan budidaya di Tanah Air.
Dia mengatakan koordinasi yang baik diantara pihak terkait akan menjadikan Indonesia di masa-masa mendatang semakin mampu menghindari dihasilkannya produk perikanan budidaya yang mengandung residu di atas ambang batas yang disyaratkan.
"Sehingga tingkat keberterimaan produk perikanan budidaya di negara tujuan ekspor seperti negara-negara anggota Uni Eropa, Amerika Serikat, Jepang dan sebagainya semakin tinggi, dan memiliki daya saing yang tinggi di pasar global," pungkasnya. (*/sun)